[caption id="attachment_260044" align="aligncenter" width="500" caption="doc pribadi/"][/caption]1371190529275771680
1370960351216177484NOTES: Untuk menulis tulisan ini, saya perlu waktu untuk melakukan dialog online dengan banyak teman di Surbaya, untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya. Dan bersmaan dengan itu, seorang saksi mata, sekaligus terlibat langsung dengan peristiwa gangguan masa Front Pembela Islam (FPI) terhadap Dialog Teologis Islam-Kristen, mengupload vidio ke youtube. Vidio tersebut saya dapatkan sebelum muncul di Youtube. Berdasarkan semuanya itu, ada hal-hal yang menjadi catatan harian diriku. [Opa Jappy M Pellokila]
13711317501660652976Ada yang salah dengan dialog yang bermartabat antar manusia yang berbeda iman!? apakah memang dialog (dan untuk) yang saling menerima, menghargai, serta mencari titik temu antar dua pemahaman iman (yang berbeda) termasuk bagian dari maksiat dan kemaksiatan, sehingga harus ganggu oleh FPI dan teman-temannya!?
Kira-kira seperti itulah simpulan singkat hasil cakap-cakap online dengan teman-teman dari Surbaya; mereka (dan diriku) pun tak habis pikir bahwa ketika dua kelompok anak manusia yang berbeda iman, mau menemukan titik-titik kesamaan, justru hal tersebut diganggu dan dirusak.
[Silahkan lihat Kronologisnya pada SUPLEMEN dan komentar, di bawah link Youtube; mungkin agak berbeda dengan/pada media massa online dan cetak; tapi yang Youtube tersebut, sama dengan apa yang kudapat dari teman-teman di Surabaya]
Semuanya masih tetap bertanya; dan pertanyaannya tersebut tak terjawab.
Memang jika (hanya) mendengar tema dialog (dari/dengan speaker Ulil Abshar Abdalla dan Bambang Noorsena) yang bertajuk Textual Criticism: Membedah Beragam Varian Teks-Teks Alkitab dan Al-Quran; yang cukup merinding tentu saja dapat membuat banyak orang yang tak tahu menahu serta tidak memahami Kaidah-kaidah Pendekatan terhadap Kitab Suci (yang biasnya disebut Hermeneutika/tis); yang antara lain melalui Textual Criticism, salah pikir, salah pengertian, salah paham dan pahami, bahkan salah olah emosi diri sehingga menjadi berang.
Bagaimana tidak!? misalnya dalam Textual Criticism kita, pembaca Kitab Suci, di bawa untuk memahami latar belakang teks (Kitab/surat, perikop, ayat-ayat) dari semua sisi (secara holistik, terutama sikon melatar belakangi, apa dan mengapa adanya/turunnya teks tesebut); Di samping itu, berupaya menemukan alasan-alasan di balik varian/perbedaan teks/bunyi aya-ayat dalam Kitab Suci (termasuk penafsiran dan penerjemahannya).
Jika seperti itu, apakah memang Textual Criticism tersebut salah!? ya memang salah; bagi mereka (pada semua umat beragama, terutama mereka yang disebut para fundamentalis agama) yang menerima/memahami bawah teks-teks Kitab Suci adalah keluar dari mulut Sang Ilahi, apa adanya, maka harus diterima dan dipahami apa adanya atau harfiah; tak boleh mengganggu gugat, jika itu terjadi, maka adalah suatu kejahatan dan penistaan terhadap Firmam yang keluar dari mulut Sang Ilahi.
Berdasar itu, maka jika ada dialog yang bertajuk Textual Criticism: Membedah Beragam Varian Teks-Teks Alkitab dan Al-Quran; maka orang akan dengan cepat berpikir, berpendapat bahwa pada dialog tersebut, akan terjadi pengurangan nilai, penghargaan, penghormatan terhadap teks-teks Kitab Suci; dan bisa juga berkembang menjadi atau menemukan teks ini atau itu yang asli, dan yang lainnya merupakan tambahan pada belakangan hari (sesuai kebutuhan dan sikon zaman).
Dengan demikian jika ada orang yang " ... secara tiba-tiba datang dan masuk ke lokasi dengan kasar; mereka menyita makalah, membentak dan memaksa panitia ke kantor polisi, ..." maka, menurut saya dan banyak teman, muncul akibat ketiaktahuan memahami makna dan isi dialog yang terjadi. Mereka bisa saja, melihat dari sisi berani-beraninya manusia mengutak-atik teks-teks suci yang datang langsung dari Sang Ilahi.
Hebatnya lagi, para perusuh tersbut masuk ke wilayah terbatas yaitu Wisma Keuskupan di Jalan WR Supratman 4 Surabaya, milik Keuskupan Surabaya - Jatim. Artinya, tadinya sejatinya diskusi tersebut pada wilayah publik, berubah menjadi wilayah terbatas. Akan tetapi, FPI Cs, merangsek sampai ke tempat tersebut, silahkan anda menilai sendiri.
Dampak lain dari aksi FPI Cs tersebut, telah menimbulkan aneka reaksi kerasa dari berbagai elemen masyarakat, karena dianggap merusak torelansi dan dialog antar umat beragama. Di sampaing, menimbulkan komentar yang peda dari publik Indonesia dan dunia. Ketika vidio tentang arogansi FPI Cs tersebut di share (kemarin 12 Juni 2013 sekitar 22:00 WIB) ke media sosial/FB Fans Page, dalam tempo kurang dari 24 jam telah diakses oleh80.000 orang, serta lebih dari 400 komentar, yang mayoritas menyesali perbuatan FPI tersebut.
13711317501660652976Note: Perkembangan terakhir, aparat Polisi Surabaya - Jatim telah memeriksa para anggota FPI tersebut, ... selanjunya bagaiman!? saya malah pesimis tentang kelanjutannya
13711317501660652976SUPLEMEN/LINK TERKAIT
Dipublikasikan pada 12 Jun 2013
FPI kembali berulah, kali ini mereka menyasar acara diskusi Teologis di Gedung Keuskupan Surabaya pada tanggal 11 Juni 2013. Awalnya diskusi berjalan lancar, meskipun Panitia beberapa kali menerima teror dari pihak kepolisian yang meminta diskusi segera dibubarkan. Diskusi itu sendiri selesai pada pukul 20.45 WIB.Peserta diskusi juga sudah banyak yang pulang, hanya tersisa beberapa peserta dan panitia yang masih mengobrol di dalam gedung. Pukul 21.00 WIB, 2 orang anggota FPI Surabaya masuk ke dalam gedung dan bertanya, "siapa panitianya?" Sedetik kemudian, Sasmito, Ketua Laskar FPI Surabaya sambil setengah berlari berteriak-teriak, "Siapa yang bertanggungjawab di acara ini?!". Di belakang Sasmito, ada sekitar 8 anggota FPI lainnya yang mengikuti. Mereka langsung merangsek ke meja resepsionis yang berada di depan pintu gedung.
Setelah sampai di meja panitia, Sasmito dkk memukul-mukul meja dan berteriak menghujat panitia. Pihak panitia sudah beritikad baik dengan menanyakan, "apa yang bisa kami bantu pak?", tetapi Sasmito tetap ngeyel dan mengintimidasi Panitia. Bahkan, seorang peserta dari Gusdurian Sampang yang mengajak dialog hampir saja dipukul oleh Wito, salah satu anggota FPI lainnya. Anehnya, pihak kepolisian justru mendukung aksi FPI ini. Coba lihat di menit 01.57 dalam video ini, seorang lelaki berkaos hitam mengaku berasal dari Kepolisian. Ia mengatakan, "Saya keamanan disini, memang acara ini ga ada ijinnya!"
Panitia acara pada akhirnya dibawa paksa oleh FPI ke Polrestabes Surabaya. Anehnya lagi, Mobil Kepolisian sudah stand by di depan gedung pertemuan. Dugaan sementara, FPI dan Pihak Kepolisian sudah merencanakan bersama aksi ini, dan mereka saling mendukung satu dengan yang lain. Sekali lagi, Polisi ada di pihak ormas pro-kekerasan.Ironis!!!
Sesampainya di Polres, FPI tidak ikut diperiksa oleh Kepolisian. Mereka dibiarkan pulang, sedangkan seorang Panitia harus diinterogasi hingga pukul 02.00 WIB dini hari. Sekali lagi Polisi membiarkan aktor kekerasan bebas dari jerat hukum Ironis!!!! NB: Video ini saya rekam sendiri melalui kamera handphone pada saat kejadian berlangsung. Hingga di Polrestabes Surabaya, saya ikut mendampingi Panitia dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Kepolisian, [Johan CMAR].
BERIKUT INI MAKALAH dari ULIL1371127931101377158013723866451047154493137238677320198933581372386840142597489137238690015882477191372386962258372250137238702356903711137238709136744341713723871497841305021372387201206845290
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H