"Makanya secara hukum mereka salah, tapi secara moral mereka baik. Kalau perlu mereka dapat bintang mahaputra" [Mantan Kepala Badan Intelijen Negara, AM Hendropriyono]
Hari ini, tak sedikit media cetak dan situs news online, memberitakan pernyataan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), AM Hendropriyono tentang kasus LP Cebongan. Menurut AM Hendripriyono,
"Premanisme di Jogja yang merajalela ini membuktikan hukum bisu. Hukum tidak bisa
menyentuh preman-preman ini. Hukum ini masih punya legalitas tapi sudah tidak punya legitimasi. Hukum ini sudah tidak mempunyai daya rekatnya, sehingga masyarakat sudah tidak percaya lagi.1365389603104915856Hukum tertinggi adalah keselamatan rakyat. Oleh sebab itu, apabila hukum tidak bisa melindungi rakyatnya maka senjata yang akan bicara.
Makanya secara hukum mereka salah, tapi secara moral mereka baik. Kalau perlu mereka dapat Bintang Mahaputra."
Itulah pujian tentara terhadap tentara; walau sang tentara yang dipuji itu salah, namun karena ia tentara, maka bisa dibelokan menjadi tentara yang bertindak benar. Dengan demikian, jika ikuti pandangan dan pendapat AM Hendropriyono, maka boleh dan dapat dibenarkan jika ada serombongan tentara ataupun pembunuh, dengan terencana datang ke penjara-penjara, kemuidan membunuh semua preman yang sementara ada di situ atau dipenjara.
Dengan cara seperti itu, maka cukup kerja sama dengan polisi; polisi menangkap dan simpan para preman tersebut di LP/Lapas/Penjara, kemudian mengkontak tentara; setelah itu munculah para tentara untuk menembak mati. Proses ini tidak melawan hukum serta dapat dibenarkan, bahkan dibenarkan; para pembunuhnya adalah pahlawan; pahlawan yang melindungi rakyat.
Walapun banyak pendapat bahwa apa yang dilakukan prajurit-prajurit Kopassus di Cebongan, bisa diterima sebagai balas dendam - solidaritas tentara - bela rakyat - akibat penegakan hukum yang lemah - dan lain sebagainya, patut kah tentara lakukan seperti itu!? apalagi menembak mati ketika para preman dalam keadan lumpuh dan terenjara.1364962767957906818Mengapa para Kopasus tersebut tidak mengejar dan membunuh mereka (para preman tersebut) ketika masih berkeliaran di tengah-tengah masyarakat atau sementara menjalankan aksi premanismen. Mengapa harus menunggu ketika para preman tersebut sudah menjadi tak berdaya dan tanpa berbuat apa-apa.
Dari situ, nampak bahwa siapa yang pengecut dan ksatria. Ku tak bela preman, mereka patut diberantas, namun cara berantasnya bukan ketika mereka sudah dalam kolam yang terbatas, kerangkeng, dan tak bisa bergerak ke arah mana pun.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!