Setelah menarik nafas panjang gadis bertanya, "Ayah sedang ngapain?"
Lelaki itu tidak segera menberi jawaban. Ia masih memandangi kertas di hadapannya dengan dahi yang berkerut.
Setelah sesaat waktu berselang, lelaki itu menjawab, "Ayah menghafal pidato sambutan untuk rapat partai. Besok ketua partai mau datang ke kantor. Ayah mau berbicara di depan rapat dewan."
Beberapa menit bergerak tanpa suara, gadis memandangi sisi wajah lelaki yang juga ayahnya tersebut. Beragam rekaman peristiwa melintasi benaknya, konflik ayah-ibunya, percekcokan ayahnya dengan keluarga yang lain, situasi ekonomi keluarganya yang makin susut, hutang menggunung, dan masa depan yang suram di hadapannya.
"Lho, tunggu apa lagi? Bukankah petunjuknya sudah jelas? Segera kerja sana," tiba-tiba lelaki memerintah gadis di sisinya. Mungkin menurut jalinan ingatannya kali ini gadis itu berubah jadi salah satu anak buahnya di kantor partai. Atau mungkin berubah jadi bawahan di tempat kerjanya.
Setelah menarik nafas panjang untuk yang kesekian kali, gadis memaksakan sebentuk  senyum sambil melangkah menjauhi ayahnya.
Suara langkah kaki kembali terdengar di selasar, ritme langkah yang masih sama, hanya saja sinar matahari sore lebih redup dari sebelumnya. Setelah gadis sampai di tikungan selasar dan tersembunyi di balik tirai daun tumbuhan rambat, gadis mendengar sayup sayup suara ayahnya.
"Lho, mana anakku tadi? Ia belum aku kasih tahu, ayahnya sudah jadi anggota dewan."
Gadis terhenti dari langkahnya. Dari sela-sela tirai dedaunan tumbuhan rambat, ia memandang sosok ayahnya mencari-cari dirinya. Lalu seorang perawat mendatangi ayahnya dan menuntunnya menuju ke sebuah ruang rawat inap.
Sepasang pupil itu memandangi sosok lelaki yang dulu sangat telaten melatihnya naik sepeda. Â Lelaki itu kini sudah kehilangan banyak. Ia kehilangan istrinya, rumahnya, kehormatannya, teman-temannya, bahkan kehilangan dirinya sendiri. Satu dari yang tersisa adalh anak gadis dengan setumpuk beban di pundaknya.
Kekuasaan memang sesuatu yang begitu menggoda. Sejarah merangkum banyak karakter yang harus menumbalkan sesuatu yang berharga demi menggapainya. Pangeran rela membunuh raja, permaisuri sudi merusak putra mahkota, atau nyawa ribuan prajurit dan rakyat jelata yang tercabut di medan laga.