"Adik Irma ingin pintar, ia mau menjadi menteri yang berani mengusulkan peningkatan perhatian setinggi-tingginya untuk anak-anak seperti Ihsan dan adik Irma." Di layar tampak Irma memamerkan gigi susu yang sebagian hitam.
"Ihsan mau jadi presiden yang amanah, tidak asal tanda tangan, tidak terus-terusan menaikkan harga pangan supaya Ihsan bisa makan nasi yang putih, bersih, dan pulen. Dan kalau sudah jadi presiden, Ihsan mau bawa ibu ke dokter, supaya ibu bisa melihat Ihsan dan Irma, tak hanya meraba dan mendengar suara saja."
Permohonan Ihsan meluncur lancar dari lubuk ketulusannya, tak ada dialog di atas kertas yang kupaksakan ia untuk dibaca.
Pemirsaku terpaku pada slide demi slide yang silih berganti. Ihsan ataukah kepandaikanku mengekspos gambar hingga kehidupan seorang anak manusia nyata tanpa rekayasa mampu mengubah persepsi mereka tentang kehidupan dunia nyata. Yeah, walau untuk sekedar ajang pemenuh nafsu media atau capaian prestasi pemuas my greedy.
Gemuruh tepuk tangan, standing ovation, decak kagum dan sudut-sudut mata berkubang air mata. Lalu pidato dan ucapan terima kasih sebagai tradisi. Media dengan senang hati akan melimpahi dengan headline-headline membanggakan. Ucap selamat, jabat tangan erat, dan pujian sebagai sineas hebat, mungkin selaiknya milik Ihsan? Tapi Ihsan sedang sibuk berlakon, di sana, di layar besar terkembang di belakang podium tempatku berdiri, Ihsan dan keluarganya tengah berjuang memenuhi janjinya akan sebuah trofi yang pasti kucapai di ajang penghargaan bergengsi. Semua itu akan menjadi recommend tentang betapa sosokku amatlah berkompeten.
Semua, thanks to Ihsan... Ya, Ihsan. Sesungguhnya satu? Atau mungkin dua tahun lalu pernah ada kisah setali tiga uang dengan cerita pilumu. Namanya Tasripin dan adik-adiknya. Berikutnya entah siapa. Berikutnya? Aku ingin menghapus kata 'berikutnya', berharap tak ada lagi Ihsan, Tasripin, Ali, tak perlu mengabsen nama, namun tampaknya kepulauan besar ini takkan pernah kehabisan cerita nestapa dari anak-anak negerinya. Cerita yang baru akan mengetuk relung hati tatkala kepapaan itu tuntas dieksploitasi...
-o0o-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H