Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Politik

Publik Jakarta Mendukung Jokowi-Ahok, [Oknum] DPRD DKI Memusuhi Mereka

29 Mei 2013   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:51 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrat Aliman Aat Taufiqurahman Ahmad Husin Alaydrus Abdul Mutholib Sandy Neneng Hasanah Siti Sofiah Mujiyono Agung Haryono Nawawi Lucky Berlin Hendry Ali Marie Amadea Mirna Na’Amin Santoso Hardi DR Marthin Maria Hernie TS Yance.

PKB - PAN Hidayat Ar Yasin Moh Asyari.

PPP Matnoor Tindoor Ichwan Zayadi Abdul Aziz Belly Bilalusalam.

Hanura - PDS Rukun Santoso Fahmi Zulfikar Guntur Farel Silalahi Suprawito.

Partai Golkar Rudin Akbar Lubis.

YANG MUNDUR dari INTERPELASI

PPP

Matnoor Tindoor

Ichwan Zayadi

Abdul Aziz

Hanura-PDS

Fahmi Zulfikar

Guntur

Farel Silalahi

Suprawito

Golkar

Rudin Akbar Lubis.

Dalam sejarah perpolitkan Indonesia, khusus politik tingkat wilayah atau lokal, tak banyak terjadi penghentian kepala daerah (Gubernur, Bupati atapu Walikota) sebelum berakhir masa jabatannya. Jika adapun, hal itu terjadi karena pelanggaran yang sangat fatal; serta melalui proses berliku, bertingkat hingga ke pemerintah pusat.

[Jika kemarin-kemarin ada semacam isue penggalangan kekuatan politik lokal di DKI Jakarta, yang rencananya akan melengserkan Gubernur DKI, maka tentu saja, wacana lengserkan itu terlalu cepat muncul dan mengada-ada alias meramaikan suasana]

Betapa tidak, hanya gara-gara mekanisme KJS, Kartu Jakarat Sehat yang belum mencapai sempurna, maka DPRD harus melakukan Interpelasi terhadap Gubernur DKI; sebetulnya mereka tak salah, namun sebagian orang (cukup banyak yang) menyatakan ada rencana tersembunyi yang lain.

Dan rencananya kira-kira seperti ini, DPRD tidak setuju (tak puas, kurang selera) dengan jawaban Gubernur DKI, karena penuh kesalahan, tak memuaskan, tak sesuai logika, dan lain sebagainya, maka dilanjutkan dengan menyatakan bahwa Gubernur DKI mal-prestasi, tak berhasil, tak bisa, tak mampu, dan lainnya, oleh sebab itu harus diganti atau diberhentikan. Karena harus dihentikan, maka akan ada proses selanjutnya sampai ke pemerintah pusat, dhi Ke/Mendagri.  Tentu saja, itu adalah proses yang muncul karena kira-kira. Kira-kira yang (tidak) masuk akal, namun itulah jalan yang dipersiapkan oleh para anggota DPRD DKI yang anti Jokowi-Ahok.

Juga, kira-kira seperti itulah yang berkembang di/dalam masyarakat, dan nampak dari jawaban - komentar mereka di media sosial, terutama Fb dan Twitter.

Semuanya itu, karena telah ada penilaian buruk sebelumnya; rakyat DKI sudah terlanjur mendapati dan menilai kinerja serta hasil kerja DPRD DKI yang tak berdampak apa-apa ke/pada rakyat; rakyat hanya tahu, mendengar, melihat adanya oknum DPRD DKI yang menjadi pengkirtik tak masuk akal terhadap Jokowi-Ahok. Lalu, kini mereka mau mengusik-usik Jokowi, melalui interpelasi.

Kupastikan bahwa sangat banyak rakyat DKI yang tahu dan pahami bahwa (Hak) Interpelasi merupakan hak DPRD untuk meminta keterangan dari Gubernur terkait kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupaan masyarakat. Jadi, tak salah jika DPRD melakukan interpelasi tersebut; yang salah adalah proses yang berkembang sebelum rencana Interpelasi tersebut.

Proses yang dimaksud adalah adanya serangan kata-kata melalui media (radio, tv, cetak, dan lain sebagainya) dari (oknum) anggota DPRD DKI yang ditujukan ke/pada Jokowi (-Ahok); yang dilakukan terencana dan terus menerus; dan publik DKI megikutinya dengan jeli. Bahkan pada satu waktu, ada anggota DPRD DKI yang digoblok-goblokan oleh warga ketika ia bersuara ngawur di TV (pada saat dialog interaktif).

Jadi, bukan publik tak suka adanya interpelasi DPRD terhadap Jokowi, namun sudah tak percaya pada mereka yang menyebut diri sebagai wakil rakyta DKI tesebut.

Rakyat sudah terlanjur menilai para anggota DPRD DKI yang mengagas interpelasi adalah mereka yang kinerjanya tak ada, oleh sebab itu tak layak bertanya apa-apa kepada Jokowi. Juga, publik sudah menilai bahwa DPRD berencana memakzulan gubernur; DPRD tidak pro Kartu Jakarta Sehat (KJS), dan lebih parah, ada penilaian bahwa DPRD sama sekali tidak pro rakyat.

Jadi, jika kini, ketika DPRD DKI mau melakukan hak politik mereka (yang sah menurut Undang-undang), justru rakyat menilai bahwa mereka salah, tak layak, serta tak patut lakukan itu. Karena jika mereka lakukan maka sama dengan melawan rakyat; sebab ganggu Jokow (-Ahok) sama dengan ganggu Rakyat DKI Jakarta. Beranikah!?

Jadi, siapa yang salah atau mau disalahkan !? [caption id="attachment_256639" align="aligncenter" width="451" caption="kompasiana.com/"]

13698156881912445597
13698156881912445597
[/caption]

Interpelasi terhadap Jokowi

Delapan Anggota DPRD DKI Urungkan Niat

136970771697561449
136970771697561449

UPDATE

DPRD Batal Interpelasi Jokowi

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta urung mengajukan hak interpelasi kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo. Permasalahan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang akan diangkat dalam interpelasi itu telah selesai dibahas di tingkat Komisi E DPRD. "Kami menyepakati masalah KJS diselesaikan di internal Komisi E. KJS yang dibahas terlalu teknis hingga cukup didetailkan di internal komisi," ujar Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Ashraf Ali saat dihubungi wartawan, Rabu (29/5/2013) sore. Ashraf mengatakan, dalam pembahasan internal di komisi akan didapatkan hasil yang akan dibicarakan di masing-masing fraksi. Setelah itu akan segera diterbitkan rekomendasi kepada Gubernur. Hal senada juga diungkapkan Ketua Fraksi Hanura Damai Sejahtera DPRD DKI Fahmi Zulfikar Hasibuan. Fahmi mengatakan, pada dasarnya Fraksi Hanura Damai Sejahtera mendukung program KJS. Namun, seiring dengan perjalanannya, fraksi tersebut melihat ada permasalahan yang menghambat program KJS. "Wajar jika kami ingin menanyakan langsung ke Pak Gubernur, bagaimana KJS berjalan. Sekadar bertanya, menggunakan hak politik kami sebagai anggota Dewan secara personal," ujarnya. Permasalahan tersebut, kata Fahmi, tidak hanya sebatas tarif kepada rumah sakit, tetapi juga soal infrastruktur. Berdasarkan info di lapangan, Fahmi menilai masih banyak pelayanan pasien yang tidak memuaskan, misalnya banyak pasien yang telantar, tenaga medis yang kurang, serta masih tidak meratanya fasilitas sejumlah rumah sakit. "Kami dukung KJS, tapi jangan sampai ada pihak yang dirugikan di tingkat masyarakat atau rumah sakit. Ingat, INA-CBG's hanya masalah kecil, ada banyak masalah lain, jangan sampai Gubernur kewalahan. Makanya, kami sokong salah satunya dengan hak interpelasi ini," lanjut Fahmi. Wacana pengajuan hak interpelasi muncul dalam rapat dengar pendapat antara DPRD DKI Jakarta dengan Dinas Kesehatan dan instansi terkait, Kamis (23/5/2013). Rapat tersebut membahas masalah dalam pelaksanaan KJS, termasuk 16 rumah sakit swasta yang dikabarkan berkeberatan melaksanakan KJS karena sistem pembayaran. Dalam rapat tersebut, anggota Komisi E DPRD DKI, Ashraf Ali, mengklaim telah ada 32 anggota DPRD DKI Jakarta yang menandatangani rencana penggunaan hak interpelasi untuk meminta penjelasan kepada Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo terkait masalah di program KJS. Meski demikian, banyak fraksi DPRD yang mundur dari interpelasi tersebut. Sesuai dengan Pasal 306 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, hak interpelasi dapat digulirkan jika ada 15 anggota DPRD minimal dari dua fraksi yang setuju. Jika kurang dari jumlah itu, interpelasi pun gagal.

13698156881912445597
13698156881912445597

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun