Mohon tunggu...
Jasmine Aurel
Jasmine Aurel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa prodi psikologi di Universitas Pembangunan Jaya

menulis dan membaca tentang siklus kehidupan yang dialami

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pengaruh Tingkat Prestasi Akademik Anak di Lingkungan Sekolah Menentukan Kesuksesan atau Kegagalan

25 Mei 2023   18:40 Diperbarui: 8 Juni 2023   06:51 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekolah merupakan lembaga yang sistematis karena didalamnya terjadi proses sosialisasi yang dapat memberikan dampak kepribadian anak dan kemampuan akademik maupun non-akademik. Lingkungan sekolah turut menentukan karakteristik dan tingkat prestasi akademik anak yang mendorong sehingga akan berkembang secara optimal. Selain karakteristik dan tingkat prestasi, setiap anak memiliki tingkat konteks kehidupan mereka dari keluarga dekat hingga apa yang terjadi di dalam kelas hingga pesan yang diterima dari teman sebaya dan dari budaya yang lebih kuat mempengaruhi seberapa baik mereka di sekolah.

Urie Bronfrenbrenner merupakan pengagas dari teori ekologi perkembangan. Brenner adalah ahli psikologi dari Cornell University, Amerika Serikat. Teori yang beliau kembangkan dimana imbas dari interaksi lingkungan kepada individu sendiri saling mempengaruhi. Artinya hubungan antar lingkungan dan individu mampu membentuk dan menghasilkan perilaku yang terjadi. Lingkungan sekitar dapat memberikan wawasan serta menjelaskan efek dari interaksi interpersonal.

Keyakinan akan kemampuan diri

Siswa/i yang memiliki efikasi diri (kemampuan) yang tinggi percaya bahwa mereka dapat menguasai tugas sekolah dan mengatur pembelajaran mereka sendiri. Mereka lebih kemungkinan untuk berhasil daripada siswa yang tidak percaya pada kemampuan mereka, sebagian karena efikasi diri yang tinggi memiliki efek positif pada motivasi. Selain itu, berprestasi di sekolah akan meningkatkan efikasi diri, yang sekali lagi menghasilkan sikap dan perilaku yang cenderung mengarah pada kesuksesan akademis. Sayangnya, hal yang sebaliknya juga berlaku. Siswa yang tidak percaya pada kemampuan mereka untuk berhasil cenderung menjadi frustrasi dan tertekan yang membuat kesuksesan semakin sulit dipahami dari waktu ke waktu.

Jenis Kelamin

Anak perempuan cenderung lebih patuh dan teratur di sekolah dibandingkan anak laki-laki. Mereka menerima nilai yang lebih tinggi, rata-rata, di setiap mata pelajaran, lebih kecil kemungkinannya untuk mengulang kelas, lebih sedikit mengalami masalah di sekolah, mengungguli anak laki-laki dalam penilaian membaca dan menulis dan cenderung lebih baik daripada anak laki-laki dalam tes dengan waktu tertentu. Hal ini disebabkan anak laki-laki pada masa sekolah dasar awal lebih menyukai waktu bermain dan kurangnya fokus kepada materi yang diberikan oleh guru, sedangkan anak perempuan mereka selalu fokus kepada gurunya serta tugas yang diberikan oleh sang guru.

Keterlibatan Orangtua

Keterlibatan orang tua memiliki efek positif pada prestasi akademik anak. Namun, beberapa bentuk keterlibatan tampaknya lebih efektif daripada yang lain. Misalnya, bantuan pekerjaan rumah belum secara konsisten terkait dengan prestasi akademik yang lebih unggul. Keterlibatan sekolah, termasuk partisipasi orang tua dalam acara dan kegiatan sekolah dan komunikasi yang baik dengan guru. Namun, efek terkuat dari keterlibatan orang tua berpusat pada harapan orang tua. Orang tua yang berharap bahwa anak-anak mereka akan berprestasi dan aktif di sekolah.

Penerimaan oleh Teman Sebaya

Anak-anak yang tidak disukai oleh teman sebayanya cenderung berprestasi buruk di sekolah, dan hubungan tersebut mendasari bagi anak laki-laki dan perempuan. Bisa jadi karakteristik beberapa anak, termasuk agresi dan perilaku menentang, menyebabkan mereka berprestasi buruk di sekolah dan tidak disukai oleh teman sebaya. Kemudian, prestasi akademis mereka yang kurang baik dan menjadi korban perundungan teman sebaya menyebabkan kecemasan, depresi, dan penurunan dalam prestasi akademis.

Selain itu, guru juga dapat berfungsi sebagai penyangga terhadap beberapa dampak dari interaksi teman sebaya yang negatif, baik dengan membangun hubungan yang hangat dengan anak yang ditolak oleh teman sebaya dan identitas sosial yang positif perlu didorong. 

Status Sosial - Ekonomi

Faktor yang kuat dalam pencapaian pendidikan tidak dengan sendirinya, tetapi melalui pengaruh terhadap suasana keluarga, pilihan lingkungan tempat tinggal, keterlibatan pengasuh, dan harapan orang tua terhadap anak. Umumnya, kesenjangan prestasi antara siswa yang diuntungkan dan yang tidak diuntungkan melebar dari taman kanak-kanak hingga kelas tiga sekolah dasar.

Liburan akhir tahun atau hari raya lainnya berkontribusi pada kesenjangan ini karena perbedaan dalam situasi lingkungan rumah dan dalam pengalaman belajar pada libur akhir tahun yang dimiliki anak-anak, terutama yang berkaitan dengan membaca dan berpikir.

Selain itu, karena kesenjangan pendapatan antara keluarga kaya dan miskin semakin besar, kesenjangan prestasi antara anak-anak kaya dan miskin juga semakin besar. Selain faktor-faktor tersebut, status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi perkembangan otak itu sendiri. Sebagai contoh, anak-anak yang hidup dalam status ekonomi yang rendah kemungkinan terpapar racun lingkungan seperti limbah sampah, yang dapat berdampak negatif pada perkembangan otak dan cenderung tidak memiliki akses ke makanan sehat dan lebih mungkin menderita kekurangan nutrisi.

Selain itu, kemiskinan dikaitkan dengan stres yang lebih tinggi, dan tingkat stres kronis yang tinggi dapat memiliki efek negatif langsung terhadap perkembangan anak. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang hidup dalam kemiskinan memiliki volume materi 3 hingga 4 persen lebih sedikit di lobus frontal (memproses berpikir, akal budi, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan), lobus temporal (proses berbicara) dan hipokampus (penyimpanan dan pengolahan memori jangka panjang), yang berimplikasi pada fungsi akademis.

Penggunaan Media

Penggunaan media memberikan efek penyitaan waktu belajar anak. Penggunaan media pada golongan anak sekolah dasar memberikan pengaruh yang positif serta negatif. Siswa/i yang menggunakan media tanpa kenal waktu dan tujuan yang tidak benar akan sangat menghambat proses akademisnya. Anak-anak berusia 6 hingga 12 tahun menghabiskan waktu sekitar 14 jam per minggu untuk menonton televisi. Lebih sedikit waktu (1 jam 20 menit per minggu) dihabiskan di depan komputer. Dari jumlah tersebut, sebagian besar waktu dihabiskan untuk bermain video game, penggunaan internet – media sosial, dan sisanya ialah belajar.

Jenis paparan media ini memiliki pengaruh yang berbeda-beda, tergantung pada jenis media yang fokuskan serta jenis kelamin anak. Sebagai contoh, televisi dikaitkan dengan tergesernya pengalaman yang lebih bermanfaat bagi sang anak seperti bermain atau tidur. Penggunaan komputer/laptop sering dikaitkan dengan anak laki-laki yang lebih cenderung bermain video game yang mengandung kekerasan, dikaitkan dengan peningkatan masalah perilaku agresif.

Maka dari itu, pengaruh tingkat prestasi akademik anak di lingkungan sekolah ditentukan oleh karakteristik dari sang anak itu sendiri dalam menghadapi lingkungan di sekitarnya dan dukungan serta perhatian yang kuat dari orang tua, karena orangtua yang memberi dukungan penuh terhadap anaknya cenderung memberikan efek seperti, semangat, termotivasi, terbimbing dan memperoleh perubahan dalam hidupnya ke arah yang lebih baik. Selalu yakin akan kemampuan akademisnya, akrab dengan teman sebaya, dan melakukan jeda waktu untuk penggunaan media di selang harinya, seperti membaca buku dan belajar.

Dengan melalui proses tersebut anak akan mulai nyaman dengan kegiatan yang mereka lakukan dan memberikan hasil tingkat prestasi anak akan jauh lebih bagus di setiap perkembangannya. Selain itu, anak dengan faktor lingkungan yang buruk akan menimbulkan tingkat prestasi yang menurun dikarenakan adannya tidak mengenal waktu bermain video game, ragu akan kemampuan dirinya, memiliki tempat tinggal yang kurang bersih berdampak negatif pada perkembangan otak serta kurangnya perhatian yang baik dari orangtua atau pengasuh dari sang anak itu sendiri. 

Referensi: 

Papalia, D & Martorell, G. (2021). Experience human development 14th edition. McGraw-Hill Education

Santrock, J.W. (2018). Life-span development 17th edition. McGraw-Hill Education.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun