Saat berbincang santai inilah Widura dan teman-temannya mengenal Wira dengan lebih baik. Awalnya Wira adalah anak seorang petani. Namun setelah itu ayah Wira juga menekuni perdagangan benda-benda dari logam. Wira adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Semua kakak Wira adalah perempuan, karena inilah ayah Wira meminta Pangga yang merupakan keponakannya, untuk tinggal bersamanya demi membantu ia mengolah kebun dan sawah.
Seruan dimulainya adu ketangkasan yang diikuti Widura pun terdengar. Rombongan itu lalu bangkit menuju arena. Satu per satu penonton berdatangan, tapi tidak seramai yang sebelumnya. Ini karena sebagian besar rombongan peserta sudah banyak yang pulang.
Putaran ini menyisakan empat peserta, dan Widura adalah salah satunya. Tidak terlalu lama, pengundian telah dilakukan, dan setiap peserta sudah mendapatkan lawan. Kali ini Widura mendapat giliran tampil lebih dahulu.
Wasit telah membuka pertandingan. Widura dan lawannya mulai bergerak saling memancing serangan. Berbagai jenis pukulan dan tendangan saling dilontarkan.
Di suatu kesempatan Widura berhasil mendaratkan sikutan ke tubuh lawannya. Pada kesempatan berikutnya, lawan Widura sukses membuat Widura terpelanting. Hingga pada akhirnya Widura harus mengakui keunggulan lawannya. Ini karena di benturan-benturan berikutnya Widura gagal memasukkan serangan telak, sedangkan lawannya bisa mengumpulkan nilai dari serangan yang lebih mantap.
Walau mengalami kekalahan, Widura yang kecewa tidak terlalu larut dalam emosinya. Ini karena lawan Widura menunjukkan sikap bersahabat dan mengajak dia bersalaman. Tapi meski begitu, Widura masih saja menekuk wajahnya saat ia melangkah ke tepi arena. Bagaimanapun juga ini adalah sebuah kekalahan, rasa kecewa tetap ada.
Di tepian arena, Sogol dan lainnya menyambut Widura dengan tepukan tangan dan senyuman. Rupanya mereka masih berusaha menghibur temannya.
"Widura, kamu tidak perlu terlalu bersedih, bukankah ini pertandingan silat yang kita ikuti pertama kali. Kamu malah sudah sampai putaran keempat melebihi kita semua. Bukankah kata guru yang terpenting kita cari pengalaman," Ratri coba menghibur.
"Betul itu. Apa lagi kamu berhasil membalaskan kekalahanku," timpal Murti.
Menyadari teman-temannya berusaha menyenangkan hatinya, Widura pun tersenyum sebagai balasannya. Benar juga, ini sudah lumayan sebagai pengalaman pertama.
Setelah menggosokkan minyak pereda nyeri di anggota badannya, Widura menonton pertandingan selanjutnya bersama yang lain hingga usai. Selain mengalami sendiri, dengan mengamati pertandingan mereka mendapatkan pengetahuan seputar strategi dalam bela diri. Lagi-lagi Widura memahami ucapan gurunya, memang dengan mengikuti pertandingan dapat mengumpulkan pengetahuan lebih banyak daripada hanya berlatih sendiri.