Akan tetapi tidak selamanya kelompok sosial akan melakukan suatu yang baik. Dan sangat memungkinkan bahwa sebuah kelompok juga akan memberikan dampak yang buruk bagi masyarakat sekitar, dikarenakan mereka memiliki sebuah identitas yang berlaku bersama sebagai tameng pribadi. Dan ketika sebuah kelompok telah melakukan sebuah tindakan yang menyimpang, maka bisa dikatakan itu sebagai perilaku kolektif.
Masih ingatkah pada tragedi yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 2022 kemarin? Yap, tentu saja Tragedi Kanjuruhan yang telah merenggut korban hingga hampir di angka 300 itu, masih menyisakan duka mendalam. Tragedi tersebut bermula ketika Aremania yang merasa kecewa terhadap kekalahan tim kesayangan mereka yaitu Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berlaga di stadion malang kemarin dengan memberikan aksi turun ke lapangan dan melakukan kerusuhan, dan mengakibatkan kepanikan dari segala pihak.
Le Bon dalam teori penyebaran melihat fenomena seperti tragedi kanjuruhan merupakan hasil dari perilaku kolektif yang mana dalam sebuah kerumunan atau kelompok orang akan kehilangan sisi kepribadian aslinya dan bertindak secara implusif berdasarkan instingnya daripada menggunakan akal sehat.
Di Indonesia sendiri perilaku kolektif tidak hanya terjadi pada tragedi kanjuruhan saja, akan tetapi pada tahun 98 juga pernah terjadi akibat krisis moneter waktu itu. Seperti yang dikemukakan oleh Le Bon bahwa perasaan anominitas yang telah dijelaskan diatas dapat menyebar layaknya virus dari seseorang ke orang lain dalam suatu kerumunan.
Anomie sendiri menurut Durkheim merupakan kondisi seseorang atau masyarakat dimana mereka masuk ke dalam situasi tanpa norma dan tanpa arah, sehingga tidak terwujudnya keselarasan yang merupakan harapan bagi individu atau masyarakat antara kenyataan dan kenyataan sosial yang ada.
Penggambaran perasaan anomie sendiri, ketika kepercayaan mengenai nilai, norma, dan peran sosial yang ada pada masyarakat tidak lagi dimiliki dan dikesampingkan. Artinya seseorang akan melakukan tindakan ekstrem yang bertolak belakang dengan kepribadian aslinya, dan yang mengerikannya adalah tindakan yang dilakukan akan diikuti oleh seluruh orang yang ada di suatu kerumunan.
Pada akhirnya, perasaan anominitas memang bermuara pada apa yang disebut tindakan bersama menyimpang, atau biasa yang dikenal sebagai perilaku kolektif.
Pecahnya sebuah tragedi akibat perilaku kolektif yang dilakukan oleh kelompok masyarakat juga membuat sebuah pertanyaan, apakah mereka tidak takut terkena sanksi atau hukuman?
Tentu saja tidak!!! Dalam sebuah kelompok sosial yang melakukan perilaku kolektif, maka seseorang akan memasuki area dimana identitas individu akan melebur dan bersembunyi dalam identitas kelompok. Tawuran, geng motor, anarkis suporter, dan lain lain akan sangat sulit bagi lembaga kepolisian sebagai bentuk kontrol sosial dalam melakukan identifikasi dan investigasi. Pasalnya, jika mereka menerima sebuah tuduhan mereka akan langsung berlindung di dalam tanggung jawab kelompok, dan kita bisa menilai bahwa dalam sebuah kelompok, tidak semua anggota melakukan tindak penyimpangan seperti apa yang dilakukan anggota kelompok lainnya.Â
Penyebaran perasaan anominitas ini bukanlah sebuah bentuk penyakit yang akan membuat seseorang sakit dalam jangka waktu yang lama. Akan tetapi penyebaran perasaan anominitas ini merupakan sebuah penyebaran reaksi emosional dari satu orang ke orang lainnya. Dalam proses penyebaran reaksi emosional ini seseorang akan berada pada kondisi dimana lenyapnya identitas pribadi dan yang hanya tersisa tinggal ciri-ciri umumnya saja.
Jika kita melihat tragedi kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 kemarin, dikabarkan ada sekelompok orang yaitu suporter Arema FC yang turun ke lapangan melakukan aksi anarkis karena kekecewaan mereka terhadap kekalahan tim kesayangan mereka. Tentu saja perilaku kolektif yang mereka lakukan tidak adanya sebuah pemimpin atau seorang pemandu untuk turun ke lapangan, akan tetapi reaksi spontan yang menyebar dari satu individu ke individu lain dikarenakan adanya reaksi emosional yang menyebar dan rasa kekecewaan terhadap hasil pertandingan yang mengecewakan mereka.