Mohon tunggu...
Jasmine Azzahra
Jasmine Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Pers

30 Januari 2024   11:19 Diperbarui: 30 Januari 2024   11:33 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori adalah sebuah gambaran terhadap sekumpulan pada konsep, definisi dan proporsisi yang terkait pada sistematis yang dapat menjelaskan dan juga dapat memprediksi fenomena yang terjadi di lapangan.

Lalu, bagimana hubungan antara teori dalam teori pers? Sebelum mencari tau tentang hal itu, akan ada pejelasan singkat tentang teori komunikasi itu sendiri, sehingga teori pers akan bersangkutan. Komunikasi adalah pengiriman atau juga dapat berupa penerimaan pesan dan berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sehingga, keduanya akan saling bersangkutan karena keduanya membahas tentang aspek-aspek dasar mengenai komunikasi. Teori pers sendiri memang lebih fokus kepada "bagaimana" media massa mempengaruhi masyarakat, sementara untuk komunikasi adalah penjelasan tentang konsep-konsep dasar mengenai cara kerja komunikasi itu sendiri.

Berdasarkan pada landasan teori dari materi kelompok kami "Teori Pers" yaitu, Pers sendiri berasal dari bahasa Inggris yang secara etismologis adalah press, yang artinya jika dalam Bahasa Indonesia adalah percetakan. Sehingga, dalam artian besar menurut KBBI pers berarti adalah cetak dan secara maknawiah artinya adalah penyiaran secara tercetak atau juga dapat sebagai publikasi secara dicetak (Poerwodarninto W.J.S, 1985). Dan pada jaman Evolusi di Indonsia itu sendiri peran media dalam masyarakat modern peran media dalam membentuk pandangan masyarakat dan memengaruhi opini publik menjadi semakin signifikan. maka dari itu dibentuklah etika pers,  yang mana dalam pemerintahan Indonesia sekarang mencakup prinsip- prinsip yang memandu hubungan antara wartawan dan pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Berikut beberapa unsur --unsur etika pers di pemerintahan Indonesia melibatkan:

1. Akses Terbuka: Pemerintah diharapkan untuk memberikan akses yang sebanyak mungkin kepada wartawan untuk mendapatkan informasi.

2. Komunikasi yang Jujur: Pemerintah diharapkan untuk memberikan informasi yang jujur dan tidak menutup-nutupi fakta.

3. Perlindungan Terhadap Keamanan Wartawan: Etika pers di pemerintahan melibatkan perlindungan terhadap keamanan dan kebebasan wartawan.

4. Toleransi Terhadap Kritik: Pemerintah seharusnya menerima kritik sebagai bagian dari proses demokrasi.

5. Hak Jawab dan Koreksi: Pemerintah diharapkan untuk memberikan hak jawab kepada individu

Setelah mengenal tentang Teori pers itu sendiri dan bagaimana pers memiliki kode etiknya sendiri, ini adalah beberapa teori pers dari seluruh dunia yang memang pernah di gunakan dari waktu ke waktu

1. Teori pers otoriter (authoritarian theory) adalah salah satu teori pers yang paling tua, berasal dari abad ke-16. Teori ini berasal dari falsafah kenegaraan yang membela kekuasaan absolut. Dalam teori ini, negara memiliki kedudukan lebih tinggi daripada individu dalam skala nilai kehidupan sosial. Fungsi Pers Dalam teori pers otoriter, fungsi pers adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah dan mengabdi kepada negara. Pers tidak boleh mengkritik pemerintah atau kebijakannya. Pers harus menjadi alat propaganda pemerintah untuk menyebarkan informasi dan pesan-pesan yang menguntungkan pemerintah. Teori pers otoriter telah diterapkan di berbagai negara, termasuk di Indonesia pada masa Orde Baru. Pada masa itu, pers dikontrol ketat oleh pemerintah dan tidak boleh mengkritik pemerintah atau kebijakannya.

2. Teori pers bebas (libertarian theory) adalah salah satu teori pers yang paling populer, berasal dari abad ke-18. Teori ini didasarkan pada falsafah liberalisme yang menekankan kebebasan individu. Dalam teori ini, individu memiliki hak untuk menyatakan pendapat dan memperoleh informasi tanpa campur tangan pemerintah. Dalam Teori pers bebas, fungsi pers adalah untuk mencari dan menyebarkan kebenaran. Pers harus bebas untuk mengkritik pemerintah atau kebijakannya. Pers harus menjadi kontrol sosial terhadap pemerintah dan melindungi hak-hak individu. Teori pers bebas telah diterapkan di berbagai negara, termasuk di Amerika Serikat. Pada masa itu, pers bebas berkembang pesat dan berperan penting dalam perkembangan demokrasi di Amerika.

3. Teori Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility Theory). Menurut Mulyono Sri Hutomo menjelaskan dalam buku nya Pengantar Teori Pers Tanggung jawab sosial, yaitu Teori Tanggung jawab sosial memiliki asumsi mengenai kebebasan yang sebanding di dalam nya. Pers juga menempati kedudukan yang terhormat di lingkup pemerintahan, yang artinya pers memiliki bentuk tanggung jawab kepada masyarakat dengan melaksanakan fungsi utama komunikasi massa.

4. Totalitarian Media Theory. Totalitarian teori merupakan bentuk inovasi yang dikembangkan di abad ke -20 yang dipengaruhi masa perang dingin. Teori ini digunakan pada saat itu untuk bahan pengambilan keputusan atas kebijakan luar negeri ke seluruh negara-negara Barat, dengan menjalankan sistem sosialis Soviet Rusia yang diharapkan dapat memfasilitasi informasi yang dipertanggungjawabkan kepada publik yang tidak bersifat monopolitik.

Kemudian pertanyaan muncul, apa yang pers di Indonesia gunakan saat ini? saat ini pers di Indonesia menggunakan Teori Pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility Theory), lalu bagaimana keadaan pers di Indonesia saat ini? secara umum dapat dikatakan masih berada dalam kondisi yang baik. Hal ini terlihat dari hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) yang dirilis oleh Dewan Pers pada tahun 2023. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa IKP Indonesia berada pada angka 71,57, yang masih berada dalam kategori cukup bebas. Namun, jika dilihat lebih detail, terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam keadaan pers Indonesia saat ini. Salah satunya adalah masih adanya kasus kekerasan terhadap jurnalis dan kriminalisasi terhadap insan pers. Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen, sepanjang tahun 2022 terjadi 61 kasus kekerasan terhadap jurnalis; meningkat 18 kasus dibandingkan tahun 2021. Kasus-kasus tersebut tentu menghambat kebebasan pers dalam menjalankan tugasnya untuk memberikan informasi kepada publik. Selain itu, masih adanya intervensi kepentingan, baik dari pemerintah maupun dari pihak-pihak lain, juga menjadi tantangan bagi pers Indonesia.

Dibuat Oleh : Annisa Fee Amanda, Arya Rahman, Danto Erfantoro Isa, Rachmagita Salsabila, Shakira Zevina, Tamara Ramadhanis, Yudhistira Wirawan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Ilmu Komunikasi - Universitas Nasional

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun