Sejak hari itu Widura, Sogol, dan Murti mulai melatih diri di sela kesibukan membantu ayahnya. Apapun yang dikerjakan mereka tetap memakai pemberat Ki Jagabaya. Di desanya, Widura dan Murti adalah anak seorang petani, sedangkan ayah Sogol adalah petani sekaligus pengerajin bambu. Tiga atau dua hari sekali tiga anak itu berlatih di rumah Ki Jagabaya, selebihnya mereka berlatih sendiri atau bersama.
Suatu hari Widura dan anak-anak desa Ngalam lainnya bersepakat bermain bersama anak-anak dari desa Pandan Asri. Dua desa itu dipisahkan oleh sungai yang biasa digunakan warga kedua desa untuk beraktifitas. Para perempuan sering mencuci pakaian di situ, sedangkan anak-anak dua desa itu sering berenang atau bermain di tepian sungai yang landai berpasir. Adapun permainan untuk hari itu adalah permainan bola yang dibuat dari anyaman bambu.
Hari itu cerah, ketika di satu sisi tepian sungai terdapat Widura dan enam anak lainnya menunggu anak-anak dari desa Pandan Asri. Sedangkan di sisi lain terdapat sekumpulan gadis sedang mencuci pakaian.
Tidak lama datanglah tujuh anak dari desa sebelah menyeberang melintasi bagian sungai yang dangkal. Mereka mendatangi Widura dan teman-temannya. Maka, empat belas anak terlah terkumpul di sisi tepian sungai itu.
"Bagaimana? Apakah kita bisa langsung memulai permainannya?" kata Eko mewakili anak-anak dari desa Pandan Asri.
"Boleh, kita sudah menunggu kalian dan siap bermain. Permainannya masih tetap lempar bola kan?" sahut Widura.
"Iya, kebetulan jumlah kita juga lumayan banyak. Pastinya tambah asyik," sahut Eko.
Dua kelompok anak ini lalu memilih sisi masing-masing. Di sisi ujung tiap sisi ditancapkan dua batang ranting yang bertemu di ujung atasnya, membentuk segitiga untuk sasaran lemparan. Masing-masing kelompok berusaha memasukkan bola ke sasaran milik lawan.
Permainan pun segera dimulai. Anak-anak saling berteriak dan berlarian, ada teriakan minta umpan, ada teriakan menyuruh melempar, ada teriakan kesal, dan bermacam teriakan lainnya.
Ketika satu kelompok menyerang, mereka berusaha mengumpan bola ke temannya ke depan. Di sisi lain kelompok bertahan berusaha menghalau lemparan lawan dan berusaha merebut penyerangan. Sedangkan anak-anak yang tidak memegang bola berusaha mencari posisi agar bisa menerima umpan dengan mudah.
Kumpulan yang tidak terlalu terpengaruh dengan keramaian permainan adalah kelompok gadis yang sedang mencuci pakaian. Obrolan mereka juga terlihat seru. Dua lingkaran ini seolah memiliki dunianya sendiri.