Mohon tunggu...
Alexandra JasmineRamadanti
Alexandra JasmineRamadanti Mohon Tunggu... Lainnya - pelajar

Hobi bernyanyi, membaca, dan menggambar

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Toxic Positivity

10 Februari 2023   07:24 Diperbarui: 10 Februari 2023   07:26 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecenderungan dalam menuntut dirinya sendiri atau bahkan orang lain untuk berfikiran positif dan menolak emosi negatif disebut juga sebagai "toxic positivity". Emosi negatif yang kita rasakan seperti sedih, marah, kecewa, dan lainnya sangatlah wajar untuk dirasakan. Emosi itu bahkan penting untuk kita ekspresikan. Berfikiran positif memang baik untuk dilakukan, namun apabila kita menolak emosi negatif yang ada, maka kesehatan mental kita dapat terganggu. 

Toxic positivity biasanya timbul secara non verbal. Mereka akan mengeluarkan ucapan yang berkesan positif, bahkan terlalu positif dan mengabaikan emosi negatif. Ucapan positif tersebut biasanya terbentuk untuk menguatkan diri sendiri atau bahkan sebagai akibat timbulnya perasaan simpati terhadap orang lain. Dan apabila secara tidak sengaja mereka mengeluarkan emosi negatif yang mereka miliki, mereka akan merasakan perasaan bersalah yang berlebihan terhadap diri sendiri dan orang lain. 

Optimisme dan "toxic positivity" seringkali dimaknai sama, namun sebenarnya mereka memiliki makna yang berbeda. Orang yang memiliki keyakinan bahwa mereka memiliki harapan yang baik disebut dengan optimisme, sedangkan orang yang memaksakan segala sesuatu agar baik-baik saja disebut sebagai "toxic positivity". Orang yang memiliki sikap "toxic positivity" cenderung bertindak semau mereka. Mereka menganggap bahwa keputusan mereka baik, bijak, dan akan menguntungkan berbagai pihak apabila dilakukan.

Ciri-ciri dari individu yang memiliki sikap "toxic positivity" adalah, tidak jujur terhadap dirinya sendiri, sering menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada orang lain, sering membandingkan, suka menghindari masalah, cenderung menghakimi ketika memberikan motivasi atau nasihat kepada orang lain, dan seringkali meremehkan orang lain. Ciri-ciri ini harus kita kenali sedini mungkin agar kita dapat mencegah dampak yang lebih buruk dari sikap "toxic positivity".

Kamu dapat bersikap positif tanpa harus menjadi toxic. Biarkan dirimu merasakan emosi yang kamu rasakan. Kamu tidak harus menahan emosi negatif tersebut, ekspresikanlah. Selalu ingat untuk melakukan sesuatu sesuai dengan porsinya. Sesuatu yang berlebihan tidak akan berakhir baik, meskipun itu berlebihan dalam berbuat baik. Pikirkan dirimu, pikirkan dampaknya bagi sekitarmu. Menjadi positif itu penting namun jika kamu menjadi "terlalu" positif, besar kemungkinan bagi kamu untuk merasakan kerugian dalam hidupmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun