Pada suatu kesempatan, di kejauhan terdengar suara sesuatu yang terjatuh di atas air sungai yang juga disertai teriakan kecil. Ki Jagabaya dan Ratri mengalihkan pandangan, ternyata Murti terpelanting dari atas batu karena gagal mempertahankan keseimbangannya.
"Hati-hati kalian jangan sampai jatuh!" teriak Ki Jagabaya sambil tersenyum tipis.
Ratri hanya menahan senyumannya. Ia membayangkan suatu saat nanti ia juga akan mengalami kejadian itu, jadi ia tak mau terlalu menertawakannya. Jangan-jangan nanti ia dibalas ditertawai lebih kencang oleh teman laki-lakinya itu.
Murti dalam hatinya hanya mengeluh, peringatan yang terlambat! Sementara Widura dan Sogol menertawai temannya yang kebasahan.
"Kalian bisa tertawa sekarang. Awas saja nanti kalian akan dapat giliran," ujar Murti agak bersungut-sungut.
Memang benar, pada gilirannya tiga murid laki-laki Ki Jagabaya di sore itu mengakhiri latihan dengan pakaian basah semua. Bahkan di beberapa bagian tubuh mereka ada sedikit memar-memar akibat terantuk batu.
"Memar di tubuh kalian itu juga bagian proses belajar. Saat di pertarungan kalian tentu akan menerima pukulan. Jadi, anggap saja ini latihan pembiasaan," Ki Jagabaya berkata sambil menyerahkan sebuah wadah kecil kepada tiga murid laki-lakinya. Ki Jagabaya lalu berkata lagi, "Itu minyak untuk mengobati luka memar kalian. gosokkan di bagian yang memar."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H