doc pribadi - kompasiana media library
Desember 2011, massa membakar rumah dan pesantren milik warga Syiah di Sampang; warga memporakporandakan properti umat Syiah; mereka mengalami kekerasan fisik, dan terusir dari kampung. Sang peminpin Tajul Muluk, ditangkap polisi, kemudian diadili.
Kemarin Tajul Muluk mendapat putusan Pengadilan Negeri Sampang, Madura, Tajul Muluk terbukti bersalah melakukan penistaan agama, seperti diatur dalam pasal 154 a KUHP.
Menurut Majelis Hakim, Tajul Muluk mengajarkan, hal-hal yang menyimpan dari ajaran agama Islam, antara lain sholat Jumat tidak wajib, naik haji tidak harus ke Mekah tapi ke Karbala, Iran; Sholat lima waktu digabung jadi tiga; Al-Quran yang kita baca selama ini dianggap tidak asli. Majelis hakim hanya mempertimbangkan keterangan saksi yang diajukan jaksa penuntut
Tetapi, menurut keterangan saksi yang diajukan oleh/dari penasihat hukum, serta saksi-saksi lain, Tajul Muluk tidak pernah mengajarkan hal-hal yang seperti dituduhkan para hakim dan jaksa.
Itu yang terjadi dengan Tajul Muluk, ia yang teraniaya, namun ia yang ditangkap, dihukum, dan di penjarakan.
Di mana letak kebenaran dan kepastian hukum di balik semuanya itu!
Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar, tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran.
Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya.
Kebenaran [dari kata benar] dapat bermakna tindakan dan kata-kata yang jujur dan benar; sesuai dengan asas-asas yang berlaku; dan diterima secara universal oleh [hampir] seluruh umat manusia. Kebenaran juga bisa berarti ungkapan atau tindakan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Benar dan kebenaran yang diterima secara universal tidak terpengaruh oleh sikon apapun, sehingga ada ungkapan bahwa kebenaran harus ditegakkan biarpun dunia runtuh.
Seringkali kebenaran hanya dimaknai dalam hubungan dengan kata-kata dan tindakan seseorang, sehingga muncul ungkapan seperti ia bertindak benar ataupun mereka berkata-kata dengan benar.
Padahal, benar dan kebenaran menyangkut atau berhubungan dengan banyak hal, misalnya ajaran-ajaran agama, hukum, sosio-kultural dan iptek. Dengan itu, kebenaran selalu dihubungkan dengan ruang lingkup sikon yang mengikutinya; misalnya kebenaran hukum, kebenaran iptek, kebenaran matematis, kebenaran Ilahi, dan lain sebagainya.
13421401331720575734
Saya tak  melihat kasus Tajul Muluk dari sisi agama dan keputusan peradilan, namun pada cermin tuduhan yang ditimpa ke/pada dirinya.
Jaksa penuntut umum membawa saksi-saksi (yang memberatkan) ke ruang persidangan. Sebaliknya penasehat hukum juga membawa saksi-saksi yang menyangkal semua tuduhan berdasar jaksa penuntut. Majelis Hakim, membuat keputusan hanya berdasar apa yang mereka/ia dengar dari saksi-saksi yang diajukan Jaksa, sambil tak peduli pada saksi-saksi yang lain.
Lepas dari semuanya itu, menurut media lokal di Jawa Timur, terjadi ketimpangan pada putusan yang telah dilakukan pengadilan.
Menurut ku, bukan saja ketimpangan, tetapi sekaligus penyimpangan serta mencederai kebenaran - adil - keadilan.
Putusan pengadilan tersebut, sekaligus memperlihatkan ke dunia, bahwa di tempat yang seharusnya ada keadilan, terjadi ketidakadilan; yang seharus kebenaran terungkap untuk kebebasan, yang terjadi adalah ketidakbenaran karena kegelapan hati nurani.
Pengadilan (dan juga jaksa) telah memperlihatkan ke/pada dunia, bahwa mereka lebih suka, melakukan ketidakadilan - ketidakbenaran, demi rasa aman diri sendiri, serta demi dan untuk pesanan kepentingan dan kepentingan pesanan.
1342143078519842898
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H