Mohon tunggu...
Jarjis Fadri
Jarjis Fadri Mohon Tunggu... wiraswasta -

Jika Tak Meninggalkan Sesuatu,Untuk Apa Kau Dilahirkan?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Sang Fotografer Mesjid Raya Baiturrahman Aceh “Senyum Ikhlas Pembawa Berkah”

3 Februari 2014   09:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:13 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jam tangan saya menunjukkan pukul 18:10 Wib tepat, terlihat langit-langit mulai menghitam, pertanda akan tiba waktu sholat magrib, berhubung sedang berada dipusat kota Banda Aceh, saya rasa ada baiknya untuk menunaikan kewajiban sholat magribini di mesjidterdekat, akhirnya pilihan saya jatuh pada mesjid kebanggaan kami Bangsa Aceh.yaa,mesjid Raya Baiturrahman. Setelah seharian penuh di terpa terik panas matahari, akhirnya hujan mulai turun di tanah para raja ini, sehingga membuat suhu agak sedikit “dingin”.

Suara rintik hujan yang sesekali di selingi suara burung yang hinggap di jendela –jendela mesjid, membuat suasana sholat malam ini begitu tenang, nyaman, seolah- olah berkata sembari menasehati pada diri ini “Nikmat mana lagi yang kau dustai ? Sudah Berapa banyak nikmat yang kau rasakan tapi tak kau syukuri? ”, malu rasanya. Namun terlanjur menikmati semuanya,aaahh suasana ini begitu luar biasa yang tentunya hanya berasal dari yang Maha Kuasa.

Selesai menunaikan sholat, saya pun keluar, karena hujan mulai reda, ketika hendak menuju pelataran pintu keluar mesjid, terbesik dalam hati “Sebenarnya kalau boleh jujur suasana nyaman nan tenang tadi, hampir selalu diberikan oleh yang Maha Kuasa, Namunterkadang kita tak dapat merasakannya, hanya karena terlalu sibuk memikirkan apa yang tidak kita miliki, bukan mensyukuri dan menikamati apa yang telah diberi Oleh-NYA ”.

1391737253949339586
1391737253949339586

Saat berjalan di taman mesjid yang begitu indah nan luas itu, seperti biasa, saya menjumpai salah seorang yang saya anggap sebagai guru kehidupan, kenapa? Ya ketika berjumpa dengannya ada saja persoalan hidup yang ia bagi, lalu di akhir cerita selalu disuguhkan berbagai solusi yang sebenarnya telah di berikan oleh yang Maha Kuasa disekitar kita, hingga selalu membuat saya yang mendengarkannya, menjadi lebih optimis dan mengerti makna “ kebahagian seutuhnya” hehehe,,serta semangat dalam mengarungi kehidupan.

Anggap saja namanya bunga, Buuunga? Ya bukaanlah, itu mah nama samaran yang seringdigunakan oleh sebuah Media Cetaklokal untuk para korban pelecehan “S**sual”. Baiklah-baiklah, namanya yang pasti bukan bunga, mawar, atau melati dll, Nama aslinya mungkin tak elok jika saya sebutkan disini, kita pakai sajasamsul ?gmn?? setuju kan? Setidaknya, nama ini lebih cocok, dibanding bunga, selain karena faktor diatas, pastinya karena dia memang seorang lelaki.

Ketika melihat saya dari kejauhan iaberkata dengan nada bercanda dan sedikit menjerit “mau foto bang?foto bang ? langsung jadi, sembari memperlihatkan senyumnya yang sangat sumringah, tentu saja ia tidak benar-benar menawarkan jasa pemotretannya kepada saya, yaa dia adalah salah satu dari 8 orang legenda(hehe,legenda 8 fotografer? yah,tentang ini mungkin lain kali deh, akan saya ceritakan kenapa ada legenda 8)fotografer tetap, yang menawarkan jasanya di pelataran taman Mesjid Raya, ada cerita nan panjang dan unik di balik mengapa ia memilih dan bisa menggeluti pekerjaannya ini.

13917373441963935825
13917373441963935825

Bang samsul sudah memulai pekerjaan ini sejak 24 tahun lalu, kini umurnya, menurut prakiraan saya,emm mungkin sudah menginjak 45-an tahun, jadi bisa kita bayangkan betapa setia ia menjalani profesi ini. Namun ada cerita unik dan beberapa pelajaran dibalik mengapa ia memilihpekerjaan ini, dahulu kala, hehe loe pikir dia hidup di zaman batu?..oke baiklah kita gunakan kata“dulu”, dulu, ketika ia berumur belasan tahun, awalnya ia berpikir pekerjaan yang cocok baginyahanyalah seorang petani, karena ia hanya seorang lulusan kelas 5 SD di disebuah desa,dekat kampus abulyatama kini, tentunya belum menjadi universitas kala itu.

