Apa itu freegan?
Selama ini paling kita mengenal hanya istilah vegan = vegetarian = pemakan nabati, salah satu dari istilah diet manusia. Freegan bisa jadi mengambil istilah dari vegan itu sendiri, diplesetin menjadi freegan.
Lalu, apanya yang free? Kalo vegetarian adalah diet dengan makan sayur-sayuran. Apakah freegan berarti diet dengan makan sebebas-bebasnya? Bukan. Freegan adalah diet 'dompet'. Bukan mengemis makanan, tapi adalah gaya hidup menekan pengeluaran makan, tapi tetap bisa kenyang 3 kali sehari.
Gak ada bedanya sama kucing yang dengan mudah mencari makan di mana pun. Manusia juga bisa menerapkan hal yang sama. Mencari bahan makanan di tempat sampah adalah esensi gaya hidup freegan. Pikirmu, siapa orang waras yang mau cari makan dari tempat sampah? Berita terupdate
Namanya, adalah Daniel Tay, seorang warga asal Singapur yang punya gaya hidup freegan seperti ini.
Sudah membayangkan kejijikannya? Itu mungkin karena kamu membayangkan sampahnya adalah sampahnya penduduk Indonesia.
Singapura itu punya regulasi yang sangat ketat untuk mengatur perilaku manusia dan hubungannya dengan lingkungan. Meski disebut sampah, perlakuan terhadap sampah di sana belum tentu sebrutal di sini. Di mana, tulang ayam dicampur aduk dengan kertas gorengan dengan ekstra sari popok bekas, dilapisi dedaunan yang gugur ke jalanan dan tak lupa ditambah aroma pesing.
Daniel Tay punya 'protokol'nya sendiri dalam mengais sisa-sisa makanan di tempat sampah.
Pertama, ia akan mencari tanda-tanda adanya jamur, lalu mengendus, dan menjilatnya. Terkadang Daniel juga akan memastikan jika makanan tersebut aman dikonsumsi dengan mencobanya terlebih dahulu. Yang ia ambil biasanya adalah bahan makanan, kue, hingga sayur.
"Jika makanan itu ada di dalam boks, seharusnya itu tidak apa-apa," kata Daniel dilansir Channel News Asia. "Jika kamu mengambil dari tempat sampah, itu bukan mencuri, bukan?," tambahnya.
Gaya hidup ini bukan tanpa alasan. Daniel Tay bukan seorang tunawisma atau pengemis. Ia hanya punya kekhawatiran soal keuangan yang ia miliki. Akhirnya ia menerapkan gaya hidup seperti ini. Plus, dirinya sudah memiliki istri lho.
Ketika dalam sebuah acara, dirinya mendengarkan orang berbicara uang, ia mengambil kesimpulan "Bahwa barang-barang tak perlu harus selalu dibeli dan bisa didapat dengan gratis". Ini juga berlaku untuk barang-barang yang tidak dimakan.
Selama setahun, Daniel Tay hanya menghabiskan S$8 untuk pengeluaran makanan. Sekitar Rp84k.
Makan setahun gak sampe cepek, gilak.
Tergiur? Sama.
Tapi gaya hidup ini rasanya mustahil diterapkan di Indonesia. Karena pengelolaannya beda sekali dengan di Indonesia. Saking kerennya pengelolaan sampah mereka, sampai ada bukunya.
Saranku, rendahkan ekspektasimu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H