Mohon tunggu...
Annisa Putri Jasmin
Annisa Putri Jasmin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hobi : Membaca dan Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bangkit dari Keterpurukan

18 Oktober 2022   17:29 Diperbarui: 18 Oktober 2022   17:32 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa terpencil, yang bernama Desa Mampai terdapat sebuah kisah dari satu keluarga yang hidup sederhana di desa tersebut, kisah dari keluarga Pak Somad dan Bu Endah beserta ketiga anaknya, anak pertama berusia 14 tahun bernama Satria, anak kedua berusia 9 tahun bernama Damai, dan anak ketiga berusia 7 tahun bernama Cahaya. Pak Somad berprofesi sebagai petani yang hanya mengandalkan hasil upah beberapa petak sawah milik orang lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya sedangkan Bu Endah sebagai penjual kue basah keliling, dan juga di bantu oleh anaknya Satria yang selalu membawa kue basah tersebut ke sekolah untuk dijual kepada teman-temannya. 

Pada suatu hari yang cerah di dihiasi oleh teriknya sinar mentari, selepas keluarga kecil tersebut menyelesaikan sarapan bersama, Satria bergegas mengambil tas dan kue dagangan ibunya lalu berangkat ke sekolah bersama adik-adiknya. "Ayah, ibu, Satria dan adik-adik berangkat sekolah ya", ucap Satria kepada ayah dan ibu. "Enya, rek ati-ati di jalan. Anu fokus kana diajar", jawab ibu kepada Satria. "Enya bu", balas Satria. 

Satria dan adik-adiknya pun berangkat ke sekolah berjalan kaki, melewati sawah-sawah, jalanan dengan tanah yang basah, dan hiruk piruk kehidupan desa. Semangat Satria dan adik-adik tidak pernah luntur dalam belajar, karna kelak mereka ingin menjadi orang sukses yang bisa membantu ekonomi keluarganya. 

Setelah 15 menit berjalan dari rumah ke sekolah, akhirnya sampailah mereka di sekolah.

'Kring-kring' bunyi bel telah memekakkan telinga mereka. Dengan tergopoh Satria langsung memasuki kelas karena ia takut pelajaran pertama sudah di mulai. 

2 jam berlalu waktunya untuk istirahat, Satria pun menawarkan dagangannya kepada teman-teman kelasnya, dan Alhamdulillah kue basah dagangannya habis terjual. "Alhamdulillah, uang jualanku hari ini bisa untuk beli obat ibu dan untuk makan nanti malam", ucap Satria. 

Hingga tiba pukul 4 sore semua jam pelajaran telah selesai, Satria bergegas pulang ke rumah, Damai dan Cahaya sudah pulang lebih dahulu karena sekolah mereka hari ini hanya sampai pukul 12 siang. 

Begitulah seterusnya kehidupan Satria, seorang pelajar yang tidak malu membantu ekonomi keluarganya dengan berjualan di sekolah, walaupun terkadang Satria direndahkan oleh teman-teman kelasnya karena ia anak keluarga miskin dan tidak punya apa-apa tetapi ia tidak pernah merasa sakit hati, baginya semua orang itu sama dan orang miskin juga bisa menjadi orang sukses jika ia mau berusaha dan bangkit dari keterpurukannya. 

Pada suatu hari penyakit darah tinggi ibu kambuh dan butuh penanganan serius dari dokter. Ibu diharuskan untuk menjalani pengobatan di rumah sakit selama beberapa hari. Pada saat itu Pak Somad dan anak-anaknya kebingungan bagaimana untuk membayar biaya pengobatan ibu sedangkan untuk makan sehari-hari saja mereka seadanya, bisa makan di hari itu saja mereka sudah sangat bersyukur. Satria pun mencoba memberi solusi untuk masalah yang tengah di hadapi oleh keluarganya, ia meminta kepada ayah untuk putus sekolah, ia ingin bekerja dan membantu mengumpulkan uang untuk pengobatan ibu dan dengan terpaksa ayah menyetujui Satria untuk putus sekolah walaupun sebentar lagi Satria akan menghadapi ujian kelulusannya di sekolah. Sejak hari itu Satria sudah benar-benar membulatkan tekadnya untuk putus sekolah, pikirannya saat ini hanya tertuju pada kesembuhan ibunya. 

Setiap pagi ia berangkat bersama ayah untuk bertani di sawah, dan di sore hari ia berkeliling kampung menjual kue basah buatannya. Begitu seterusnya kehidupan Satria mengumpulkan uang untuk pengobatan ibu, hingga akhirnya ibu bisa sembuh dan dapat kembali pulang ke rumah.

Hari berlalu, seperti biasa Satria masih meneruskan pekerjaannya sebagai petani dan penjual kue keliling menggantikan ibunya yang masih harus banyak istirahat di rumah. 

Sore itu saat Satria pergi menjual kue basahnya ke kampung sebelah ia bertemu dengan seorang anak kecil yang sedang menangis, lantas Satria heran mengapa anak itu menangis dan ia pun menghampiri anak tersebut. "Dik, mengapa kamu menangis?", kata Satria dengan suara lembut, " Aku kehilangan ayahku, tadi aku habis beli boneka di pasar depan tetapi setelah itu aku terpisah dengan ayahku, hiks hiks hiks. Kakak aku ingin bertemu ayahku, aku ingin pulang", jawab adik kecil itu sambil menangis ketakutan. "Baiklah dik, akan aku antar kamu kepada ayahmu. Apakah kamu tau dimana alamat rumahmu?", tanya Satria sambil menenangkan adik kecil itu, " Rumahku Perumahan Cempaka nomor 3 kak", jawab anak itu. "Baiklah, jangan menangis lagi ya, aku akan mengantarkanmu kembali ke rumah", ucap Satria. 

Waktu sudah hampir maghrib, sebenarnya Satria tidak bisa pulang terlalu sore karena harus menyiapkan makan malam untuk keluarganya, tetapi karena ia merasa sangat kasihan terhadap adik kecil itu ia lantas menemani adik kecil tersebut kembali kerumah. "Ini kak, kita sudah sampai dirumahku, tunggu sebentar ya kak aku ingin memanggil ayahku dahulu", ucap anak itu. Ternyata rumah anak kecil itu sangatlah besar, dengan mobil yang terparkir di halaman rumahnya yang luas. Tiba-tiba seorang lelaki berjas hitam dan berpakaian rapi menghampiriku, ternyata ia adalah ayah dari anak kecil itu. "Nak, terimakasih banyak telah mengantarkan anak saya kerumah, tadi anak saya terlepas oleh saya di pasar, maafkan saya nak sudah merepotkan anda, terimakasih banyak nak. Kalau boleh tahu siapa nama mu nak?", kata ayah dari anak itu. " Namaku Satria pak, aku tinggal di Desa Mampai", jawab Satria. "Wah jauh sekali perjalananmu kesini nak, kalau begitu biar aku antar kamu kembali kerumahmu", kata ayah dari anak itu. "Boleh pak jika tidak merepotkan bapak", jawab Satria. Satria pun di antar oleh ayah anak kecil itu menggunakan mobilnya, diperjalanan menuju ke rumah Satria mereka berdua saling bertukar cerita tentang kehidupan mereka.

Beberapa menit kemudian sampailah mereka di rumah Satria, "Nak, karena kebaikanmu hari ini dan cerita hidupmu yang menginspirasi membuat bapak ingin memberikan kamu beasiswa belajar nak hingga kamu mendapatkan gelar sarjana", ucap ayah anak kecil itu, dengan sangat terharu Satria tidak menyangka bisa mendapatkan rezeki seperti ini, ia benar-benar terharu dan sangat bersyukur, ia pun menangis saat itu, "Apa benar pak??.. ", jawab Satria sambil tersendat-sendat. "Iya saya serius, saya akan membiayai sekolahmu hingga kamu menjadi orang sukses", ucap ayah dari anak kecil itu. 

Tidak ada yang menyangka akhir dari segala peristiwa yang di alami manusia, dan tidak semua penderitaan akan berlangsung lama tetapi pasti akan selalu ada jalan untuk keluar dari penderitaan tersebut. Siapa yang ingin bangkit dari penderitaan hidupnya pasti akan selalu ada jalan keluar dari Allah bagi siapapun orang yang mau berusaha. 

Beberapa tahun kemudian Satria pun menjadi orang yang sukses, ia berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya dan menjadi pebisnis besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun