PRISTIWA JAMBO KEUPOK
Banda Aceh-Maulana Setiadi,Pembunuhan merupakan Tindakan kekerasan yang sangat jelas melawan hukum dan melanggangar Hak Asasi Manusia { HAM }, Semua negara telah sepakat dan menilai bahwa pembunuhan merupakan perbuatan yang sangat berdampak buruk dan merugikan orang banyak, karna itu setiap negara menetapkan hukuman yang sangat berat terhadap pelaku Tindakan pembunuhan, seperti di negara kita Indonesia, yang mengatur hukuman terhadap pelaku pembunuhan dengan jatuhan hukum sekurang-kurangnya 20 tahun kurungan/seumur hidup.Â
Namunjika kita melihat hukum islam justru lebih berat dari hukuman di Indonesia, dalam hukum islam seseorang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja terhadap orang lain maka akan di hukum mati juga oleh al-gojo, hukum tersebut disebut dengan hukum kisas
 Jika kita melihat sejarah, pembunuhan itu biasa di jadikan sebagai alternatif untuk memperoleh kekuasan, dan kejayaan dalam berpolitik, orang trdahulu menjadikan pembunuhan ini sebagai alat untuk menghancurkan lawan politik dan orang-orang yang tidak sejalan dengannya. Seperti Julius Caesar yang dibunuh oleh senator romawi, atau alexander agung yang dibunuh dan mengakibatkan perpecahan di kerajaan yunani.Â
 Meskipun, Zaman modern beberapa negara telah mengatur hukum terkait pembunuhan secara ketat agar kejadian seperti pembunuhan ini tidak terulang lagi. Tetapi pada saat yang sama, pembunuhan masih menjadi alternatif yang sangat ampuh bagi penguasa untuk mematikan lawan politiknya atau hanya demi keuntungan pribadi.
 Di aceh pernah terjadi suatu peristiwa yang tidak bisa di lupakan oleh mereka, peristiwa itu kemudian diberi nama "peristiwa jambo kapok", peristiwa jambo kapok tersebut terjadi di sebuah desa di aceh selatan, yang di mulai pada 13, mei, 2003, peristiwa kelam ini di mulai karna desa itu di tuduh menjadi basis Gerakan aceh merdeka {GAM}.\
Sehingga angota TNI, para komando,Bersama satuan gabungan intelejen/SKI, melakukan Tindakan kekerasan terhadap penduduk sipil, hal itu di lakukan oleh aparatur TNI itu sepanjang oprasinya di desa jambo kepok yang di tuding menjadi basis {GAM}, parako dan SKI melakukan penangkapan penghilangan orang secara paksa, penyiksaan hingga perampasan harta benda yang di miliki oleh masyarakat setempat.
Puncaknya terjadi pada 17, mei, 2003, sekitar pukul 07;00 pagi, ratusan angota militer membawa senjata laras Panjang, dan beberapa pucuk senapan mesin mendatangi desa jambo kepo, semua orang pada waktu itu di paksa untuk keluar baik tua,muda,dan anak-anak, mereka semua di intro gasi sembari di pukul dan di todongi senjata, mereka memaksa warga untuk mengaku sebagai angota dari Gerakan aceh merdeka {G
 Akibat dari itu 16 warga sipil meninggal duni setelah disiksa, ditembak dan bahkan di bakar hidup-hidup oleh mereka yang berkedok menjalankan perintah negara untuk menjamin keadilan bangsa, dua hari setelahnya presiden megawati mengeluarkan kepres 28/2003 menetapkan darurat  militer/ DND ACEH kepres tersebut menjadi legitimasi apparat keamana untuk menjalankan kebijakan politik refresik negara terhadap masyarakat aceh. Kontras aceh mencatat sedikitnya terjadi 1,326 kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil, kekerasan tersebut meliputi pembunuhan, penganiayaan, pelecehan sexsual, hingga penghilangan orang secara paksa.
 "Pembunuhan dengan bingkisan keadilan" saya menilai judul ini sangat cocok diberikan untuk membahas peristiwa tersebut, dikarnakan adanya Tindakan yang melanggar hukum yang di lakukan oleh pemerintah terhadap warga sipil namun tidak di selesaikan secara hukum yang sebenar-benarnya, mereka membunuh warga sipil yang tidak bersalah, seharusnya mereka di hukum sesuai ketentuan yang berlaku, dan bertanggung jawab atas perbuatanya, karna mereka dalam setatus melanggar hak asasi manusia, mereka merampas nyawa orang lain dengan semena-mena tanpa ada pembuktian yang jelas bahwa yang mereka bunuh dan mereka aniaya adalah golongan dari Gerakan aceh merdeka{GAM}.
 Namun pada nyatanya pemerintah malah membebaskan mereka dengan mudah, tanpa ada hukuman apapun, dengan dalih bahwa mereka sedang melakukan tugas untuk membasmi kaum separatis yang dapat mempecah belahkan Indonesia, padahal mereka pembunuh yang dilindungi oleh negara demi kepentingan politik dan kepentingan pribadi mereka, alih-alih mereka meng atas namakan tugas untuk menjunjung tunggi kesatua dan keadilan bagi seluruh bangsa indinesian, justru mereka menghancurkan rakyatnya dengan bingkisan keadilan.
 Peristiwa itu juga di akui oleh pak Jokowi sebagai pelanggaran HAM yang sangat besar, namun hingga saat ini pelaku pembunuhan dan penganiayaan pada saat itu tidak pernah di hukum sebagai mana mestinya, dari pristiwa ini saya ingin semua Lembaga negara lebih berhati-hati lagi dalam menjalankan tugasnya sebagai apparat negara, Lembaga militer khususnya untuk lebih jelas dalam memahami keadaan dan situadi, jangan karna pengaruh politik, dan nafsu sehingga menindas dan menghancurkan rakyat lemah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H