Mohon tunggu...
Jasmine Nur Aisyah
Jasmine Nur Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Malang

Feminis n humanis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Era Digital dan Keamanan Siber: Menghadapi Ancaman Global

26 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 26 Desember 2024   21:46 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

METODE PENELITIAN  

Dalam penelitian ini menggunakan metode kajian literatur yang melibatkan pencarian dan analisis terhadap sumber-sumber literatur yang relevan dengan topik penelitian. Fokus kajian adalah memahami fenomena kejahatan siber dan strategi perlindungan data dalam konteks Indonesia. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menelaah jurnal ilmiah, laporan keamanan siber, dokumen pemerintah, serta artikel berita yang mendukung pembahasan. Model penelitian yang digunakan adalah model deskriptif untuk menggambarkan tantangan yang dihadapi dalam keamanan siber serta solusi yang dapat diterapkan. Analisis data dilakukan secara kualitatif untuk mengidentifikasi pola dan tema yang muncul dari literatur yang dikaji. Kajian ini diharapkan memberikan wawasan praktis sekaligus rekomendasi yang dapat diterapkan oleh individu, organisasi, dan pembuat kebijakan dalam memperkuat keamanan informasi di era digital.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN  

Dalam kejahatan siber, jenis-jenis kejahatan yang dilakukan sebagian besar dibagi menjadi dua kategori, yaitu kejahatan yang memanfaatkan teknologi (kejahatan siber yang diaktifkan oleh teknologi) dan kejahatan yang memerlukan teknologi untuk terjadi (kejahatan siber yang bergantung pada teknologi) (Dupont & Whelan, 2021, hlm. 79). Meskipun sebelum memiliki kategorisasi sendiri dalam bidang kejahatan siber, sebelumnya kejahatan siber disebut sebagai kejahatan komputer. Hal ini karena kejahatan komputer lebih ditargetkan pada perangkat komputer itu sendiri seperti mengakses komputer tanpa izin, dengan sengaja merusak sistem komputer, atau mencuri data di komputer (Choi et al., 2020, hlm. 32).

Sementara itu, perangkat elektronik berkembang dan tidak hanya berbasis komputer saja, selain itu kejahatan yang dilakukan juga tidak lagi memiliki fokus hanya pada komputer. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (2022), kejahatan siber juga merupakan bentuk perkembangan kejahatan lintas batas, di mana kejahatan ini dapat melintasi batas tempat dan waktu. Selain pelaku ekosistem di dalam kejahatan siber selain pelaku juga melibatkan pembantu (orang yang menciptakan sistem yang digunakan sebagai tempat untuk tindakan kejahatan), penjaga siber (lebih cenderung kepada pemerintah atau administrator sistem itu sendiri), dan yang paling penting adalah adanya korban dalam ekosistem kejahatan siber. Menurut Choi, et al., (2020: 33) ada beberapa jenis pelaku kejahatan siber seperti cyberpunks, teroris yang melakukan tindakan terorisme menggunakan siber, pemula, ahli pemrograman komputer, peretas, kriminal profesional, dan orang dalam. Dalam berbagai jenis pelaku, perlu diperhatikan bahwa peretas tidak seluruhnya merupakan penjahat karena ada peretas yang dianggap sebagai penjaga karena mereka tidak berniat melakukan kejahatan. 

Jenis kejahatan yang dikategorikan sebagai kejahatan siber mencakup banyak yang berkaitan dengan data, baik data milik hak kekayaan intelektual, pribadi, perusahaan, dll., di mana data tersebut dicuri, rusak, atau dihancurkan oleh penjahat siber (Thangamuthu et al., 2019, hlm. 1). Sementara itu, bentuk lain dari kejahatan siber dapat berupa pencurian uang dengan melakukan penipuan, pemerasan, dll., secara online. Kemudian penghancuran nama baik seseorang melalui internet juga termasuk dalam kejahatan siber. Menurut Pospisil, et al., (2019: 200) pelaku kejahatan siber memiliki motivasi yang umumnya dikategorikan menjadi tujuh motivasi, yaitu: (1) Ego, (2) Ideologi, (3) Keuangan, (4) Balas dendam, (5) Tantangan, (6) Perasaan Jahat/Nakal, dan (7) Rekognisi. Setiap pelaku akan memiliki motivasi yang berbeda dan mungkin memiliki lebih dari satu motivasi saat melakukan kejahatan siber. Motivasi-motivasi ini akan mendorong pelaku untuk melakukan kejahatan siber yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu kejahatan yang memanfaatkan teknologi dan memerlukan teknologi seperti komputer dan perangkat elektronik lainnya. Dalam kategori kejahatan yang memerlukan teknologi, berdasarkan motivasinya, mereka dibagi menjadi jenis-jenis kejahatan dengan tujuan balas dendam dan kejahatan dengan tujuan keuangan. Sedangkan untuk kejahatan yang menggunakan teknologi, sesuai dengan motivasi pelaku, mereka dibagi menjadi jenis-jenis kejahatan dengan tujuan pamer, keyakinan, dan pengikut (Pospisil et al., 2019, hlm. 200).

Melindungi perangkat dari cyber attack akan melangsungkan pemeliharaan data atau yang dikenal sebagai data maintenance. Tindakan pemeliharaan ini memegang peran penting dalam menjaga keamanan perangkat dari potensi ancaman serangan siber. Data maintenance melibatkan berbagai aspek, termasuk penghapusan data yang sudah tidak relevan atau sudah kedaluwarsa, pembaruan data dengan informasi terbaru, deteksi dan perbaikan kesalahan data, serta pelaksanaan prosedur keamanan untuk melindungi data dari potensi ancaman seperti serangan siber atau kerusakan fisik. Data maintenance juga mencakup pemastian integritas data, yaitu memastikan bahwa data tidak mengalami perubahan yang tidak sah atau tidak diinginkan. Ini bisa mencakup pemeriksaan untuk memastikan bahwa data tidak rusak atau terkontaminasi, serta tindakan untuk mencegah atau mendeteksi kondisi keamanan. Dengan menjaga data tetap terlindungi dan aman, organisasi dapat menghindari sanksi dan masalah hukum yang mungkin timbul akibat pelanggaran privasi. Namun, perlu diingat bahwa data maintenance bukanlah tugas satu kali saja. Ini adalah usaha berkelanjutan yang memerlukan komitmen dan sumber daya untuk me

Data pribadi wajib untuk dilindungi dan dijaga kerahasiaannya, agar hak konstitusional warga negara dapat dikatakan terjamin. Data pribadi merupakan informasi yang berkaitan dengan identitas seseorang, Contohnya, Kartu Keluarga, (KK), Nomor induk kependudukan (NIK), dan lain sebagainya. Namun sangat disayangkan akhir-akhir ini, dugaan kasus kebocoran data pribadi semakin mencuat, bahkan Indonesia menduduki peringkat ke-3 di dunia, dengan kasus kebocoran data terbanyak. Maraknya kasus cybercrime terjadi mencerminkan bahwa sistem keamanan dan regulasi di Indonesia belum cukup kuat. Kerentanan penyalahgunaan data pribadi milik seseorang adalah konsekuensi dari permasalahan ini. Pihak yang tidak bertanggung jawab, akan menggunakan data tersebut untuk melancarkan tindak kejahatannya missal :dimanfaatkan untuk penipuan, pembajakan, akses ilegal, manipulasi Dalam UU ITE Pasal 30 ayat (1) menjelaskan bahwa “setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas sistem informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem elektronik tertentu milik orang lain.” Dapat kita maknai bahwa, kasus peretasan adalah salah satu Tindakan melawan hukum dan dapat diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan yang berlaku, selain itu sanksi juga akan diberikan untuk memberikan efek jera kepada pelaku akibat Tindakan yang ia lakukan.

`Pentingnya privasi pribadi di internet tidak bisa diabaikan. Setiap kali kita menggunakan layanan online, seperti media sosial, pencarian web, atau aplikasi berbasis cloud, kita memberikan data dan informasi pribadi kepada perusahaan dan platform tersebut. Informasi ini bisa meliputi nama, alamat email, lokasi geografis, hingga kebiasaan dan preferensi kita. Oleh karena itu, upaya untuk melindungi privasi adalah suatu keharusan. Langkah pertama dalam melindungi privasi adalah mengenal dan memahami kebijakan privasi dari layanan yang kita gunakan. Penting untuk membaca dengan cermat apa yang perusahaan atau platform dapat lakukan dengan data pribadi kita. Ini akan membantu kita mengambil keputusan yang bijak dalam membagikan informasi pribadi. Selanjutnya, pengaturan privasi yang ada dalam akun kita harus diperiksa dan disesuaikan sesuai preferensi. Misalnya, dalam media sosial, kita bisa mengatur siapa yang dapat melihat konten kita dan siapa yang dapat mengirimkan permintaan pertemanan. Juga, mengaktifkan autentikasi dua faktor (2FA) adalah langkah penting untuk melindungi akun kita dari akses yang tidak sah.

  KESIMPULAN

Kejahatan siber atau cybercrime merupakan bentuk kejahatan yang terkait erat dengan teknologi informasi dan komunikasi. Bidang ini melibatkan berbagai tindakan kriminal yang menggunakan teknologi, seperti komputer, perangkat elektronik, dan jaringan internet sebagai sarana untuk melakukan pelanggaran. Perlindungan data dari serangan siber dan pemeliharaan data menjadi krusial dalam era digital ini. Serangan siber dapat mengakibatkan pencurian data, gangguan operasional, dan kerugian finansial. Praktek ini melibatkan pemantauan, pembaruan, perbaikan, dan manajemen umum terhadap data agar tetap sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun