BODAT. Kata “Bodat” yang aku maksud di sini merujuk pada sebuah akronim dari “Banyak orang dongok akibat televisi”. Tesis ini disuarakan oleh salah satu kelompok diskusi mahasiswa di Kota Medan. Mereka menilai bahwa televisi sekarang kebanyakan bukanlah mendidik pemirsa, tapi lebih kepada proses pembodohan yang elegan. Pembodohan yang manis.
Di tempat asal kelompok diskusi itu, kata “bodat” tidak lain berarti monyet. Bodat berasal dari Bahasa Batak Toba yang digunakan sehari-hari. Sering kali ketika terjadi pertelingkahan antar sesama, mereka mengumpat dengan mengeluarkan kata bodat. Barangkali inilah alasan kelompok diskusi tersebut untuk menyampaikan kekesalannya kepada televisi yang membodohi, kekesalan pada pemberitaan di kotak kaca.
Aku juga sedikit kesal pada pemberitaan di kotak kaca akhir-akhir ini. Banyak saluran di kotak kaca menampilkan Sumatera Utara atau Medan dengan berita-berita terkait narkoba. Seorang polisi yang menerima suap dari bandar narkoba. Polisi berhasil menggagalkan pengangkutan ganja. Narkoba… dan narkoba lagi. Kalau pun ada yang lain, berita itu tidak jauh dari penyelundupan barang, kriminal, pelanggaran kemanusiaan.
Barangkali, berita narkoba dan kriminal begitu seksi dan mengundang perhatian khalayak sehingga perlu untuk disiarkan. Lihat saja, setiap hari, kotak kaca tidak alpa dengan berita kriminal, pun narkoba. Kotak kaca menampilkan narkoba dan kriminal dengan porsi yang cukup besar setiap harinya. Aku jadi khawatir anak bangsa ini jadi ikut-ikutan mengedar narkoba atau bertindak kriminal lantaran telah terpengaruhi secara psikologi oleh kotak kaca. Aku melihat tindak kriminal bukannya menurun karena adanya beritanya di kotak kaca, tapi para pelaku kriminal malah mempunyai cara-cara yang beragam berbuat kejahatan.
Sebagai orang yang bermukim di Medan, aku begitu khawatir dengan berita di kotak kaca. Aku khawatir lamban laun akan muncul pandangan buruk di benak anak bangsa ini terhadap Medan dan Sumatera Utara. Aku khawatir di pikiran anak bangsa ini: Kota Medan itu adalah surganya narkoba; kalau mau dapatkan atau mengedar narkoba, pergilah ke Medan; jangan berkunjung ke Medan, di sana banyak kriminal. Ah, sungguh nahasnya kota ini.
Medan bukanlah seperti diberitakan kotak kaca. Segudang kemanusiaan mudah kau temui di kota ini. Aku pernah melihat anak-anak muda bersama-sama menanam mangrove. Aku pernah melihat anak-anak muda mengajak banyak orang untuk giat membaca dengan perpustakaan jalanannya. Aku pernah melihat anak-anak muda rela berpanas-panasan menggalang dana untuk membantu mereka yang berkesusahan di daerah lain. Aku pernah melihat anak-anak muda berjuang mempertahankan kebudayaan-kebudayaan. Tentu banyak lagi hal baik yang tidak bisa kulihat.
Apabila hal-hal baik dan menggugah kemanusiaan banyak diberitakan di kotak kaca, aku percaya Indonesia akan lebih baik. Namun kini apa yang terjadi, kotak kaca banyak berisi sesuatu yang mengkerdilkan bangsa ini. Aku sulit membayangkan kemajuan bangsa ini bila isi kotak kaca masih sama dengan beberapa puluh tahun ke depan.
Tabik.
Medan, 13 Mei 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H