Pada bulan Oktober 2007, saya dan beberapa keluarga dari komunitas gereja di Muscat – Oman, melakukan kegiatan camping di 2 tempat di Oman yaitu di gurun pasir Al Aresh yang termasuk dalam Gurun Pasir Wahiba dan di sekitar pantai tempat “Turtle” bertelur yaitu di Al Naseem Turtle Beach Camp di daerah Ras Al Jinz. Kami berkumpul di tempat parkir “Lulu Hypermarket” di Al Ghubrah Muscat jam 08.00 pagi. Peserta nya ada yang warganegara India, Philipina, Malaysia, Indonesia (saya dan ada 1 keluarga lainnya) dan ada 1 keluarga campuran Inggris dan Indonesia. Masing-masing keluarga membawa mobil 4 wheel drive 4000 - 5000 cc sehingga kendaraan bisa bergerak tanpa problem di atas bebatuan dan juga di gurun pasir. Saya ikut nebeng di mobil keluarga Indonesia yang bekerja di perusahaan Minyak dan Gas Oman (PDO).
Rencana camping ini dibuat tidak terlalu serius dan dibicarakan hanya sekilas saja beberapa minggu sebelumnya pada waktu selesai kebaktian di gereja. Untuk informasi saja bahwa di Oman dan beberapa Negara Arab lainnya kecuali di Saudi Arabia dan Kuwait, gereja tetap diijinkan untuk beraktifitas secara resmi, tetapi di alokasikan di satu tempat tertentu yang sudah disiapkan oleh pemerintah setempat. Untuk di Oman, lokasi kompleks gereja ada 4 yaitu di Muscat 2 lokasi, di Sohar 1 lokasi dan di Salalah ada 1 lokasi. Masing-masing kompleks gereja ini ada beberapa jemaat gereja didalamnya. Ada gereja Katholik, Kristen Protestan dll. Ada yang berbahasa India, bahasa Inggris dan bahasa lainnya. Kebaktian gereja di rumah secara terbuka tidak diperbolehkan. Apabila ada kebaktian di rumah, akan dilakukan secara tertutup dan untuk kalangan terbatas serta dalam jumlah hanya beberapa orang saja. Ibadah gereja diadakan di hari Jumat yaitu pada hari libur di Oman. Pemerintah Oman cukup maju dalam menyikapi adanya perbedaan agama diantara para pendatang. Hal ini dikarenakan banyaknya pekerja yang datang dari luar Oman yang bukan beragama Islam. Oman memang sangat membutuhkan pekerja dari luar Oman untuk membangun negaranya. Bahkan pada waktu ada bencana banjir di Muscat yang merusak sebagian bangunan gereja, pemerintah Oman memberikan bantuan berupa uang untuk memperbaiki gereja.
Sebelum ke gurun pasir Al Aresh, kami terlebih dahulu mengunjungi Wadi Bani Khalid. Tempat ini kalau menurut saya kurang menarik. Awalnya saya penasaran akan tempat ini. Sebab banyak sekali pengunjungnya. Parkir mobil susah. Kami jalan cukup jauh menuju ke lokasi wisata ini. Orang berbondong2 datang ke tempat ini. Setelah saya sampai di lokasinya, saya kaget karena ternyata tempat ini biasa saja. Hanya ada air kira2 sepinggang dalamnya dan ada pohon2 kurma dipinggirnya. Pengunjung duduk2 dipinggir nya, menggelar tikar dan membawa makanan. Kami hanya berfoto sebentar di tempat ini dan kemudian segera pergi lagi menuju tempat camping yang kami tuju. Mungkin keistimewaan dari Wadi Bani Khalid adalah di tengah2 gurun pasir ada air dan pohon2 sehingga menyerupai paradise yang memberi kesejukan dan kesegaran bagi banyak orang yang kepanasan. Tapi buat saya tetap kurang menarik. Jauh lebih menarik tempat2 wisata di Indonesia, he he he … Foto2nya saya ambil dari www.panoramio.com by Styve Reineck. Foto2 saya (yang paling bawah) kurang bagus, he he ..
Dari Wadi Bani Khalid kami melanjutkan perjalanan menuju ke gurun pasir Al Aresh. Di tengah jalan kami berhenti sekitar 1 jam untuk makan siang dan istirahat. Secara jarak memang cukup jauh, tetapi karena jalanan sangat mulus dan tanpa hambatan walaupun bukan jalan tol, maka gurun pasir Al Aresh bisa ditempuh dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sekitar jam 2 siang kita sudah sampai dilokasi camping. Untuk bisa mencapai lokasi camping, keterampilan driver sangat diperlukan untuk menaklukan medan pasir yang cukup sulit. Beberapa mobil dari rombongan kami, harus mencoba berulang-ulang untuk menaklukan tanjakan menuju ke lokasi camping.
Malamnya setelah mandi dll, kita makan dan ngobrol di tempat makan (seperti lounge nya) dan menyaksikan musik arab dengan tari-tarian arab. Menurut saya sih kurang menarik, karena tari2annya cuma begitu2 aja. Maju mundur, maju mundur dengan irama musik yang monoton, he he … Cuaca pada pertengahan bulan Oktober di Oman dan jazirah Arab pada umumnya, sudah cukup sejuk di siang hari bahkan cenderung dingin di malam hari, sehingga kita tidur juga harus pakai selimut. Di bulan Desember dan January cuaca di Oman akan semakin dingin. Malam hari bisa mencapai 11 derajat Celcius. Saya yakin di bulan Mei – Juni, tidak akan ada orang yang camping di gurun pasir, karena suhu bisa mencapai 45 sd 50 derajat Celcius. Minta ampun panasnya.
Keesokan harinya, acaranya adalah sand boarding, naik onta serta lihat2 cendera mata yang dijual sama wanita2 Oman. Sand boarding sebenarnya cukup seru, karena enak juga meluncur dg papan di atas pasir. Tapi problemnya adalah capek juga pada saat naik lagi, karena harus jalan kaki, he he. Turunnya sih seru, naiknya lagi malas. Papan untuk sand boarding nya pinjam dari pemilik camping groundnya. Setelah itu saya coba untuk naik onta keliling sekitar camping ground dengan di dampingi sama orang Oman nya. Ternyata serem juga ya naik onta, he he .. Saya lihat ada juga onta yang berkeliaran tanpa ada yang jaga di gurun pasir sekitar camping ground. Foto sandboarding diambil dari www.viator.com
Siang hari nya, rombongan langsung tancap gas menuju ke Al Naseem Turtle Beach Camp. Setelah sekitar 3 jam perjalanan, kita sampai di lokasi yang dituju. Tempat campingnya hampir sama modelnya, cuma posisinya ada disekitar pantai sehingga tanahnya agak berbatu. Tidak banyak yang kita lakukan sore hari itu, hanya ngobrol2 dan minum2 kopi saja. Selanjutnya kita beristirahat lebih cepat karena harus bangun dinihari sekitar jam 01.00 pagi untuk datang ke pantai supaya bisa melihat turtle yang sedang bertelur. Jam 01.30 pagi kami sudah ada di pantai bersama2 dengan banyak penghuni camp lainnya yang dipandu oleh petugas dari camping ground. Kami melihat turtle yang sedang bertelur. Tidak diperkenankan untuk mengambil foto dari turtle tsb karena akan mengganggu dan membuat marah turtle tsb. Penerangan hanya diberikan oleh pawang turtlenya. Sebenarnya dengan kondisi yang gelap itu, kami kurang puas karena tidak bisa melihat dengan jelas seberapa banyak turtle di area tsb. Dan juga sama sekali tidak ada foto yang bisa diambil. Kesal tapi harus mengikuti instruksi, he he.. Diinformasikan oleh pawang dari turtle tsb, bahwa setiap turtle yang datang ke pantai di Ras Al Jinz di data dengan cara dituliskan di badan turtle tsb nomor dan tgl kedatangannya. Turtle tsb akan berkelana ke banyak tempat di Negara lain dan biasanya akan kembali ke pantai tsb dalam waktu sekitar 2 tahun. Kemudian kami kembali ke camp dan lanjut tidur lagi. Setelah bangun, kami persiapan untuk pulang ke Muscat. Perjalanan menuju Muscat, ibu kota Oman ditempuh dalam waktu 3 sd 4 jam.
Demikian cerita mengenai camping di gurun pasir Oman. Tuhan memberkati.
Jason Nehemiah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H