Mohon tunggu...
Jarsid Ekadanta
Jarsid Ekadanta Mohon Tunggu... Buruh - Content Writer pernah menulis kurang lebih 30 judul artikel dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan.

Saya adalah seorang buruh yang sangat gemar menulis. Hobi saya di bidang linguistik mendorong saya agar terus dapat menuangkan ide-ide atau gagasan yang mungkin akan sangat bermanfaat bagi semua umat manusia dan bangsa. Saya juga seorang content writer yang sangat humble dan ramah. Bisa di lihat pada hasil tulisan saya yang seolah olah anda berbicara dan bertukar pikiran dengan saya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Awas Virus Anominitas! Ketahui Cara Penyebarannya

11 November 2022   10:00 Diperbarui: 11 November 2022   10:22 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi '98, demontrasi, hingga tragedi kanjuruhan merupakan hasil dari penularan sebuah 'virus' yang menular dari satu orang ke orang lain hingga akhirnya menjadikan sebuah perilaku kolektif.

Dalam membahas konflik di masyarakat tentu saja penulis juga mengalami kendala dalam memberikan pandangan dikarenaka sifat dari sosial masyarakat merupakan sebuah komplektisitas yang cukup rumit dikarenakan layaknya kita menyusun puzzle agar teka-teki yang ada dalam sebuah fenomena bisa dijawab dengan gamblang.

'Virus' anominitas merupakan dalang sebenarnya dalam pecahnya tragedi '98, demonstrasi, hingga tragedi kanjuruhan. Dalam Teori penyebaran yang dikemukakan oleh Le Bon, sebuah perilaku kolektif akan terjadi dikarenakan ada sebuah pemikiran kolektif juga, artinya ada sebuah kesamaan pemikiran dalam menanggapi sebuah kejadian atau fenomena tertentu.

'Virus' anominitas atau bisa dikatakan sebuah perasaan yang dapat mengubah sifat dan perilaku seseorang seolah-olah memiliki kekuasaan untuk melakukan hal yang belum bahkan tidak pernah ia lakukan sebelumnya di dalam sebuah kerumunan atau kelompok sosial. Dan parahnya adalah apa yang disebut perasaan anominitas itu dapat menyebar dalam satu kerumunan atau kelompok layaknya virus yang dengan cepat mempengaruhi siapapun yang berada di satu kerumunan atau kelompok tersebut seolah-olah mereka terhipnotis.

Memang, konflik, perilaku kolektif, dan kelompok sosial tidak bisa dipisahkan satu sama lain, karena ibarat kita memasak ketiga 'lakon' tersebut merupakan sebuah bumbu utama dalam sebuah masakan. Maka ketiganya juga tidak bisa dipisahkan begitu saja.

Sebelum kita bahas lebih lanjut mengenai perasaan anominitas, kita lakukan pemahaman dasar terlebih dulu ya, agar tidak terjadi cacat informasi antara penulis dengan anda sebagai pembaca.

Apakah sebuah konflik perlu dilakukan dalam melakukan sebuah perubahan dalam sosial masyarakat? Tentu sangat perlu, akan tetapi tidak semua bisa diterapkan.

Perlu dan tidak perlu sebuah konflik, penulis kira anda sebagai pembaca sudah dapat membedakan bukan, mana yang memang membutuhkan sebuah konflik dan mana yang tidak. Kalau kita kembali pada masa tahun '98, maka tindakan konflik dalam bentuk perilaku kolektif tersebut sangat perlu dilakukan, jika memang merasa bahwa sebuah atau seluruh masyarakat menyepakati untuk melakukan konflik dalam bentuk perilaku kolektif.

Seperti yang kita tahu bahwa dalam bersosial dan bermasyarakat, kita tidak akan selalu hidup secara harmonis dan selaras, hal ini sesuai dengan kritik dan bantahan para sosiolog perspektif konflik terhadap sosiolog perspektif struktural fungsional yang mengatakan bahwa, tidak mungkin masyarakat akan selamanya hidup dalam keharmonisan dan selalu selaras, untuk melakukan sebuah perubahan maka dalam masyarakat harus ada sebuah konflik atau tindakan agar dapat memaksa sebuah keadaan.

Dan jika kita membahas apa yang disebut sebagai masyarakat, maka akan ada sebuah kelompok masyarakat di dalam masyarakat itu sendiri. Mengapa demikian? Karena setiap individu pasti memiliki sebuah 'jalan', atau pola pikir yang berbeda antara individu satu dengan individu lain. Namun, juga tidak mungkin tidak, jika ada satu individu yang memiliki sebuah 'jalan' atau pola pikir sama dengan individu lain. Nah hal inilah yang menjadikan mengapa ada sebuah kelompok atau organisasi sosial seperti suporter, organisasi masyarakat atau kelompok sosial yang lain, karena mereka berusaha untuk menemukan sebuah komunitas yang memiliki sebuah 'jalan' atau pola pikir yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun