Mohon tunggu...
Jason Leviel
Jason Leviel Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indahnya Tinggal di Desa

12 Januari 2016   21:42 Diperbarui: 12 Januari 2016   22:00 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di dongeng ataupun cerita anak-anak, dusun atau desa seringkali digambarkan sebagai tempat yang memiliki suasana yang tenang dan keadaan yang indah. Pada kesempatan mengikuti kegiatan kemasyarakatan yang diadakan oleh sekolah saya ini, saya akan mencoba untuk melihat untuk diri saya sendiri apakah benar suasana tenang dan indah yang diceritakan pada cerita-cerita. Dusun yang akan saya tinggali selama seminggu kegiatan ini adalah Dusun Kendal Ngisor. Pada kegiatan ini saya akan tinggal di rumah penduduk dan mengikuti segala kegiatan keluarga mereka disana. Saya juga akan mendapat kesempatan untuk memperlajari kebudayaan dusun Kendal Ngisor.

Pada saat saya pertama kali sampai di lokasi, saya ragu akan keindahan dan kenyamanan yang sering diceritakan itu. Kalau saya harus jujur, kesan pertama saya akan dusun yang akan saya tinggali adalah kumuh dan kurang nyaman untuk ditinggali. Bahkan saat saya melihat kondisi rumah yang akan saya tinggali, saya sedikit terkejut akan denah rumahnya yang kurang besar, dan juga adanya hewan seperti sapi dan ayam yang ikut tinggal bersama dengan kami. Pada saat ini saya merasa ingin cepat-cepat kembali ke Jakarta untuk memanjakan diri kembali, dan saya rasa satu minggu adalah waktu yang sangat panjang untuk kegiatan seperti ini.

Akan tetapi, dengan seiringiya waktu, saya mulai menemukan hal-hal yang berbeda dari Jakarta, dan hal-hal ini menarik pikiran saya. Dua hal yang paling berbeda dari Jakarta adalah ketenangan lingkungan disana, dan keramahan juga kepedulian oleh masyarakat dusun itu. Di Jakarta kita terbiasa dengan yang namanya suara kendaraan, bising, dan lain-lain. Kalau di dusun, dapat dibilang tidak ada yang namanya suara kendaraan ataupun bising. Yang ada hanyalah suara binatang dan aktivitas masyarakat setempat. Sikap masyarakatnya juga sangat jauh dibanding masyarakat Jakarta. Di Jakarta masyarakatnya cenderung tidak peduli akan sesame, tetapi di dusun tingkat kepedulian dan kebersamaan sangatlah tinggi. Setiap kali kami bertemu atau berpapasan dengan masyarakat disana, kami pasti akan saling menegur atau menyapa, seperti layaknya satu keluarga besar.

Dari waktu seminggu yang saya lewati disana, saya sadar bahwa keindahan yang sebenernya tidak datang hanya dari pengelihatan atau kesan pertama semata, walaupun saya harus mengakui bahwa pemandangan disana indah, tetapi keindahan dusun yang sebenarnya terlihat dari kehangatan dan kekeluargaan yang ditunjukkan oleh masyarakat setempat kepada orang luar seperti kami, walaupun kami berbeda ras atau agama. Sekarang, saya sudah merindukan suasana disana, dan saya dapat menjadi senang dengan memikirkan tentang pengalaman di dusun Kendal Ngisor. Terima kasih, Kendal Ngisor!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun