Cakrawala barat mulai berwarna jingga saat Ki Baskara dan Widura memasuki sebuah desa. Saat ini dua orang ayah dan anak itu telah menempuh separuh jalan. Mereka memerlukan menginap dan melepas lelah setelah seharian berjalan. Mereka langsung mencari aula desa yang biasa dipakai tempat bermalam bagi siapa saja yang sedang dalam perjalanan jauh.
Memasuki gerbang aula desa, di halaman aula terdapat tiga kereta dagang yang biasa ditarik kerbau atau sapi. Rupanya terdapat rombongan pedagang yang memerlukan menginap di perjalanan.
Ketika Ki Baskara dan Widura mendekati bangunan aula, seorang yang awalnya duduk-duduk bersama di atas bale beranjak menyambut dua bapak dan anak yang baru datang tersebut. Tubuhnya tegap khas penduduk desa yang sering melakukan kerja keras. Sesungging senyum ramah terlukis di wajahnya yang tersiram cahaya obor.
"Selamat datang ki, adakah yang bisa kami bantu? Saya pengurus aula desa ini," ucapan pria itu ramah.
"Terima kasih ki pengurus. Kami sedang dalam perjalanan dan minta ijin untuk beristirahat di aula desa ini," jawab Ki Baskara.
"Kami persilahkan ki. Kebetulan malam ini terdapat beberapa tamu yang juga bermalam di sini," pengurus aula itu menjawab sambil menunjuk ke arah sekelompok orang yang duduk bersama di atas bale besar.
Ki Baskara melemparkan pandangan ke arah orang-orang itu. Saat pandangan Ki Baskara bertemu dengan wajah-wajah anggota rombongan pedagang, mereka bertukar senyum.
"Wah, ternyata ada tambahan teman berbincang malam. Baguslah," salah satu orang dari rombongan pedagang berucap mencairkan suasana, membangun keakraban.
"Terima kasih undangannya," Ki Baskara menyahut dengan menampakkan raut muka yang juga penuh keakraban sambil memandang ke arah pengurus aula. "Tapi kami harus ijin membersihkan diri dahulu."
Pengurus aula segera mengantar Ki Baskara dan Widura ke area belakang aula, mempersilahkan dua bapak dan anak membersihkan diri. Setelah tubuh mereka terasa lebih bersih dan segar, Ki Baskara ikutan bergabung ke lingkaran obrolan para pedagang, sedang Widura hanya jadi pengamat yang baik.
Ternyata tiap kelompok pedagang ini terdiri dari tiga dan empat orang. Rombongan ini kebetulan bertemu di desa ini dan ketiganya mengarah ke selatan. Selain pemilik dagangan, beberapa dari mereka ada yang sebagai pengawal upahan atau orang kepercayaan.
Para pedagang cenderung suka berjalan berbarengan bila kebetulan bertemu pedagang lain yang searah tujuan. Ini dilakukan agar mereka lebih merasa aman dari sergapan begal. Di wilayah yang masih dekat kotaraja dan pedesaan besar keamanan masih relatif terjaga, tapi di luar itu kondisi masih rawan.
Dalam diam Widura mengamati salah satu anggota rombongan pedagang. Seorang pria bertubuh besar dengan rambut agak panjang terikat rapi ke arah belakang kepala. Ototnya terlihat keras membatu. Di dekatnya sebilah golok dalam sarung kayu berwarna hitam. Walau wajah orang ini terlihat cukup menyeramkan, nyatanya saat berbicara auranya terasa menenangkan. Widura berpikir kalau pria itu adalah seorang pengawal.
Dan malam yang damai pun berlalu. Rombongan yang menginap di aula desa itu telah bersiap melanjutkan perjalanan. Dari hasil perbincangan semalam, Ki Baskara dan Widura dipersilahkan untuk menumpang kereta salah satu rombongan, kebetulan mereka sejalan.
Di persimpangan jalan di luar batas desa, dua rombongan pedagang memisahkan diri dari kereta dagang yang ditumpangi Widura dan ayahnya. Ternyata pengawal berambut panjang yang diamati Widura semalam adalah pengawal upahan pedagang yang keretanya mereka tumpangi.
"Menurut ki pengawal, bagaimana keamanan jalur yang akan kita lewati?" Ki Baskara bertanya.
