Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang dilaksanakan pada 2022 lalu, salah satu poin yang disepakati oleh negara-negara G20 yakni terkait tentang transformasi digital. Lalu ASEAN tampaknya semakin yakin untuk segera merealisasikannya sebab Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) sepakat untuk memperkuat dan meningkatkan kerja sama konektivitas pembayaran untuk mendukung pembayaran lintas batas yang lebih cepat, lebih murah, lebih transparan, dan lebih inklusif. Hal ini dibuktikan dengan sebuah Memorandum of Understanding (MOU) pada kerjasama Regional Payment Connectivity (RPC) yang ditandatangani pada 14 November 2022.
Setelah mencapai kesepakatan yang tertuang pada hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN 2023 di Labuan Bajo yang berlangsung pada 10-11 Mei 2023, selain Regional Payment Connectivity (RPC) ASEAN juga menetapkan transaksi mata uang lokal masing-masing negara atau Local Currency Transaction (LCT) sebagai sistem pembayaran regional, dengan upaya mengurangi ketergantungan dolar.
Dikutip dari fortuneidn.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, hasil KTT ini merupakan wujud dari penguatan kerja sama ekonomi ASEAN.
“Implementasi transaksi mata uang lokal dan konektivitas pembayaran digital antar negara sepakat untuk diperkuat, ini sejalan tujuan sentral lintas ASEAN agar ASEAN semakin kuat dan semakin mandiri,” kata Jokowi melalui keterangan resmi di Jakarta, Jumat (12/5).
Contoh dari program tersebut adalah QR Code atau sebutan lainnya QRIS (dibaca KRIS) yang tersebar di penjuru indonesia sebagai salah satu metode pembayaran yang mudah dan cepat.
Dampak Keputusan ASEAN+3 (ASEAN, Jepang, China, Korea Selatan) untuk Melepas Ketergantungan Dolar AS
Dilansir dari blockchainmedia.id, dolar AS adalah mata uang dominan dalam sistem keuangan global. Hal ini berarti bahwa sebagian besar transaksi internasional, termasuk perdagangan dan investasi, menggunakan dolar AS sebagai mata uang pembayaran. Namun ketika nilai tukar dolar AS naik, maka negara-negara yang menggunakan mata uang lain akan merasa kesulitan untuk membayar hutang mereka. Akibatnya, ini dapat menyebabkan krisis keuangan di negara-negara yang terkena dampaknya.
Maka pada 26th ASEAN+3 Finance Minesters and Central Bank Governors' Meeting (2/5) , di Incheon, Korea Selatan mencapai kesepakatan untuk mengurangi ketergantungan dolar dengan memperkuat mata uang lokal.
Hal ini mendapat sambutan positif karena mengurangi dampak dari fluktuasi nilai tukar serta potensi krisis keuangan yang dapat timbul ketika nilai tukar mata uang dominan naik. Selain itu dikarenakan sistem perdagangan global yang didominasi oleh dolar AS, biaya transaksi dapat menjadi sangat tinggi untuk negara-negara yang menggunakan mata uang lain.
Pada akhirnya, keputusan untuk menggunakan mata uang lokal pada transaksi di negara ASEAN+3 dipandang sebagai bagian dari upaya luas untuk memperkuat kerja sama keuangan regional dan promosi pertumbuhan yang kuat, tangguh, dan berkelanjutan.
Keuntungan Konektivitas Pembayaran Bagi Masyarakat
Kebanyakkan generasi sekarang entah itu milenial atau gen Z mereka terkesan anti ribet dan lebih suka sat set sat set, dan pastinya dengan program sistem pembayaran yang saling terhubung di negara-negara ASEAN ini akan jadi lebih mudah apalagi untuk kamu yang suka traveling ke luar negeri. Bayangkan, setiap ingin berbelanja oleh-oleh atau hanya sekedar membeli makanan dapat dilakukan dengan mudah melalui smartphone.
Ke depannya dengan LCT, transaksi yang dilakukan dua negara atau lebih dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan pembayaran. Misalnya untuk pengusaha yang biasa melakukan ekspor-impor, mereka bisa melakukan transaksi dengan mitra dagang atau investasinya langsung menggunakan mata uang lokal masing-masing negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H