Begitu juga di China, di mana nilai-nilai moral dan nasionalisme sangat dihargai. Kasus Kris Wu, yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan di bawah umur, dan Zhang Zhehan, yang diboikot karena fotonya di depan Kuil Yasukuni, menunjukkan betapa kerasnya reaksi terhadap pelanggaran moral dan politik. Selebriti yang terlibat dalam skandal seperti ini sering kali dihapus dari publikasi dan media dan karier mereka bisa hancur seketika.
Pembelajaran dari Perbedaan Budaya
Perbedaan antara cara Indonesia, Korea, dan China menangani skandal selebriti menunjukkan bagaimana budaya lokal memengaruhi persepsi dan penilaian terhadap publik figur. Di Indonesia, tampaknya ada rasa pengertian dan kesempatan untuk rehabilitasi yang lebih besar. Sebaliknya, Korea dan China menerapkan standar moral yang sangat ketat, di mana sekali terjatuh, sulit untuk bangkit kembali.
Budaya cancel culture di Korea dan China mungkin mencerminkan harapan masyarakat agar selebriti menjadi teladan moral yang tinggi. Di Indonesia, budaya yang lebih memaafkan mungkin memberikan pelajaran bahwa kesempatan kedua bisa menjadi jalan untuk rehabilitasi dan pemulihan. Perbedaan dalam menangani skandal publik figur mencerminkan nilai-nilai dan budaya yang berbeda di masing-masing negara. Masyarakat Indonesia cenderung lebih mudah memberikan kesempatan kedua. Sebaliknya, masyarakat Korea dan China menerapkan standar yang sangat tinggi dan keras pada selebriti. Apakah budaya cancel culture yang ketat benar-benar diperlukan atau apakah memaafkan dan memberikan kesempatan kedua bisa menjadi solusi yang lebih manusiawi? Ini adalah pertanyaan penting yang harus dipertimbangkan oleh masyarakat Indonesia dalam menyikapi skandal seorang artis dan perannya sebagai teladan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H