Mohon tunggu...
Jas Miko
Jas Miko Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bahasa dan Sastra Arab Penulis, Editor, Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Festival Kuliner Non-Halal, Patutkah Dibubarkan?

16 Juli 2024   12:17 Diperbarui: 16 Juli 2024   12:20 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengacu pada banyaknya agama di Indonesia, serta masing-masing individu mempunyai hak untuk mengekspresikannya keyakinan-keyakinan mereka dengan batas  yang sudah ditentukan, maka tidak seharusnya DSKS melakukan hal demikian. Acara tersebut memang sudah selayaknya tidak ditujukan untuk muslim.

Bangsa Indonesia terkenal dengan budaya saling menghargai. Dnegan demikian, maka perbuatan-perbuatan yang demikian dikhawatirkan akan membuat perpecahan sesama masyarakat Indonesia. Namun lagi-lagi DSKS juga tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena memang seperti data yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa mayoritas masyarakat Solo itu beragama Islam, maka kekhawatiran pasti ada, dan itu untuk berjaga-jaga agar muslim  tidak terpengaruh oleh festival tersebut.

Namun pada akhirnya solusi antar berbagai pihak patut diberikan apresiasi, karena acara tersebut tetap berjalan. Solusi yang diberikan adalah dengan membatasi pengunjung, dalam artian masyarakat yang beragama Islam tidak diperbolehkan masuk, dan juga sekitar area diberi kain pembatas. Sebenarnya kain pembatas ini tidak terlalu dipentingkan, sebab secar sadar pastilah seorang muslim mempunyai akidah yang kokoh, percaya dengan keyakinan yang telah dipegangnya.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai masyarakat Muslim Indonesia?

Sebagai muslim, tentu kita harus menghargai perbedaan, bahwa makanan yang diharamkan untuk kita belum tentu juga diharamkan untuk non muslim. Sebenarnya dari pemikiran sederhana seperti ini kita bisa mengambil sebuah tindakan yang obyektif, bahwa kita tidak bisa memaksakan kehendak. Kita tidak perlu memprotes acara tersebut dengan dalih bahwa makanan yang mereka sajikan adalah haram. Bukankah, tempat yang mereka gunakan adalah tempat umum, dalam artian bukan tempat yang disediakan hanya untuk muslim?

Dari sini kita juga bisa belajar mengenai pentingnya pendidikan agama untuk para generasi. Jika seorang muslim sudah ditanamkan sejak dini mengenai syariat-syariat, maka hal semacam ini sepertinya tidak menjadi masalah, sebab sudah punyai nilai yang menjadi pegangan dalam hati. Dengan pengetahuan yang baik, DSKS dalam kasus ini, tidak perlu terlalu khawatir dengan adanya festival makanan nonhalal, sebab setiap muslim sudah punya keyakinan masing-masing dan tahu bahwa kuliner yang mereka jajakkan adalah haram.

Paparan di atas sejalan dengan Al-Qur'an surat Yunus ayat 99:

"Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman?"

Ayat di atas bisa kita jadikan sebagai landasan untuk saling menghargai antar agama. Allah sebenarnya bisa menjadikan semua manusia beragama Islam, akan tetapi itu tidak Dia lakukan. Lantas Allah bertanya apakah manusia akan memaksa semua manusia untuk beragama Islam? Ini tentunya adalah sebuah pertanyaan yang pragmatis, dalam artian manusia tidak mungkin untuk memaksa manusia satunya. Dengan demikian, maka saling menghargai dan menghormati adalah jalan kunci.

Kita harus merefleksikan nilai-nilai Al-Qur'an dengan sebenar-benarnya dalam kehidupan kita. Kita harus berjalan beriringan antar sesama pemeluk agama lain, saling menghargai sebagai prinsip sosial dan kemanusiaan, tidak memaksakan kehendak dan memberi ruang untuk mereka selama tidak menganggu hak-hak kita yang merupakan seorang muslim.

Dengan saling menghargai, diharapkan Indonesia akan mempertahankan budaya ramahnya, tidak ada perpecahan antar umat beragama. Islam sebagai agama mayoritas, tentu harus mengendalikan diri dan tidak bisa memaksakan kehendak, mengingat di Indonesia banyak agama dan keyakinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun