Mohon tunggu...
Jasica NovalianaDevi
Jasica NovalianaDevi Mohon Tunggu... Model - Wellcome to my page.

Tipikal yang tidak suka keramaian.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ragam Personalisasi di Media Sosial

14 Desember 2021   18:36 Diperbarui: 14 Desember 2021   18:59 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pada saat ini, social media ladang masyarakat untuk melakukan berbagai macam hal seperti berkomunikasi, mengembangkan skill dan karya, atau bahkan mencari uang. Salah satu social media yang populer adalah Youtube, platform yang sangat besar untuk memperkenalkan dan memperlihatkan macam-macam kreatifitas para konten kreator. Banyak ragam video yang disuguhkan oleh berbagai kalangan usia baik dari anak muda hingga orang-orang dewasa seperti video tentang edukasi, game, short movie, tutorial make up,  life-hack, atau video hiburan lainnya. 

Selain Youtube, ada juga social media yang lebih mendunia, yang banyak digunakan dan digermari oleh seluruh lapisan masyarakat dunia yaitu Instagram. Pasti hampir semua dari kalian juga pada pakai Instagram kan ? :D . Nah, di ngomongin soal Instagram, sebenernya apa sih yang bikin dia berbeda dengan Youtube ? Salah satunya pengguna Instagram dimudahkan dalam hal komunikasi, setiap orang bisa lebih selbih dekat dan intens berkomunikasi atau bertukar informasi dengan orang lain di Instagram. 

Terdapat fitur Direct Message yang memudahkan setiap orang mengirimkan personal chat mereka ke orang lain. Kalian sudah tidak asing dengan fasilitas tersebut tentunya, hehe. Pastinya kalian juga udah pada tau kalau banyak banget tipikal orang yang menggunakan Instagram, seperti selebgram atau influencer dengan berjuta-juta followers, biasanya mereka banyak menawarakan produk-produk rekomendasi atau endorse untuk menginfluence para followersnya. Ada juga influencer dalam bidang edukasi, bisnis, atau komedi, salah satunya seperti Jerome Polin dan Raditya Dika. Tentunya kalian sudah tidak asing dengan mereka berdua, dong ? :*

Ngomongin tentang keunggulan social media lainnya, kita tau bahwa nggak selamanya social media selalu membawa dampak positif untuk kehidupan masyarakat. Nggak sedikit juga dampak negatif yang menyebabkan berpecahnya suatu kelompok atau individu karena adanya kesalahpahaman. Kita lihat saja yang sedang banyak terjadi di sekitar kita adalah berbagai kelompok atau individu yang saling adu komentar negatif satu sama lain, bahkan hanya karena masalah yang sepele. 

Buat apa coba ? Kondisi seperti ini biasanya cenderung mengarah ke cyberbullying, yang menurut ahli cyberbullying adalah aksesibilitas teknologi elektronik (misalnya, komputer, ponsel, konsol game) yang telah menyebabkan beberapa remaja memanfaatkan teknologi untuk menghina, mengancam, menyebarkan desas-desus, dan/atau mengintimidasi orang lain (Dempsey, et.al., 2007). 

Nah menurut Agnew (1992), biasanya perilaku ini terjadi karena adanya emosi negatif seperti marah atau frustrasi yang dipicu oleh ketegangan atau stress dimana saling berhubungannya viktimisasi dan perilaku agresi. Ketika seseorang merasakan adanya suatu tekanan yang muncul untuk menghadapi situasi tertentu, maka kebanyakan orang akan beralih pada kejahatan, kenakalan, dan/atau perilaku agresi untuk mengatasinya. 

Ada juga penyebab lain yang paling sering ditemui atau didengar adalah stresor harian kecil pada seseorang yang dapat mewakili ketegangan yang signifikan dalam hidup mereka, biasanya cenderung mengarah ke emosi negatif dan selanjutnya berkontribusi pada perilaku agresif. 

Menurut Hinduha & Patchin (2009) mengatakan bahwa teknologi elektronik atau internet dapat digunakan untuk melampiaskan kemarahan dan frustrasi karena mereka menawarkan kesempatan untuk menyerang dengan sedikit atau tanpa konsekuensi negatif. Nah, contoh stresor yang biasa terjadi di sekitar kita adalah ketika seorang remaja memiliki nilai ujian yang buruk, atau seseorang yang sedang memiliki perselisihan dengan keluarga atau teman, diperlakukan tidak adil, putus dengan pacar, sedang memiliki masalah uang, pindah ke sekolah baru, dan atau menjadi korban suatu kejahatan.

Ada juga fake account, kebanyakan dibuat untuk keperluan tertentu (biasanya buat stalking mantan, hehe) atau buzzer yang diciptakan oleh kelompok tertentu untuk saling menyerang / memberi komentar-komentar negatif pada kelompok atau orang lain. Jadi kebanyakan orang-orang ini menunjukkan berperilaku kurang baik di sosmed tetapi nggak pengen ketahuan identitas aslinya siapa. 

Kalau kalian cermati, kebanyakan fake account di Instagram itu adalah orang-orang yang sesuka hatinya memberikan komentar pedas tanpa memikirkan perasaan orang yang dikomentari, loh. Pernah kepikiran nggak sih kenapa ada orang yang seperti itu ? Kalau dari pembahasan-pembahasan yang pernah Author lakukan dengan beberapa kelompok orang, kenapa suatu kelompok atau individu bisa dengan mudahnya memberikan hate speech kepada orang lain itu karena mereka merasa bahwa tidak akan ada feedback secara fisik yang bisa dirasakan langsung. 

Contoh, kalau kalian ngomong jorok atau kasar sama orang lain, kalau orang itu nggak terima dia bisa langsung bales ke kalian, kan, bisa jadi dibales ngomong kasar balik atau bahkan ditonjok tuh muka. Sedangkan untuk mereka-mereka yang kasih hate speech nya di Instagram paling-paling cuma ribut di direct message (DM) atau saling sindir di instastory, nggak ada real feedback secara fisik atau nyata. Prinsip seperti itu yang bikin negara ini makin kacau nggak, sih ?

"Halah, cuma komentar gitu aja ya nggak udah ditanggepin kali." Hahaha, tidak semudah itu, wahai netizen. Ada dampak psikologis juga loh dari komentar-komentar negatif yang diberikan. Nggak semua orang bisa tahan dengan komentar negatif, bahkan ada yang sampai ingin bunuh diri karena menurutnya komentar-komentar yang didapat terlalu menyakitkan untuk dibaca dan didengar. 

Biasanya mereka yang sering mendapatkan komentar-komentar negatif di sosmed bisa saja mengalami gangguan kesehatan mental, seperti yang sering terjadi dan mudah dijumpai adalah kalangan-kalangan remaja yang malah stress karena terlalu aktif dengan social media mereka, yang sering menjadi pemicu stress saat ini adalah ketika seorang pengguna sosmed selalu mengikuti trend atau keinginan-keinginan pasar tertentu untuk tetap berada pada titik populernya. 

Perilaku tersebut semakin membuat seseorang menjadi orang lain dan menimbulkan tekanan fisik maupun mental yang dapat menyebabkan anxiety (kecemasan), panic attack (kepanikan berlebih), stress, bahkan depresi. Jadi, mari kita lebih bijak dalam menggunakan social media kita.

Referensi :

Agnew, R. (1992). Foundation for a general strain theory of crime and delinquency.

Dempsey, A., Sulkowski, M., Dempsey, J., & Storch, E. (2011). Has cyber technology produced a new group of peer aggressors? CyberPsychology, Behavior, & Social Networking, 14, 297-302. doi:10.1089/cyber.2010.0108

Hinduja, S., & Patchin, J. W. (2009). Bullying beyond the schoolyard: Preventing and responding to cyberbullying. Thousand Oaks, CA: Sage.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun