Rupiah mencapai 15 ribu per US Dollar disaat negara Asean lainnya tenang dan teduh tentu saja menampar semua wacana pemerintah yang bicara seolah semuanya baik - baik saja dengan fundamental ekonomi Indonesia. Sebelumnya wacana wacana optimisme itu bersautan mendominasi media seperti sebuah kebenaran.
- Hutang besar ga apa apa, yang penting bisa bayar
- Infrastruktur akan menurunkan biaya distribusi
- Rasio hutang kita paling aman dibanding negara Asean lainnya
- Percayalah ekonomi kita ini akan melesat
Alam menjawab dengan keras:
- Hutang makin melesat tinggi dengan Dollar di angka 15 ribu
- Infrastruktur merontokkan BUMN kita
- Rasio hutang dibanding PDB tidak mencerminkan kemampuan bayar, Tetapi rasio export
- Bukan ekonomi yang melesat tetapi Utangnya.
Negara itu bukan warung kopi yang tanpa perlu punya neraca debit kredit nya pun bisa bertahan belasan tahun. Ini adalah sebuah negara dengan dana kelolaan ribuan trilyun rupiah. 1% dari 2000 trilyun rupiah pun sudah senilai 20 trilyun rupiah. Potensi yang besar sekaligus resiko yang besar jika salah kelola. Disisi lain,rezim ini sudah belanja infrastruktur ugal - ugalan, gelap mata dan impulsive, seolah tidak punya anggaran dan perencanaan sama sekali.
Ugal ugalan karena dari sejak pertama yang diincar adalah subsidi rakyat kecil menengah untuk membiayai infrastruktur. Akibatnya daya beli drop. Bukan duit yang didapat dari pencabutan subsidi justru daya beli turun dan memukul industri dalam negeri, akibatnya ekonomi stagnan dan pajak turun drastis.
Apa itu Gelap Mata?
Ketika pajak turun drastis, bukan nya berusaha menolong sektor riil. Justru gelap mata dalam memburu pajak, akibatnya muncul item dan skema pajak baru yang justru makin membunuh dunia usaha dan daya beli, kekosongan barang yang disebabkan industri dalam negeri mati suri menyebabkan barang import makin cepat masuk ke dalam negeri, bahkan bukan cuma barang industri yang masuk tetapi juga barang pertanian dan peternakan karena dua sektor itu ikut terpukul. Puncaknya adalah kelangkaan telur dan daging ayam.
Apa itu Impulsive:
Semua carut marut itu tidak pernah diakui sebagai salah kelola. Tetap saja mengerjakan semua yang berhubungan dengan negara secara impulsive. Mulai ramai ramai menuding Turki, Venezuela, Argentina memberi efek buruk pada ekonomi Indonesia. Padahal secara ekonomi korelasinya sangat kecil.Â
Di dalam negeri, merasa kursinya bergoyang keras, maka tuduhan makar dan radikalisme mulai dihembuskan. Akibatnya banyak ormas terprovokasi dan terjadilah persekusi demi persekusi. Hehehe... bagaimana mungkin mengganti presiden melalui pilpres dianggap radikalisme? Emang situ mau jadi presiden selamanya? empat tahun saja sudah bikin susah kok mau dua periode.
Bagaimana jika Presiden kurang cakap dan hanya mengandalkan pembantunya?