Modus penipuan Turis Asal Brunei
Saya menginap di salah satu hotel di Jl. Wahid Hasyim Jakarta. Pada tanggal 22 April 2016 sekitar pukul 20.30 saya berdiri di depan warung nasi uduk tidak jauh dari Hotel tersebut, niat saya ingin makan disitu. Tiba-tiba saya dihampiri seseorang berwajah cukup ganteng, berbicara dg logat Inggeris Melayu mengaku turis dari Brunei. Dia bertanya arah jalan ke Masjid Istiqlal kepada saya. Saya jawab bahwa Istiqlal dari jl Wahid Hasyim tidak jauh dan dapat naik taksi. Kemudian dia bertanya lagi berapa ongkos taxi ke Istiqlal. Saya bilang paling banter 20 sampai 30 ribu. Ybs lalu membuka dompet dan mengeluarkan uang lembaran 50 ribu sambil bertanya “apa uang ini cukup”, saya jawab “itu lebih daripada cukup”.
Saat itu ada seseorang berdiri di samping saya, tiba tiba ngomong, “mas jangan sembarang mengeluarkan uang di keramaian, ini Jakarta. Banyak orang jahat disini. Sang turis brunei itu kemudian mengucapkan terima kasih atas peringatan tsb dan mereka akhir berbincang-bincang, lalu berkenalan. Kami berbincang bertiga. Si Turis namanya Awang dan mengingatkan tadi mengaku bernama Herman. Dari perbincangan tsb si herman akhirnya menawarkan bantuan untuk mengantar turis Brunei itu menggunakan mobilnya untuk melihat masjid Istiqlal. Dia mengajak saya ikut serta. Awalnya saya menolak. Tetapi ketika si turis itu juga mengajak saya minta ditemani, saya bersedia. Niat saya waktu itu ingin melindungi turis itu siapa tahu si herman itu punya niat jahat. Niat makan nasi uduk saya urungkan.
Singkat kata, kami meluncur menuju Istiqlal menggunakan mobil Inova warna hitam milik si herman. Saya duduk di jok tengah berdua dengan turis Herman di kursi depan. Pengemudi adalah sopirnya herman. Dalam perjalanan kami berbincang, kemudian saya tanya profesi si turis. Dia mengaku Bendahara Kerajaan Brunei, datang ke Indonesia / Jakarta untuk mencari-cari tempat ibadah dan panti panti asuhan yang layak dibantu. Dia mengaku sudah dibekali uang 3 juta USD oleh Kerajaan Brunei untuk dibagikan kpd tempat-tempat ibadah. Dia bilang tidak percaya dengan pemerintah Indonesia karena sumbangan mereka tidak sampai ke sasaran. Makanya dia ditugaskan mencari sendiri pihak-pihak yang layak disumbang. Dia juga menawarkan kepada saya jika ada tempat ibadah yg ingin bibangun ajukan saja proposal.
Dengan polosnya saya jawab bahwa saya punya informasi beberapa tempat ibadah yg layak dibantu di kampung saya. Lalu turis itu bertanya apakah di kota saya ada bank untuk mencairkan dana bantuan, karena dana mereka tersimpan di bank BRI. Saya jawab bank BRI ada di tiap desa, jadi tidak perlu khawatir. Lalu dia menunjukan ATM berwarna biru, ada tulisan BRI di sudutnya.
Kemudian si Herman nyeletuk, apa betul ATM itu ada dananya. Kami perlu bukti. Karena herman juga meminta agar tempat ibadah di kampungnya dapat dibantu. Takutnya ini hanya main-main, nanti kami malu dengan orang kampung. Kata herman. Si turis lalu meminta dicarikan ATM BRI untuk menunjukan berapa besar saldo yg dia miliki.
Tak terasa kami sampai di Istiqlal, tetapi tidak turun ke istiqlal hanya lewat di depannya saja. Lalu pembicaraan fokus kepada mencari ATM BRI. Saya lupa dimana persisnya, rasanya di seputar Medan Merdeka ada ATM BRI, disitu kami berhenti. Lalu si turis turun ke ATM bersama si Herman, tadinya saya tetap tinggal dalam mobil. Cuma lagi-lagi saya menghawatirkan si turis jangan-jangan dijahati sama si Herman, sehingga ketika si turis meminta saya ikut ke dalam ATM saya juga akhirnya ikut turun menyusul mereka ke ATM. Bertiga kami di dalam ATM. Si turis mengasihkan ke saya kartu ATM-nya minta tolong dimasukkan. Saya bantu memasukkan. Lalu dia minta tolong lagi agar saya menakan kode PIN-nya. Tanpa ragu dia menyebutkan PIN ATM 888888. Setelah saya pencet, lalu cek saldo. Terlihat angka 99 milyar lebih. (saya lupa berapa persisnya). Tetapi di depan angka 99 tsb ada tanda min (-). Si herman bilang “wah duitnya banyak sekali”. Lalu si herman pun mengeluarkan juga ATM BRI-nya. Dia juga cek saldo. Saya lihat saldo milik Herman Rp. 4,8 milyard lebih. Tetapi di depan angka 48 itu juga ada tanda min (-). Di sini saya sebenarnya mulai curiga.
Sebelum kami beranjak dari ruang ATM itu, si turis tanya ke saya ttg ATM yang saya miliki. Saya jawab punya saya bank Mandiri. Lalu dia bertanya lagi apakah ATM bank Mandiri bisa dipakai di ATM BRI, dia juga meminta kepada saya untuk menunjukan bahwa ATM bank Mandiri dapat dipakai di ATM BRI. Dengan ringan saya keluarkan ATM Bank Mandiri saya, lalu saya masukkan ke mesin ATM BRI. Setelah dapat masuk saya keluarkan lagi saya bilang “tuch khan bisa”. Setelah saya keluarkan, si herman minta dimasukkan sekali lagi karena yang pertama tadi saya tidak cek saldo. Terus terang saya ragu, tetapi kartu ATM tetap saya masukkan untuk cek saldo.
Disitulah salah satu titik kuncinya, ketika dua kali saya masukkan kartu ke mesin ATM rupanya mereka mengamati dgn cermat sehingga PIN saya dapat diketahui oleh mereka.
Lalu kami pergi dari situ menuju hotel tempat si turis menginap yang ternyata bersebelahan dengan hotel saya. Di dalam mobil kami masih berbincang tentang kartu ATM. Saya sendiri saat itu sudah berkesimpulan bahwa mereka ini berkomplot utk maksud tertentu kepada saya. Tetapi saya masih menebak-nebak apa kira-kira yang akan mereka lakukan. Sejauh ini saya merasa cukup aman.
Dalam perbincangan dalam mobil menuju hotel, si turis bertanya lagi kepada saya kenapa warna ATM saya berbeda. Saya bilang karena bank penerbitnya beda. Saya berfikir orang ini koq penasaran banget soal ATM. Kecurigaan saya semakin kuat. Tetapi tetap saja saya dengan ringan menunjukan sekali lagi ATM saya kepada dia, selama dalam mobil itu. Lalu dia pegang-pegang ATM saya sebentar dan dikemalikan lagi. Tidak sampai 10 detik. Rupanya disitu, dengan kecepatan pesulap ATM saya sudah ditukar oleh si turis. Yang dikembalikan kepada saya adalah ATM abal-abal yang warnanya sama persis. Sayang memang, di Kartu ATM saya tidak tercantum Nama saya, jadi saya tdk dapat membedakannya seketika.
Setelah ATM saya (yang ternyata sudah ditukar tersebut) dikembalikannya. Dia minta tunjukan lagi kartu yang lain. Saya bilang kartu yang lain ada tetapi bukan ATM, melainkan kartu kredit. Saya tunjukan Katru Krediat saya. Si turis sempat mau memegang lagi Credit Card saya, tetapi saya tolak.
Sesampai di hotel saya, saya turun, si turis minta diantar sama Herman ke kedutaan Brunei. Sebelum turun saya salaman dan secara basa basi saya bilang ke herman agar membantu saudara kita dari Brunei. Sebelumnya si turis berjanji akan mengontak saya untuk urusan bantuan tempat ibadah. Saya diminta stand bye di Hotel, karena dia akan menemui saya setelah kembali dari kedutaan Brunei.
Setelah sampai di depan hotel, saya turun dari mobil dan mampir ke warung nasi uduk. Saya makan disitu sekitar 15 menit. Lalu saya masuk hotel. Setelah di kamar hotel, muncul SMS Banking, rekening saya terdebet Rp. 27 juta, lalu muncul beruntun sms banking berikutnya, berturut-turut ada transaksi tarik tunai 5 kali @1.250.000,- dan terakhir Rp. 2.500.000,- . Saya panik. Saya pikir ini salah teknis. Saya cek saldo lewat sms banking, tersisa Rp. 105 ribu. Saya langsung call ke 14000, minta pemblokiran. Prosedur pemblokiran cukup memakan waktu. Saya juga cek saldo rekening yang satunya lagi yg menyatu dalam kartu ATM, ternyata terkuras juga sebanyak Rp. 14 juta lebih. Total uang saya yang diambil mereka sekitar Rp. 50 juta.
Operator 14000 bank mandiri meminta saya untuk segera lapor ke kantor polisi. Dalam keadaan panik saya keluar hotel berjalan kaki mencari pos polisi terdekat. Sampai di kantor pos polisi di belakang Sarinah. Setelah saya ceritakan kronologisnya panjang lebar, petugas polisi menyuruh saya datang ke Polda karena dia tidak berwenang menerima laporan penipuan modus tersebut. Saya meluncur ke Kantor Polda Metro Jaya. Selama sekitar 2 jam saya memberikan keterangan di Polda, lalu pulang membawa surat bukti lapor yang akan saya bawa ke bank Mandiri.
Di dalam taxi saya ceritakan nasib yang menimpa saya ke sopir taksi, berharap dia akan bercerita kepada para penumpang lain agar berhati-hati. Rupanya sopir taxi blue bird yang baik hati itu bersimpati kepada saya, dia menolak saya bayari ongkos taksi yang tertera di argo Rp. 95 ribu. Tetapi saya tolak kebaikan hatinya, saya tetap kasih dia ongkos taksi bahkan saya genapi menjadi Rp. 100 ribu rupiah.
Demikianlah nasib saya. Senin besok saya akan ke bank Mandiri untuk menyampaikan bukti laporan ke polisi, saya berharap ada peluang mendapatkan kembali uang itu. Mudah-mubahan pihak bank dapat melacak kemana larinya transfer dan dapat menariknya kembali. Harapan ini mungkin sangat berlebihan, tetapi saya tetap tidak kehilangan harapan tersebut. Karena sebagian uang itu bukan milik saya.
Terus terang saya malu menceritakan ini, saya juga tidak ingin istri saya tahu karena pasti dia akan lebih syok daripada saya. Sampai kini saya tidak membuka cerita ini kepada istri. Saya hanya bercerita kepada beberapa kawan akrab dalam rangka mengingatkan agar jangan sampai kejadian ini menimpa yang lain.
Menurut petugas Polda Metro Jaya, dalam 3 bulan ini sudah ada 3 laporan penipuan dengan modus yang persis seperti yang saya alami. Mudah-mudahan Polda segera menyelidiki dengan serius kasus ini agar penjahatnya segera tertangkap dan korban-korban berikutnya tidak berjatuhan lagi.
Dalam keheningan malam, saya merenung. Kejadian ini bisa terjadi dengan mulus, karena sifat dan pengalaman saya pribadi yang ikut menentukan respon dan tindakan saya. Pertama, di kampung saya ada di bangun sebuah masjid yg cukup besar yang katanya menelan dana sekitar Rp. 2 milyard. Masjid itu disumbang sepenuhnya oleh seorang jutawan Brunei. Saya berasumsi turis yang ketemu saya di Jakarta itu adalah sejenis dermawan dari negeri nan kaya raya itu. Rupanya terlalu cepat saya menyimpulkan.
Kedua, saya pernah menerima pertolongan dalam busway di Jakarta oleh seseorang yang sama sekali tidak saya kenal sebelumnya. Kejadian itu sangat berkesan bagi saya dan selalu ada niat dalam hati saya untuk membalas budi baik orang tersebut dengan memberi pertolongan kepada orang lain.
Pendidikan saya relatif boleh dikata cukup tinggi, dari disiplin ilmu yang pernah belajar tentang kriminologi dan simbol-simbol semiotik. Berbekal ilmu tsb, saya biasanya dapat menebak seseorang dari cara dia berbicara dan bahasa tubuhnya. Malam itu saya melihat si turis yang tampil sedemikian sempurnanya, sehingga hanya ada rasa simpati kepada dia. Beda dengan si Herman, saya melihat tanda-tanda kriminal di wajahnya, makanya saya mau mengikuti mereka justru karena saya ingin melindungi si turis innocense itu. Di sinilah titik yang paling menyakitkan dan memalukan. Kepercayaan diri yang tinggi pada diriku ternyata belum cukup mampu menyensor element-element jahat yang tersembunyi di balik kata-kata ramah dan penampilan yang sempurna.
Sebagai pegiat sosial, saya selalu tertarik untuk terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan sosial/agama. Jadi ketika si turis itu menyatakan ingin menyalurkan bantuan kepada tempat ibadah dan panti asuhan, di kepala saya sudah berpendar bayangan yang sangat muluk. Bahkan malam itu juga saya sudah berencana mengontak teman-teman saya di kampung untuk membuat proposal. Untung SMS banking lebih dulu masuk yang menyadarkan diriku. Bahwa diriku yang angkuh dan sombong ini sudah ditelikung oleh over confidential mu sendiri.
Saya sadari, rejeki bisa didatangkan Allah dari mana saja dan bisa diambil lagi dengan cara apa saja. Karena harta hanya titipan, seperti tukang parkir menerima mobil mewah. setiap saat bisa diminta kembali oleh punya. Pagi-pagi buta, kulihat televisi menyiarkan berita Bekasi kebanjiran, dilanjut dengan berita-berita seputar Jakarta tentang penggusuran dan mutilasi. Saya bersyukur, meski sangat menyakitkan, tetapi apa yg saya alami tidak seberapa dibandingkan dengan yang menimpa korban gusuran atau kejahatan lainnya. Buktinya sekarang pun saya masih bisa on line dan dapat menuliskan pengalaman ini di kompasiana. Allah SWT sedang menyentil diriku. Kata teman-temanku, insya Allah nanti akan diganti dengan yang lebih besar apabila saya bisa menerima kejadian ini dengan ikhlas. Saya percaya itu bukan nasihat biasa. Itu sudah dijanjikan Allah dalam kitabNya.
Dan bukti-bukti itu pun mulai mengalir. Ada transfer masuk ke sms banking saya baru baru ini, walau ATM-nya sudah diblokir. Saya hanya bisa menebak-nebak darimana datangnya, tetapi pasti transfer masuk itu adalah rasa empati dari sohib-sohibku yg mengetahui kejadian ini. Terima kasih atas kebaikannya. Saya punya hutang kepada Anda, saya bersumpah untuk membalas budi baik ini dengan cara apapun.
Noted : Dituturkan oleh "Korban" kepada "saya".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H