Di era digital saat ini, pamer di media sosial menjadi hal yang lumrah. Namun, fenomena ini tidak hanya terbatas pada kalangan selebritas seperti Syahrini, tetapi juga melibatkan anak pejabat seperti Mario Dandy dan anggota keluarga tokoh penting seperti Erina Gudono. Apakah pamer di dunia maya ini merupakan tanda kurangnya empati terhadap masyarakat luas atau sekadar manifestasi dari haus eksistensi? Mari kita bahas lebih dalam.
Mario Dandy dan Syahrini : Gemar Pamer Harta
Mario Dandy, anak pejabat yang sering memamerkan kekayaan orangtuanya, mendapatkan sorotan tajam dari publik. Gaya hidup glamor dan sering memamerkan barang-barang mewah di media sosial, seperti mobil dan perhiasan mahal, tampaknya mengundang kritik. Mario Dandy tidak sendirian dalam perilaku ini. Syahrini, artis dengan image mahal dan glamor, juga dikenal gemar memamerkan kekayaannya. Baik Mario maupun Syahrini menunjukkan pola pamer yang serupa, di mana pamer harta menjadi bagian dari identitas mereka di dunia maya.
Namun, tidak semua orang menyukai kebiasaan pamer ini. Banyak yang menganggap bahwa menampilkan kekayaan secara berlebihan adalah bentuk kurangnya empati terhadap kondisi sosial yang ada. Pamer yang berlebihan, terutama di tengah kesulitan ekonomi atau sosial yang melanda masyarakat, sering kali dianggap sebagai tindakan yang tidak sensitif.
Erina Gudono: Pamer di Tengah Krisis
Erina Gudono, menantu Presiden Jokowi dan istri Kaesang Pangarep, juga tidak lepas dari kontroversi terkait pamer. Liburan mewahnya di Amerika Serikat, serta unggahan tentang roti seharga 400 ribu rupiah dan stroller puluhan juta, menuai kritik pedas. Banyak netizen menilai bahwa pamer kemewahan pada saat-saat kritis negara, seperti kondisi sosial dan politik yang kacau, menunjukkan kurangnya empati.
Sikap Erina, yang terus memposting momen-momen mewah dan barang-barang mahal di media sosial, dinilai bertentangan dengan kepedulian terhadap keadaan masyarakat yang sedang menghadapi tantangan. Kritikan dari warganet semakin tajam, dengan banyak yang merasa bahwa pamer kemewahan di tengah situasi sulit adalah bentuk dari ketidaksensitifan sosial.
Pamer vs. Hukum: Kasus Sandra Dewi dan Crazy Rich Helena
Fenomena pamer ini tidak hanya menuai kritik dari masyarakat, tetapi juga bisa berimplikasi pada masalah hukum. Sandra Dewi dan suaminya, serta Crazy Rich Helena, pernah menjadi sorotan KPK karena dugaan kasus korupsi yang terkait dengan gaya hidup mewah mereka. Keterlibatan mereka dalam kasus hukum menunjukkan bahwa pamer harta dan gaya hidup glamor tidak selalu diterima dengan baik, dan bisa mengundang perhatian negatif dari pihak berwenang.
Kisah Sandra Dewi dan Crazy Rich Helena menjadi contoh nyata bagaimana pamer tidak hanya berdampak pada reputasi publik, tetapi juga bisa berujung pada masalah hukum. Kasus ini menggambarkan betapa pamer yang dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan hukum bisa berpotensi membahayakan.
Apa yang Bisa Dipelajari dan Langkah yang Perlu Diambil?
Pamer di media sosial sering kali tidak hanya sekadar tindakan menunjukkan gaya hidup, tetapi juga bisa menyinggung sensitivitas sosial. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit dan ketidakpastian sosial, menampilkan kekayaan secara berlebihan bisa dianggap sebagai tindakan yang kurang empatik. Kesadaran akan dampak dari pamer ini penting untuk mencegah timbulnya ketidaknyamanan di masyarakat. Memahami bahwa setiap postingan dapat mempengaruhi persepsi publik dan menunjukkan kepedulian terhadap situasi sosial dapat membantu menghindari reaksi negatif.
Selain itu, mengurangi pamer yang berlebihan tidak hanya bermanfaat untuk menjaga citra pribadi tetapi juga menunjukkan rasa hormat terhadap masyarakat. Ketika memilih untuk membagikan momen atau barang-barang mewah, penting untuk melakukannya dengan bijak dan penuh pertimbangan. Memilih untuk tidak menonjolkan kemewahan secara berlebihan dapat mengurangi potensi konflik dan memperlihatkan bahwa kita menghargai kondisi orang lain.
Mengalihkan fokus dari pamer kepada kegiatan yang lebih bermanfaat juga dapat memberikan dampak positif. Platform media sosial dapat dimanfaatkan untuk berbagi inisiatif sosial, kegiatan amal, atau cerita inspiratif yang dapat memberikan manfaat lebih besar bagi masyarakat. Ini bukan hanya tentang menghindari kritik, tetapi juga tentang bagaimana kita dapat berkontribusi positif melalui pengaruh yang kita miliki.
Selain itu, penting untuk menyadari bahwa pamer harta yang berlebihan dapat menarik perhatian petugas hukum. Ketika gaya hidup mewah dan pameran kekayaan tidak diimbangi dengan transparansi dan kepatuhan hukum, risiko terkena masalah hukum menjadi lebih besar. Memastikan bahwa semua tindakan dan gaya hidup kita mematuhi peraturan hukum yang berlaku dapat mencegah terjadinya masalah yang tidak diinginkan dan menjaga reputasi yang baik.Kesimpulan
Budaya pamer di dunia maya, baik oleh selebritas maupun anak pejabat, mencerminkan haus eksistensi yang sering kali mengabaikan empati terhadap masyarakat luas. Sementara pamer bisa menjadi cara untuk menunjukkan status dan gaya hidup, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan hukum dari tindakan tersebut. Menyadari konsekuensi dan menunjukkan kepedulian terhadap keadaan sosial dapat membantu menciptakan citra yang lebih positif dan bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H