"Kalian jangan ke mana-mana ya! Bila tiga kali dipanggil kalian tidak maju ke arena, maka kalian dianggap kalah. Paham!" penyelenggara kembali berkata lantang.
"Paham!" para peserta menjawab serempak.
Widura, Sogol, Murti, dan Ratri kembali berkumpul.
"Bagaimana kesan pertama kalian setelah melihat lawan?" Widura membuka percakapan.
"Lawanku sepertinya anak desa sini. Mungkin kalau aku tampil nanti lawanku akan punya banyak pendukung yang menyemangatinya," Sogol berujar.
"Berarti kamu harus persiapan mental. Jangan sampai kamu grogi dahulu. Ingat perkataan guru kita," Widura menimpali. Sedangkan Murti dan Ratri memandangi Sogol sambil mengangguk memberi dukungan.
"Kalau aku, secara perawakan tubuh lawanku agak kecil dari aku, tapi gerakan kakinya terlihat lincah," Murti berkata kemudian.
"Berarti kamu harus waspada terhadap kelincahannya, dan jangan pandang remeh dia," ujar Widura.
Empat anak itu lalu berjalan mendekati salah satu sudut arena. Sebuah arena berbentuk kotak dengan garis batas di dalamnya. Para peserta yang lain dan para penonton juga mengelilingi arena pertunjukan adu ketangkasan. Di beberapa sudut kerumunan terlihat segerombolan peserta yang berpakaian seragam. Sepertinya mereka ini datang mewakili suatu padepokan silat.
Seorang penyelenggara lalu berdiri di tengah arena dan memanggil nama pasangan yang akan tampil. Dengan suara yang lantang ia mengumumkan aturan pertandingan.
"Peserta pertandingan harus memahami bahwa ini hanya sebuah pertandingan yang bertujuan saling berbagi pengalaman dan saling belajar ilmu bela diri. Jangan sampai pertandingan ini menimbulkan keributan yang tidak diperlukan. Peserta diberi kesempatan mengumpulkan tiga angka kemenangan dalam satu pertandingan. Peserta bisa mendapat nilai bila sanggup mengenai lawan dengan telak atau membuat lawan keluar batas arena. Penyelenggara akan memimpin setiap pertandingan dan memberi nilai."