Kaus kaki Ramonsky
-o0o-
“Muum!”
“Yaa Mas!” sahut Mumum dengan ‘ya’ bergelombang panjang seperti penyanyi yodel. Uhh, paling cari sesuatu ngga ketemu, tapi teriaknya seperti Tarzan, Mum menggerutu. Sambil mengelap telapak tangannya ke apron, ia tergopoh menyatroni si empunya suara berat tapi empuk di telinga itu.
“Pada migrasi kemana sih kaos kakigua, ha?”
Mum sontak terbelalak melihat isi laci terburai. Kaus-kaus kaki ramai berserakan di lantai, semua bercerai dengan pasangannya tak diketahui sebabnya. Dan laki-laki manja ini masih bertanya ‘pada migrasi kemana kaus kakigua?‘
“Lah ini, iniih, niku, nikuu, ono-nooh, apadong namanya Maskalau bukan kaus kaki?” Mum menunjuk tiap kaus kaki itu dengan muka masam dan sebal. “Ini kan kaus kaki tho, Mas? Bahasa Jepangnya Kutsushita, bahasa Cinanya Wazi, bahasa Koreanya Yangmal, bahasa Tagalognya Medyas, bahasa Inggrisnya Sock, bahasa Jermannya Socke, bahasa Belandanya Sok, tapi bukan sok atuh dalam bahasa Sunda,” sambung Mum panjang lebar. Hatinya masih tak senang, sudah diteriaki seperti maling kesiangan, tergopoh pula ia tinggalkan pekerjaan pentingnya, dan semua itu hanya untuk…kaus kaki?
Rahang Ramon mengeras. Naik turun dan mengeras lagi. Si Mumun jelek ini memang tak boleh dianggap remeh untuk urusan debat kusir.
“Gua juga tau ini-itu, ono-nooohh, kaus kaki, Mum. Tuh, tuh ituh semua juga kaus kaki,” berkata kalem Ramonsky sambil membenamkan segenggam kaus kakinya ke wajah Mum.
Hmpffhh!
Mendadak gulita di wajahnya, Mum hilang keseimbangan, lalu terduduk di kursi pijat otomatis. Bruk! Dan tak sengaja sikunya menekan tombol On. Mum rileks sejenak. Aah, memang benar apa kata orang tua. Dibalik derita pasti ada bahagia. Batin Mum bersurak huray!