"Bulan lalu sekawanan begal mencoba merampok di sekitaran tepian hutan yang akan kita lewati di depan. Tapi mereka dapat ditanggulangi. Tapi walau begitu, bisa jadi ada sekawanan lain yang mengambil alih wilayah itu. Tepian hutan di depan memang tempat yang cocok untuk melakukan penyergapan," pengawal itu menjelaskan.
"Apakah kawanan begal ini biasanya hanya menyasar pedagang?" Ki Baskara bertanya lebih lanjut.
"Biasanya begitu. Namun kalau lagi gelap mata, bisa saja orang-orang macam itu menyerang sembarang pihak yang mereka duga punya sesuatu, berharap mendapat rejeki kaget," ujar pengawal.
"Wah, berarti saat perjalanan berangkat tempo hari, saya termasuk beruntung," kata Ki Baskara.
"Selama tuan berpenampilan biasa, kemungkinan besar tuan tidak akan memancing keusilan mereka," ujar pengawal.
Saat tiba di wilayah tepian hutan, pengawal meminta pedagang agar memperlambat laju kereta. Ia berjalan di depan kuda dan meminta pria kepercayaan pedagang berjalan di belakang kereta. Pedagang tetap memegang kendali kuda dan Ki Baskara bersiap sambil bersembunyi.
"Kalau ada apa-apa kamu bersembunyi saja di dalam kereta!" Ki Baskara mengingatkan Widura.
Widura mengangguk-angguk disertai dadanya yang terasa berdegup kencang.
Jalur di tepian hutan ini tidak terlalu panjang, tapi di kedua sisi ditumbuhi pohon dan perdu yang cukup rapat. Situasi yang sesuai untuk menyergap. Kereta bergerak seperti kecepatan orang berjalan. Suasana tegang, empat orang dewasa semua bersiap dengan senjata masing-masing.
Tiba-tiba di bagian depan, dua orang meloncat dari dua sisi menyerang pengawal, sedangkan di bagian belakang, seseorang yang menutup wajahnya sebatas mata menyerang kepercayaan pedagang. Si pedagang juga tak luput dari serangan dadakan.
Perkelahian terjadi di tiga titik. Tuan pedagang dan orang kepercayaannya masing-masing menghadapi satu lawan, sedangkan pengawal melayani dua musuh sekaligus. Ki Baskara saat ini masih bersembunyi di bagian belakang kereta, bersiap membantu pria kepercayaan pedagang.
Ketika beberapa saat berlalu, kesempatan muncul. Ki Baskara mendadak melompat dari belakang kereta dagang langsung menyerang begal yang melawan pria kepercayaan pedagang.
Serangan itu membuat si begal terkejut. Keterkejutan itu dimanfaatkan dengan baik oleh pria kepercayaan pedagang. Saat si begal menangkis serangan Ki Baskara yang mengincar titik mematikan di tubuhnya, pertahanannya terbuka. Pria kepercayaan pedagang menyabetkan parangnya dengan cepat dan sukses melukai lengan si begal cukup dalam.
Si begal segera meloncat menjauh sambil mengumpat. Tatapannya seolah menyala tapi menyiratkan keterkejutan. Namun pria kepercayaan pedagang tidak mau membuang waktu, memanfaatkan momen kekagetan si begal, pria ini segera mengayunkan parangnya lagi. Di sisi sebaliknya, posisi si begal belum benar-benar mantap saat serangan lawannya telah datang. Maka tiada yang bisa dilakukan selain menangkis sebisanya sambil lari menjauh ke dalam hutan.
"Tuan saya mohon tetap di sini. Saya akan membantu juragan," ucap pria kepercayaan pedagang segera kepada Ki Baskara.
Ki Baskara hanya mengangguk. Ia menyadari kemungkinan anggota begal yang lain akan muncul sewaktu-waktu.
Pria kepercayaan pedagang segera merangsek ke arah perkelahian juragannya. Situasi yang awalnya berimbang, kini jadi berat sebelah. Dalam waktu yang tidak lama,, Â si begal akhirnya melarikan diri ke dalam hutan sambil membawa sejumlah goresan luka di badannya.
Dalam waktu yang nyaris bersamaan, dua lawan pengawal yang diupah pedagang juga telah kabur memasuki hutan. Peristiwa perkelahian ini diintip Widura dari sela-sela barang dagangan di dalam kereta. Walau dengan dada yang berdebaran, akhirnya bocah kecil ini telah bisa menghela nafas  lega.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H