Mohon tunggu...
Abdul Karim
Abdul Karim Mohon Tunggu... Relawan - Pegiat Sosial

Kebenaran dan kedamaian adalah dua hati yang terpaut pada simpul kebebasan. Untuk tegakan kebenaran kadang harus korbankan kedamaian, untuk memelihara kedamaian kadang harus mengekang kebabasan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tiga Periode, Konstitusionil?

24 Juni 2021   06:26 Diperbarui: 24 Juni 2021   06:33 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga Periode itu Konstitusional?

Sebelum diamandemen, UUD 1945 tidak membatasi masa jabatan presiden Republik Indonesia, berapa lamapun boleh. Soeharto menjadi Presiden lebih dari satu periode, karena MPR terus menerus memilih kembali Soeharto dan itu tidak salah karena sudah sesuai dengan UUD 1945.

Ketika reformasi 1998, masa jabatan presiden RI yang periodenya tidak dibatasi itu dituding menjadi cikal bakal mengakarnya praktek KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), sehingga MPR bersepakat untuk mengubah pasal 7 UUD 1945 menjadi sebagai berikut : "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".  Sebelumnya, Pasal 7 itu tertulis di dalam UUD 1945 sebagai berikut : "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

Dalam Sidang Istimewa 10-13 Nopember 1998 MPR mengeluarkan Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. 

Pasal 1 MPR tersebut menyatakan bahwa  "Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan." Atas dasar Tap MPR inilah Pasal 7 UUD 1945 diamandemen. Apakah MPR bertindak inkonstitusional?, Tentu saja tidak, karena MPR mempunyai kewenangan untuk mengubah UUD 1945. Namun Tap MPR itu muncul tidak dengan tiba-tiba.

Pembatasan masa jabatan presiden RI menjadi wacana umum di masyarakat pasca mundurnya Presiden Soeharto 1998. Berbagai kalangan, para akhli politik maupun ahli hukum, bahkan para akademisi di kampus-kampus punya sound yang seirama mengenai perlunya mengubah masa jabagtan presiden. MPR menangkap wacana yang menjadi aspirasi masyarakat tersebut dan kemudian atas kewenangan yang dimiliki MPR menjadikan aspirasi itu sebagai Ketetapan MPR. Sah.

Seingat saya, ketika diskursus itu bergulir, tak satupun ada pihak yang menyatakan bahwa ide pembatasan masa jabatan presiden itu adalah inkonstitusional.

Belakangan ini, perubahan masa jabatan presiden RI kembali bergulir menjadi wacana. Dan wacana tersebut langsung dihajar oleh tuduhan inkonstitusional, oleh mereka yang tidak sependapat. Gagasan itu langsung mau dibunuh sebelum penggagasnya sempat "menjelentrehkan" substansi dari pemikirannya.

Padahal secara tradisi, sebuah perubahan besar selalu diawali dengan ide-ide yang melawan arus. Termasuk gagasan Tiga Periode itu, adalah sebuah pemikiran radikal yang patut diberi empati, apabila itu tidak semata ditujukan untuk presiden saat ini. Karena public mengasosiasikan prestasi pemerintahan sekarang dengan keadaan actual di masyarakat. "ngurus copid19 saja gak becus, mau 3 periode". Kalimat ini lahir dari komen netizen. Ini refleksi dari ketidakpuasan.

Tetapi jika Tiga Periode itu digagas dengan latar belakang pemikiran substantif yang adiluhung, dikaitkan dengan strategi pencapaian tujuan-tujuan hidup berbangsa dan bernegara dalam kerangka menciptakan kemakmuran rakyat yang punya benang merah dengan periodesasi jabatan presiden, tentu public akan bisa menilai ide itu dengan hati yang dingin.

Terlepas dari itu semua, apakah gagasan Tiga Periode itu inkonstitusionil?. Tentu saja akan menjadi konstitusionil apabila dapat meyakinkan mayoritas MPR untuk mengamandeman (kembali) pasal 7 UUD Negara Republik Indonesia 1945. Sebelum itu terjadi maka segala TINDAKAN yang bertentangan dengan konstitusi adalah inkonstitusionil. Apakah sebuah gagasan termasuk kategori TINDAKAN. Itulah problemnya, banyak orang tidak dapat membedakan mana gagasan mana tindakan dalam konteks konstitusi, sehingga dengan mudah sekali menghamburkan tuduhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun