Mohon tunggu...
Jarang Makan
Jarang Makan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penggemar content manajemen, pengembangan diri, dan fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Kisah Cinta di Papuma

2 Maret 2024   20:00 Diperbarui: 2 Maret 2024   20:04 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laju angin laut membelai helai rambut.
Butiran pasir putih menggelitik lembut.
Panas mentari Papuma membakar semua kemelut.
Gairahku membuncah, pantang langkah menyurut.
 
Melepas penat, aroma ikan bakar menggoda.
Rona wajah itu mengguncang dunia.
Saat langkah itu mendekat, tsunami kegembiraan melanda.
Aku seperti putri yang dihampiri kesatria.
 
Pertemuan ini tiada terduga.
Pertemuan berikutnya batu malikan jadi saksi kita.
Dari balik kaca mata hitam pengakuanmu terlontar.
Mataku berbinar dan seluruh sendiku bergetar.
 
Kita memulai hari merajut angan.
Bergelut dengan dinamika berbalut beragam perasaan.
Hingga takdir membawa ke sebuah persimpangan.
Teriring deru ombak lautan, terucap lirih sebuah perpisahan.
 
Di bawah naungan langit senja yang sepi sendiri.
Buih-buih ombak berdatangan menemani.
Membisikkan sepotong asa di esok hari.
Selalu ada cita dan cinta untuk dicari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Baca juga: Cerpen: Foto Jimat

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun