Ada yang memilih menutup mata, saat seharusnya seksama,
Ada yang memilih bungkam seribu, saat seharusnya membela
Padahal semua kita lahir diiringi lengkingan, dan menendang-nendang
Kelumpuhan apa yang membuat kita membatu?
Sementara ada, ya, ada!
Mereka yang bahkan melafalkan janji yang sama dalam hatinya, setiap hari
Hanya demi memanipulasi rasa sepi
Menghayati kegetiran,
Sampai perih serasa gulali
Seorang diri
Menakutkan,
Rupanya semakin banyak puisi indah bernada optimisme adalah realita yang sebaliknya
Sebenarnya, apakah kita kekurangan alasan untuk saling mendengarkan?
Apakah kita kekurangan alasan untuk saling meneduhkan dunia ini dari hara keapatisan?
Benar-benar tak ada kah alasan untuk menegakkan kepala,
Untuk membuat kontak mata,
Untuk menyimak, daripada hanya kuping palsu sementara gawai memaku matamu?
Kita tak kurang sesuatu pun soal ikatan,
Jika cinta ada pada mendengarkan,
Menyimak,
Memperdulikan,
Masihkah bisa dikatakan kita tak punya alasan untuk saling berbuat baik?
Bukankah sama sekali tak kurang alasan kita untuk saling mendengarkan?
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event HUT Admin RTC
Ragam Suara yang Berirama Diam
Potret II
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H