Mohon tunggu...
Jason Kartasasmita
Jason Kartasasmita Mohon Tunggu... Lainnya - Pengembara Asa

Seorang pencinta kehidupan, penjelajah rasa, dan makna, yang haus akan bahasa, pertemuan, nada, dan cakrawala baru. Terus bergerak, merangkai kisah, dan menelusuri dunia dengan perspektif awan yang bergelora demi memburu asa.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kiprah Kolese Kanisius dalam Mencetak Pemimpin: Dulu, Kini, dan Nanti

11 September 2024   19:06 Diperbarui: 16 September 2024   21:47 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Kolese Kanisius (Sumber: SMAS Kanisius Jakarta)

Kolese Kanisius merupakan salah satu sekolah yang dikenal karena kiprahnya dalam mencetak banyak tokoh pemimpin terkenal di berbagai bidang. Nama-nama seperti Ade Rai (olahragawan), Airlangga Hartarto (Menteri Perindustrian), Akbar Tandjung (mantan Ketua DPR), hingga Boenjamin Setiawan (pendiri Kalbe Farma) adalah contoh nyata lulusan Kanisius yang berkontribusi besar dalam profesi masing-masing. Keberhasilan mereka tidak lepas dari sistem pendidikan khas Kanisius yang tidak hanya fokus pada kecerdasan intelektual (IQ), tetapi juga kecerdasan emosional (EQ) dan spiritual (SQ). Didirikan pada 1 Juli 1927 oleh Pater Dr. J. Kurris SJ, Kolese Kanisius merupakan lembaga pendidikan khusus laki-laki yang didasarkan pada semangat Katolik dan nilai-nilai hidup Santo Ignatius Loyola. Nama besar Kanisius tidak hanya diukur dari banyaknya tokoh pemimpin yang dihasilkan, tetapi juga dari integritas yang tertanam kuat melalui kebijakan ketat, seperti larangan menyontek. Kebijakan ini mencerminkan komitmen sekolah dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berkarakter.

Pembentukan Kepemimpinan

Seorang pemimpin yang baik tidak hanya membutuhkan IQ yang tinggi, tetapi juga EQ dan SQ yang seimbang. Kecerdasan emosional membantu pemimpin untuk memahami dan mengelola hubungan antar manusia, sementara kecerdasan spiritual membantu mereka dalam membuat keputusan moral yang tepat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan efektif lahir dari kombinasi ketiga kecerdasan ini.  Di Kanisius, aspek-aspek ini ditanamkan sejak dini melalui program-program seperti Ignatian Leadership Training (pelatihan kepemimpinan dasar), live in (kegiatan tinggal bersama dan membantu penduduk desa), ekskursi ke pesantren (tinggal dan belajar di pesantren), dan lain-lain. Melalui berbagai program inilah, siswa diajak untuk berempati dan hidup berdampingan dengan orang dari latar belakang yang berbeda, membentuk pemimpin yang inklusif dan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi.

Lebih dari Prestasi Akademik

Di bawah kepemimpinan kepala sekolah yang baru, Thomas Gunawan Wibowo, M.Ed., Kanisius telah mencatatkan berbagai prestasi yang membanggakan. Baru-baru ini, sekolah ini berhasil menempati peringkat pertama dalam capaian prestasi sekolah tingkat nasional, sebagaimana dirilis oleh Pusat Prestasi Nasional dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Prestasi ini tidak lepas dari dukungan penuh sekolah bagi para siswa untuk mengikuti berbagai kompetisi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Meskipun Kolese Kanisius unggul dalam bidang akademik, sekolah ini tidak menjadikan prestasi akademik sebagai satu-satunya fokus. Lebih dari sekadar mencetak siswa berprestasi, Kanisius menekankan pentingnya pembentukan karakter dan kepemimpinan. Kebijakan tegas seperti mengeluarkan siswa yang ketahuan menyontek menunjukkan betapa seriusnya sekolah dalam menanamkan nilai-nilai integritas. Dengan pendekatan ini, Kanisius tidak hanya menghasilkan individu yang cerdas, tetapi juga bermoral dan siap memimpin di masa depan.

Kekhasan Pendidikan Kanisius

Salah satu kekhasan pendidikan Kanisius adalah prinsip 4C dan 1L yang menekankan Competence (kompetensi), Compassion (kepedulian), Commitment (komitmen), Conscience (hati nurani), dan Leadership (kepemimpinan). Melalui prinsip ini, Kanisius membentuk siswa menjadi pribadi yang tidak hanya berprestasi, tetapi juga peduli pada sesama dan memiliki integritas tinggi. Semangat Ignatian yang menekankan agar setiap kegiatan bernafaskan Ad Maiorem Dei Gloriam (demi lebih besarnya kemuliaan Tuhan) serta "magis" (semakin baik setiap hari), menjadi landasan dalam pengembangan kepribadian siswa. Nilai-nilai ini tercermin dalam berbagai kegiatan sekolah, termasuk kepanitiaan besar seperti Canisius Cup dan Canisius Education Fair yang mendorong siswa untuk menempa kompetensi, meningkatkan kepedulian, menguji komitmen, mengasah hati nurani, dan mengembangkan kepemimpinan dalam menyukseskan acara-acara akbar tersebut.  

Pengembangan Kecerdasan Intelektual, Emosional, dan Spiritual

Pendidikan intelektual di Kanisius tidak diragukan lagi kualitasnya. Dengan kurikulum yang menantang, siswa Kanisius didorong untuk berpikir kreatif dan kritis. Tidak hanya sekadar mahir menghafal dan mengerjakan soal, mereka harus mampu menganalisis dan memecahkan masalah yang kompleks. Kanisius juga memberikan dukungan penuh kepada siswa dalam berpartisipasi di berbagai kompetisi nasional maupun internasional. Salah satu program menarik yang diapresiasi oleh banyak pihak adalah Exhibition of Learning Experience, di mana siswa kelas 9 dan 12 mempresentasikan hasil penelitian mereka seperti mahasiswa yang sedang menghadapi ujian skripsi. Program ini menunjukkan bahwa Kanisius tidak hanya mendidik siswa untuk lulus ujian, tetapi juga mempersiapkan mereka untuk dunia nyata.

Selain itu, Kanisius sangat menekankan pentingnya pengembangan kecerdasan emosional. Melalui program-program seperti Ignatian Leadership Training (ILT) dan berbagai kepanitiaan acara besar seperti Canisius Education Fair, siswa diajarkan untuk bekerja sama dan mengasah kemampuan interpersonal mereka. Canisius Education Fair, yang diselenggarakan pada tanggal 14-15 September 2024, merupakan pameran pendidikan akbar yang melibatkan lebih dari 60 perguruan tinggi terkemuka dari dalam dan luar negeri, sepuluh kedutaan besar negara sahabat (Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jepang, Ireland, Italia, Perancis, Jerman, Singapura, Malaysia), dan presentasi jurusan dari 45 alumni Kolese Kanisius yang sukses di bidangnya. Kegiatan ini tidak hanya memperluas wawasan siswa tentang dunia pendidikan, tetapi juga mengajarkan mereka bagaimana bekerja dalam tim dan menjadi tuan rumah yang baik.

Pendidikan spiritual di Kanisius juga menjadi salah satu fondasi kuat yang membedakan sekolah ini dari yang lain. Lebih dari sekadar kegiatan misa rutin setiap minggu, siswa juga diajarkan untuk melakukan refleksi harian. Siswa diwajibkan menuliskan kembali apa yang sudah dialaminya hari itu, bagaimana perasaannya terhadap pengalaman tersebut, dan apa yang bisa diperbaiki dan komitmen untuk melakukan aksi perbaikan tersebut. Refleksi ini membantu siswa merenungkan pengalaman hidup sehari-hari dan menemukan Tuhan dalam setiap momen hidup. Pengalaman penulis dalam melakukan refleksi menunjukkan bagaimana hal ini dapat memberikan ketenangan batin dan membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, terutama dalam situasi moral yang rumit. Di Kanisius, siswa belajar untuk mendengarkan hati nurani dan berani mengambil keputusan yang benar, meskipun harus menghadapi tantangan berat seperti padatnya jadwal kegiatan dan tingginya tuntutan akademik.

Transformasi Diri dan Persahabatan

Penulis juga merasakan transformasi pribadi yang signifikan selama bersekolah di Kanisius. Awalnya, sekolah terasa hanya sebagai kewajiban. Namun, seiring waktu, penulis menyadari bahwa belajar lebih dari sekadar kewajiban dan ambisi untuk meraih nilai setinggi mungkin. Di Kanisius, penulis menemukan keseruan dalam belajar sekaligus mempelajari cara mencari, memahami, dan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan refleksi harian yang dikenalkan sejak dini  dan retret sangat membantu penulis menemukan jati diri dan merumuskan tujuan hidup. Banyak siswa SMA yang masih bingung menentukan langkah setelah lulus, namun berkat bimbingan rohani dan akademik di Kanisius, penulis merasa lebih mantap dalam menentukan jalan hidup selanjutnya.

Tidak hanya transformasi diri, Kanisius juga menawarkan kesempatan untuk membentuk persahabatan sejati. Dalam lingkungan yang penuh kolaborasi, penulis menemukan pentingnya bekerja sama dan saling mendukung, terutama dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks. Pemimpin masa depan harus inklusif dan mampu bekerja sama dengan berbagai pihak. Dengan program-program seperti live in di desa dan ekskursi ke pesantren, Kanisius membekali siswa dengan pengalaman nyata bagaimana menjadi pemimpin yang inklusif dan toleran. Sejarah pun telah membuktikan bahwa Kolese Kanisius tidak hanya mencetak pemimpin yang kompeten, tetapi juga berintegritas dan siap menghadapi tantangan global.

Pendidikan Holistik dan Adaptif

Melalui pendekatan pendidikan yang holistik, mencakup pengembangan IQ, EQ, dan SQ, Kolese Kanisius telah berkontribusi dalam mencetak pemimpin masa depan baik dulu, kini, maupun nanti. Pendidikan di Kanisius juga selalu adaptif terhadap perkembangan zaman, namun tetap  konsisten berorientasi pada sesama dan lingkungan. Hal ini membuat Kanisius tetap relevan dan terus menghasilkan lulusan yang tidak hanya sukses secara profesional, tetapi juga berdedikasi untuk memperjuangkan kebaikan bersama. Pada gilirannya, pendidikan yang menyeluruh seperti ini akan melahirkan pemimpin yang relevan di zamannya dan tetap mampu beradaptasi seiring perubahan waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun