"Inih...!" katanya dengan tatap mata sejernih telaga.
"Apa ini? Lala menerima sebuah jerigen lalu mengendusnya. "Bensin...?" tanyanya lagi dengan pandang tak mengerti.
"Nanti Kakak tidak bisa pulang loh," ujar si bocah.
"Oh ya? Masa sih?" dijejali rasa ingin tahu, Lala tergerak memeriksa. Astagfirullah, mata Lala terbelalak mendapati merah semerah kaus si Salah pada indikator bensin di motornya. "Buat aku mengerti, Sayang. Bagaimana kamu bisa tahu?"
Bocah itu lalu mengacungkan telunjuknya ke arah tenggara. Lala memicingkan mata minusnya, pandang matanya payah disebar ke segala arah, mencari imaji yang ditunjukkan si bocah.
Seekor kuda berjalan gontai. Surai hitamnya melambai-lambai. Kulit hitamnya mengkilat aduhai. Jalitheng? Senyum Lala bahagia melihat kuda pujaannya, namun memudar demi melihat wajah datar Fatih bertengger jumawa di atas pelana.
"Si Nona Ceroboh ini tercyduk, naik motor tak berijin, abai pula isi bensin, hmm... apa jadinya kau tanpa aku?"
Dan segerombolan kambing pun serempak mengembik. Lintang pukang kena hardik. Jalitheng, kuda hitam itu keras meringkik seraya mengangkat kaki depannya dengan heroik. Auuh,
Lala tak tahu harus terpesona atau geram tak terkira pada koboi kampung ini.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H