Mohon tunggu...
Jasmine Putri arumsari
Jasmine Putri arumsari Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

sangat antusias terhadap teknologi dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Identitas Nasional di Tengah Tantangan Globalisasi dan Pluralitas

5 Desember 2024   17:45 Diperbarui: 5 Desember 2024   17:48 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Bendera Merah Putih Sebagai Identitas Nasional (Sumber: Koleksi Pribadi)

Fenomena ini, meskipun membawa pengaruh positif dalam memperkenalkan budaya dunia kepada masyarakat Indonesia, juga membawa risiko besar terhadap pelestarian budaya lokal. Misalnya, musik K-pop yang sangat digemari oleh banyak anak muda Indonesia, atau drama Korea yang banyak ditonton oleh berbagai kalangan, perlahan-lahan menggantikan ruang yang sebelumnya diisi oleh seni tradisional Indonesia, seperti musik gamelan, tari tradisional, atau pertunjukan wayang. Kebiasaan mengonsumsi produk budaya global ini dapat menyebabkan generasi muda merasa lebih terhubung dengan budaya luar daripada budaya lokal mereka.

Proses ini dikenal dengan istilah "erosion of local culture" atau pengikisan budaya lokal. Fenomena ini tidak hanya mengubah cara orang berinteraksi dengan budaya mereka, tetapi juga menggeser nilai-nilai budaya yang telah ada sejak lama. Misalnya, seni tradisional yang tidak mendapatkan perhatian lebih dari generasi muda dapat terancam punah, atau sekadar menjadi atraksi budaya yang hanya dilihat sebagai bagian dari warisan, bukan bagian dari kehidupan sehari-hari.

Lebih jauh lagi, fenomena ini juga memperburuk krisis identitas yang sering muncul di tengah masyarakat yang terpapar globalisasi. Dalam banyak kasus, masyarakat merasa terpecah antara mempertahankan tradisi budaya lokal dan mengadopsi nilai-nilai budaya global yang dianggap lebih modern atau lebih relevan dengan kehidupan zaman sekarang. Featherstone (1995) mencatat bahwa globalisasi dapat menciptakan dualisme dalam identitas masyarakat. Di satu sisi, ada upaya untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai lokal, sedangkan di sisi lain, ada dorongan untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih global, terutama di kalangan generasi muda.

Krisis Identitas dalam Konteks Globalisasi

Krisis identitas merupakan salah satu dampak paling mencolok yang ditimbulkan oleh globalisasi. Masyarakat yang terpapar pada budaya asing yang kuat sering kali menghadapi dilema antara dua pilihan yang saling bertentangan: mempertahankan identitas lokal atau mengadopsi budaya global yang dianggap lebih progresif dan modern. Fenomena ini menjadi lebih kompleks ketika generasi muda, yang lebih terbuka terhadap budaya luar, merasa bahwa budaya lokal terlalu ketinggalan zaman atau tidak relevan lagi dengan kehidupan mereka.

Globalisasi yang didorong oleh kemajuan teknologi informasi, media sosial, dan internet mempercepat proses interaksi antarbangsa dan pertukaran budaya. Masyarakat muda sering kali merasa lebih dekat dengan budaya global, seperti tren fashion, musik, atau bahkan gaya hidup yang ditawarkan oleh negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan. Produk-produk budaya dari negara-negara ini sering kali lebih mudah diakses dan lebih menarik bagi mereka daripada produk budaya lokal.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa budaya lokal sepenuhnya hilang. Sebaliknya, munculnya media sosial dan platform digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok juga memberikan ruang bagi budaya lokal untuk berkembang dan menyebar secara global. Artis-artis Indonesia yang mengusung musik tradisional atau budaya lokal semakin dikenal di luar negeri. Media sosial juga memungkinkan terciptanya interaksi budaya yang lebih berimbang, di mana budaya lokal dapat saling berinteraksi dengan budaya luar dan bahkan membentuk identitas baru yang lebih inklusif dan beragam.

Pluralitas dan Representasi dalam Identitas Nasional

Pluralitas adalah elemen mendasar yang membentuk identitas nasional Indonesia. Dengan lebih dari 300 kelompok etnis, ratusan bahasa daerah, serta beragam agama dan kepercayaan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan keragaman budaya terbesar di dunia. Kekayaan ini memberikan Indonesia karakter yang unik dan menjadi aset yang tak ternilai. Namun, keberagaman tersebut juga membawa tantangan yang memerlukan pengelolaan yang bijak agar pluralitas tidak justru menjadi sumber perpecahan.

Keragaman budaya, bahasa, dan tradisi memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk identitas nasional Indonesia. Setiap daerah memiliki kekayaan budaya yang mencerminkan ciri khas dan nilai-nilai lokal yang mendalam. Misalnya, tarian tradisional Bali, rumah adat Toraja, hingga seni musik Minangkabau adalah representasi dari beragam ekspresi budaya yang membanggakan. Namun, dalam praktiknya, pluralitas ini sering kali tidak mendapat pengakuan yang setara dalam representasi budaya nasional.

Salah satu masalah utama adalah dominasi budaya mayoritas, seperti budaya Jawa, yang sering menjadi wajah utama identitas nasional. Hal ini terlihat dalam berbagai representasi nasional, seperti seni pertunjukan yang lebih sering mengangkat budaya Jawa dibandingkan budaya lain seperti Papua, Nusa Tenggara, atau Maluku. Seni tradisional dari daerah-daerah ini sering kali tidak mendapatkan perhatian yang cukup dalam platform nasional, baik dalam bentuk promosi budaya maupun pengembangan kebijakan kebudayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun