Mohon tunggu...
Jarhie
Jarhie Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Profile

Blogpreneur https://jarhie.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nilai-nilai Luhur Permainan Tradisional

3 Agustus 2015   09:48 Diperbarui: 3 Agustus 2015   09:48 1186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak hafal sebuah kalimat ajaib  HOM PIM PAH ALAIHOM GAMBRENG? Saya yakin semua tahu dengan kalimat ini, terlebih untuk generasi tahun 1990an pasti sudah hafal dengan kalimat ini. Ya, kalimat ini merupakan  sebuah kalimat yang diucapkan ketika kita hendak bermain, bukan bermain gadget melainkan memainkan permainan tradisional yang diwariskan oleh orang tua dan leluhur kita.

Banyak sekali mainan rakyat atau mainan tradisional yang kita miliki, ada yang disebut kolecer atau kitiran, sebuah permainan dengan baling-baling dibagian depannya lalu akan berputar jika terkena angin. Material yang digunakan dalam permainan ini pun sangat mudah untuk dicari, yaitu bambu.

Menurut penuturan M. Zaini Alif, seorang pakar mainan tradisional sekaligus pendiri Komunitas Hong, beliau juga merupakan dosen pembimbing tugas akhir saya. Saya mendapat pengetahuan tentang mainan tradisional dari Bapak Zaini Alif ketika beliau mengajar di semester awal perkuliahan  dengan mata kuliah kebudayaan sunda.

Menurutnya, bermain itu tidak main-main. Ada sekitar 250 jenis mainan tradisional di tanah sunda, 212 mainan tradisional di Jawa, 50 mainan tradisional di Lampung dan 300 mainan lainnya dari berbagai provinsi di Indonesia, kalau kita kumpulkan semua permainan ini akan ada ribuan permainan yang kita miliki, jadi kita ini negara ‘main-main’ sepertinya. Hehe

Lalu apa hubungannya dengan membangun bangsa yang berkarakter dan kuat? Tentu semua permainan ini mempunyai andil sangat penting. Mari kita lihat hubungan antara permainan tradisional dan membangun bangsa yang berkarater dan kuat.

Kita ambil beberapa permainan tradisional yang ternyata mempunyai makna dan secara tidak langsung membentuk karakter kita sejak kecil. Ada yang mengenal permainan SONDAH MANDAH? atau ditempat lain dikenal dengan nama Engkle, Piccek Baju, ataupun Ingkling. Ternyata kata Sondah Mandah dalam kamus Belanda mempunya arti Sunday Monday, lalu mengapa diberi nama sondah mandah, karena kotak-kotak yang digunakan dalam permainan ini ada 7 kotak melambangkan 7 hari dalam seminggu.

Aturan main dalam permainan ini adalah loncat diatas kotak-kotak tersebut. Semua pemain melalui rintangan yang sama, mulai dari menginjak kotak dengan satu kaki sampai kotak ke-7, kemudian kembali lagi ke kotak pertama dengan tantangan yang berbeda seperti menutup mata sampai ke kotak terakhir. Dengan ini kita disadarkan bahwa setiap hari adalah kerja keras, hasilnya dalam permainan ini kita akan mendapatkan bintang disalah satu kotak tersebut, bintang tersebut bisa digambar sebagai rumah hasil kerja keras kita setiap hari, maka orang lain tidak diperkenankan mengganggu rumah kita, sehingga pemain berikutnya tidak akan menginjak kotak yang telah terisi bintang kita, dia harus meloncat lebih jauh ke kotak berikutnya.

Dalam permainan ini akan ada pemain yang mempunyai 3 – 4 bintang berkat kerja kerasnya, berbeda dengan yang sering kalah dalam permainan, dia tidak akan memiliki bintang tetapi hanya lompat dan lompat terus, dalam kehidupan nyata pun seperti itu, yang tidak mempunyai rumah akan mengontrak sana-sini tanpa mempunyai rumah yang tetap, permainan ini mengajarkan kepada kita pentingnya kerja keras.

Di Brazil, permainan sondah mandah disebut dengan Amarelinha From Earth to Heaven, 7 kotak melambangkan earth (bumi) dan lingkaran di paling atas melambangkan heaven (surga). Tujuan akhir permainan ini adalah menaruh bintang di bulatan teratas, semua pemain akan mempunyai satu bintang di bulatan tersebut, itu melambangkan semua dari kita akan mempunyai rumah di surga-Nya.

Selanjutnya ada permainan PACIWIT-CIWIT LUTUNG atau injit-injit semut, ada yang masih ingat? Dalam permainan ini kita akan diajarkan tentang kecerdasan emosi (emotional quotion). Dalam permainan ini kita akan menggunakan cubitan tangan, ketika tangan paling atas mencubit dengan keras maka cubitan tersebut akan sampai ke tangan yang paling bawah, kemudian tangan paling bawah akan pindah keatas dan memulai cubitan kembali, semua pemain akan merasakan bagaimana rasanya ketika diatas dan ketika dibawah, dalam permainan ini mengajarkan kepada kita bahwa apa yang kita lakukan kepada orang lain akan kembali lagi kepada kita, jika saat kita paling atas melakukan cubitan yang keras, maka ketika kita dibawah teman kita akan melakukan hal yang sama kepada kita.

Kemudian permainan CONGKLAK, dalam permainan ini pun kita akan menggunakan lubang yang berjumlah 7, melambangkan 7 hari dalam seminggu dan masing-masing dari kita akan mempunyai tempat penyimpanan di ujung lubang tersebut. Kita akan memasukkan batu di kotak pertama sampai kotak ke-7 dan hanya satu batu yang boleh kita letakkan dalam setiap putaran, tidak boleh dua, ketika kita menaruh 1 batu di kotak pertama (senin) maka kita akan makan dan hidup secukupnya dihari itu, begitupun dengan hari-hari selanjutnya. Kalau batu yang kita pegang masih mempunyai sisa, maka kita akan letakkan batu itu di tempat penyimpanan (lumbung) milik kita dan hanya satu batu yang boleh diletakkan, tidak boleh semuanya, karena dalam menabung pun kita tidak boleh semuanya, kalau kita manaruh padi dalam lumbung terlalu banyak maka padi kita akan busuk. Lalu sisa batunya akan kembali diteruskan, dibagikan ke lubang milik teman kita, satu persatu akan tetapi kita tidak boleh menyimpan batu di lumbung teman kita, itu artinya kita jangan memberikan uang untuk membantu sesama melainkan lebih bagus untuk memberikan pekerjaan disetiap kesempatan. Disanalah kita diajarkan cara berbisnis, berempati terhadap orang lain dan bagaimana kita mengatur hidup setiap hari dengan keuangannya.

Banyak sekali makna tersirat yang mungkin kita tidak sadari dari permainan tradisional warisan leluhur kita, nilai-nilai itu pula yang otomatis diterima oleh mikrokosmos kita ketika masih kecil, tidak ada salahnya untuk kembali mengenalkan permainan tradisional kepada anak cucu kita saat ini yang disuguhi dengan kemudahan teknologi.

Untuk mempunyai bangsa yang kuat dan berkarakter, tentu harus dimulai dari lingkup paling kecil yaitu lingkup keluarga, keluarga yang tidak lupa dengan warisan leluhurnya, nilai-nilai yang ditanamkan melalui permainan-permainan tradisional.

Bolehlah kita belajar tentang teknologi ke negara asing, tapi untuk masalah permainan tradisional, negara asing yang harus belajar kepada kita.

Mari bermain, tapi bermain itu tidak main-main.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun