Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diluncurkan oleh pemerintah merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya dalam mengatasi masalah gizi buruk dan stunting.Â
Dari sudut pandang psikologi, program ini tidak hanya berimplikasi pada kesehatan fisik, tetapi juga memengaruhi aspek psikologis individu dan masyarakat. Gizi yang baik berkaitan erat dengan perkembangan kognitif, emosional, dan sosial seseorang, yang semuanya berkontribusi pada kesejahteraan psikologis secara keseluruhan. Gizi yang memadai merupakan fondasi penting bagi perkembangan otak, terutama pada anak-anak.Â
Penelitian dalam psikologi perkembangan menunjukkan bahwa kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat mengganggu proses pembelajaran, daya konsentrasi, dan perkembangan kemampuan kognitif. Anak-anak yang mengalami stunting atau kekurangan gizi kronis cenderung memiliki kemampuan akademik yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh dengan asupan gizi yang cukup.
Menurut teori perkembangan otak, nutrisi adalah bahan bakar utama untuk fungsi kognitif yang optimal. Kekurangan nutrisi tertentu seperti zat besi, yodium, atau omega-3 dapat menghambat pembentukan sinapsis otak, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan berpikir dan belajar anak. Dengan adanya Program MBG, pemerintah memberikan peluang kepada anak-anak untuk mengakses gizi yang cukup, sehingga mereka dapat berkembang secara optimal.Â
Selain itu, gizi buruk sering kali dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan masalah regulasi emosi. Ketika tubuh tidak mendapatkan nutrisi yang cukup, sistem saraf tidak dapat berfungsi dengan baik, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter. Oleh karena itu, menyediakan makanan bergizi melalui program ini dapat membantu mencegah gangguan kesehatan mental yang diakibatkan oleh kekurangan gizi.
Pengaruh Gizi terhadap Kesejahteraan Emosional
Makanan bergizi tidak hanya penting untuk kesehatan tubuh tetapi juga memiliki peran signifikan dalam keseimbangan emosional. Studi menunjukkan bahwa pola makan yang buruk dapat memengaruhi suasana hati seseorang, menyebabkan perasaan lelah, mudah marah, atau bahkan depresi.Â
Sebaliknya, makanan kaya nutrisi dapat meningkatkan kadar neurotransmitter seperti serotonin, yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia dan stabilitas emosional. Ketika individu, terutama anak-anak, mendapatkan makanan bergizi secara rutin, mereka cenderung lebih mampu mengelola emosi dan menghadapi tantangan sehari-hari.Â
Dampak positif ini tidak hanya dirasakan secara individual tetapi juga pada tingkat keluarga dan masyarakat. Program MBG memungkinkan individu yang sebelumnya rentan terhadap gangguan emosional akibat kekurangan gizi untuk merasakan manfaat psikologis dari pola makan yang sehat.
Hubungan Gizi dan Relasi Sosial
Dari perspektif psikologi sosial, penyediaan makanan bergizi juga memengaruhi dinamika hubungan dalam keluarga dan masyarakat. Orang tua yang memiliki akses terhadap makanan bergizi untuk anak-anak mereka cenderung merasa lebih percaya diri dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan antara orang tua dan anak, serta menciptakan lingkungan keluarga yang lebih harmonis.