Ketika menjadi petani, ia selalu memikirkan bagaimana caranya agar mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, karena menjadi petani bukanlah hal yang mudah bagi anak berumur belasan tahun sepertinya, akhirnya ia memutuskan bekerja pada kantor pemerintah setempat sebagai OB, namun lagi-lagi ia merasa tak puas dengan pekerjaan ini, karena ia hanya di upahi sekitar 1.000 rupiah. ini sulit baginya, karena ia harus menghidupi hidupnya sendiri, sejak kecil ayahnya telah tiada (saya masih ingat , ketika ia menceritakan bagian ini,Ia menceritakannya sambil tersenyum, ,,sembari memandang ke arah mesjid,,aneh kan? Bukankah Seharunya bagian ini sedih?) entahlah , namun saya tak sempat menanyakannya kala itu kenapa ia tersenyum.

1391737416132916699
1391737416132916699

Ia menggambarkan bagaimana keadaan saat itu begitu sulit, mulai dari perekonomian hingga keamanan, semuanya serba sulit, sedangkan hidup harus terus berjalan, “ kiban han saket ulei? peu tapajoh nyoe cuma dibaye Seuribe sagai? ”katanya. Namun ia tak putus asa, ia terus mencari-cari pekerjaan lain, hingga akhirnya, ia menemukan sebuah pekerjaan yang lebih baik dari pekerjaan sebelumnya, yaitu sebagai petugas bersih-bersih di daerah peunayong tepatnya di KESDAM. Dalam hati, saya sedikit bergumam saat itu, “bukannya OB dan Tukang bersih-bersih sama saja?” namun seperti membaca apa yang saya pikirkan ia langsung menyambung ceritanya dengan pertanyaan disertai jawaban , “kenapa lebih baik?” Karena selain faktro gajinya yang lebih besar yaitu sekitar Rp.3.000 s/d Rp. 3.500 juga karena faktor lainnya, setidaknya ia senang karena dapat merasakan melihat-lihat kota setiap hari,hehe serta dapat menabungnya walaupun sedikit.“ lhei ribe kasep laah, nyan meteumeng bolak balek dari gampoeng ue kota sabe lom , slaen jeut ta tabong peng bacut-bacut”, maksudnya .

Suatu hari saat sedang pulang dari kota, ia melintasi sebuah sekolah dasar inpress, dari kejauhan, ia melihat anak-anak dan para guru sedang berbaris sembari tersenyum menghadap ke seseorang yang juga menghadap ke arah mereka, karena penasaran ia mendekat, dan ternyata mereka sedang melakukan sesi foto bersama. Ia melihat dengan seksama kejadian yang ada didepannya, sangat menyenangkan, namun sedikit mengherankan, bagaimana tidak, hanya dalam waktu beberapa menit saja si abang memotret sudah langsung mendapat bayaran, lalu yang membayar memberikanya sambil tersenyum senang pula?, Ini aneh menurutnya, bagaimana ketika seseorang mengeluarkan uang yang tidak sedikit namun dengan sangat ikhlas sembari tersenyum puas seperti itu? Dan ada perasaan aneh dalam benaknya, mulai saat itu ia sangat senang melihat orang tersenyum ikhlas seperti tadi. Karena menurut tabia’t manusia, seharusnya ketika mengeluarkan uang, walaupun ia mendapatkan barang, sangat jarang orang dapat tersenyum ikhlas seperti kejadian didepannya tadi.

Lalu sembari berjalan melanjutkan perjalanan pulang, ia terus memikirkan kejadian tersebut, hingga akhirnya ia mulai tergoda dan berpikir untuk melakukan “hunting foto”, hah hunting foto? Haha ya bukanlah saat itu belum ada istilah hungting foto pastinya, jadi mulai saat itu, ia mulai berpikir beralih profesi menjadi seorang fotografer panggilan, hari demi hari sembari bekerja dan menabung dari menjadi tukang bersih-bersih, ia mulai bertanya-tanya dan sedikit belajar tentang fotografi, tepatnya bukan belajar sih,, tapi sebenarnya ia hanya belajar, dengan bertanya kesana-kemari kepada siapa saja yang mengetahui tata cara memakai “Sustel (bener gini tulisannya kan),di ulangi sekali lagi , ia belajar dari siapa saja, bukan hanya pada ahlinya tapi siapa saja yang mengetahui tentang fotografi walaupun yang diketahui hanya sedikit saja, tapi ia tetap belajar dari orang tersebut, intinya ia tak pernah memilih guru. saat itu ia mulai tersadar, bahwa, ia benar-benar sedang sangat mencintai dunia fotografi dan “kebenaran”bahwa ia sangat mencintai fotografi, saat itu tergambar jelasdari wajahnya yang sumringah ketika bercerita.

Mulai saat itu, pikiran dan mimpi-mimpi malam bang samsul hanya di hiasi oleh seorang saja (Ah lebay hehe) yaitu“dek sustel”,intinya hanya dek sustel yang kini ada didalam hati bang samsul, hari-hari mulai ia lewati dengan menahan lapar demi mendapatkan sebuah barang yang sangat ia idam-idamkan ini, ia berjuang membersihkan kesdam dengan penuh semangat, hingga akhirnya, ia menghasilkan tabungan yang cukup untuk mendapatkan sebuah sustel pertamanya.

“Nan jih nikhon? Khoen nicon lagei jino nyan, Cuma nan jih sama sebenar jih beda merek, ata dari pane katu woew loen, sampe jino manteng loen kubah nyan, nyoe jinoe ta publoe meu duartoeh hana soe tueng,, hahaha” katanya sambil tertawa.

Karena tidak sabar ingin mencoba kameranya dengan intens, Ia akhirnya berhenti bekerja dan mulai menekuni dunia persustelan(fotografi) secara profesional, walau belum mengerti betul tentang dunia fotografi, tapi karena desakan ekonomi ia nekat langsung menjajakan jasanya.

13917370881449792248
13917370881449792248

Yaah, dunia memang keras, apa yang kita rencanakan terkadang tak selalu berjalan mulus, apalagi gak punya rencana,hehe neh contohnya seperti bang samsul, ternyata ia tak berpikir panjang sebelum berhenti bekerja, ia baru sadar bahwa ia belum memiliki orang yang ingin di potret/foto alias pelanggan? Hahaha, ada-ada saja bang samsul, hari silih berganti, Sudah berhari-hari ia tak melakukan apapun selain memotret sesuatu yang tak menghasilkan “apapun”, “film pih karab habeh? ” foto pih hana ta teupeu kiban hasil, peu get, peu han,koen lagei jinoe, meunan ta photo menan deuh gamba,habehjih watei nyan peng tabungan pih tinggai sep keu bu manteng,,pokok jih meukarat that watei nyan” .

Masih ingat sustel jadul kan? Ya sustel jadul, harus ada filmnya dulu agar dapat menghasilkan suatu foto, dan filmnya harus dicuci dulu agar kita dapat melihat hasil jepretannya, jadi orang jadul kalau mau narsis-narsisan pasti gak sekeren sekarang daah, bisa kita bayangkan jika seseorang ingin narsis waktu jaman dulu, misalnya ketika ia ingin memotret dirinya sendiri dengan sustel, udah bagus-bagus senyum, sebelum pose bela-belain pakek make up/bedak segalak, eeeeh gak taunya waktu dicuci hasil fotonya ternyata buntung, alias wajahnya tepotong cuma nampak dari hidung kebawah doang, karena sustelnya terlalu condong ke atas waktu motret, hehe kan jadinya gak lucu, cuma ngabisin uang dan tenaga aja cuma gara-garamau narsis, makanya jaman dulu gak ada tuhmanusia narsis yang memotret dirinya sendiri, Seandainya pun ada pasti narsisnya gak single, pasti double,yang satu senyum yang satunya lagi pasti megang sustel,trus tukeran gitulah gaya narsis jaman dulu, hehe intinya rumit lah kalau mau menarsiskan diri di jaman dulu.

Kembali lagi ke cerita bang samsul, singkat cerita akhirnya ia mulai menjajalkan dirinya eitsss bukan dirinya, tapi jasa pemotretannya, dari SD ke SD, dari tempat ramaian satu ke tempat keramaian lainnya, dan hasil jepretannya mulai berdampak pada membaiknya pola makan bang samsul,hehe ini artinya dunia fotografi mulai memberikan penghasilan yang mumpunilah pada saat itu buat bang samsul. hingga akhirnya setelah melanglang buana kesana kemari setiap hari, ia memutuskan memantapkan diri sebagai fotografer yang berlapakkan di taman mesjid raya, “jadi loen disinoe katrep that, mulai dari manteng na keurita apui di sinoe” jelasnya sembari menunjuk ke salah satu bagian taman yang menurutnya tempat melintas kereta api dulu.

Sehingga Jadilah ia seperti sekarang ini, salah satu dari “ 8 orang legenda” fotografer tetap yang ada di mesjid raya nan agung ini.

Begitulah cerita panjang dibalik mengapa bang samsul memilih menjadi seorang fotografer selain karena takdir, dandesakan ekonomi, ternyata nuraninya, sangat senang melihat orang tersenyum ikhlas dengan manfaat yang ia berikan, dania akan benar-benar merasa hidup ketika hidupnya dapat bermanfaat bagi orang lain,,,lebih-lebih ketika orang yang diberikan manfaat tersenyum ikhlas padanya,,,, dan mengapa ia memilih menetap di mesjid raya,, alasannya sangat sederhana,,biar gampang berdoa katanya,,,hehe,,,

Emmm, ya, “ bahagia itu sangat sederhana, ketika orang lain berbahagia,,karena merasakan manfaat yang kita berikan,, dan kitapun ikhlas atas kebahagian mereka, itulah kebahagian sejati

Malam itu kamipun mengobrol santai seperti biasa dan berbagi berbagai cerita yang membuat hati ter Enyuh, karena realitas hidup,,mungkin ceritanya akan saya bagi dilain waktu,,,Sekian,,wassalam,,,

Bang Samsul

Bersambung........

*cerita telah dimodifikasi tanpa menghilangkan fakta dan inti cerita sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun