[caption id="attachment_191471" align="aligncenter" width="502" caption="koleksi omong kupang"][/caption]
Akhirnya terkuak sudah, anggota Komisi VIII DPR RI, Zulkarnaen Djabar (ZD), ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus proyek pengadaan Alquran di Kementerian Agama; proyek pengadaan Al Quran tahun anggaran 2011-2012, di Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama. Besaran nilai korupsinya, sangat besr, mencapai Rp35 miliar,  (dan semuanya uang, bukan daun-daunan lho).
Lihat ada kata-kata penting, pengadaan Al Quran, Direktorat Pendidikan Agama Islam, dan Kementerian Agama. Dari sini, bisal melihat bahwa, Quran-quran tersebut, akan disebar ke lembaga-lembaga pendidikan yang dalam/di pengasuhan serta pengawasan Kementerian Agama. Atau pun, lembaga-lembaga lain, yang membutuhkan Quran, misalnya Rumah Sakit, Pesantren, Universitas, dan lain-lain sebagainya.
Rakyat biasa akan bertanya-tanya, ko' cuma cetak Quran aja, bisa di korup!? Betul, cuma cetak, namun untuk mencapai ke cuma cetak itu, ada proses berliku dan panjang. [Diriku, sebagai orang yang pernah berurusan dengan pengadaan buku (tapi bukan Alkitab dan Al Quran) di Departemen itu, dan kemudian langsung tobat, dan tak mau lagi (walau ada manuscript setebal 393 halaman yang telah ku selesaikan/selesai nulis), kini ku simpan sebagai kenang-kenangan].
Mari kita berandai-andai, biaya 1 buku/Quran dari proses design cover (ingat, khusus untuk Kitab Suci: Quran, Alkitab, Tirpitaka, Weda, sudah tak ada biaya penulis) hingga cetak, misalnya Rp. 50.000.-/explr. Jika, pengadaannya 500.000 buku, maka gampangnya 500.000 x Rp.50.000.- = banyak rupiah (hitung sendiri ya). Tetapi, biaya proyek tersebut bukan banyak rupiah tersebut.
Perhitungannya, tak Rp. 50.000.-/explr, namun bisa 2 sampai 3 kali lipat; ko' bisa!? Memang harus bisa, dan seperti itu. Harus 2 sampai 3 kali lipat, karena ada biaya panitia pengadaan buku, honor panitia, distribusi, dan seterusnya, sehingga perhitungannya, menjadi lebih besar atau bertambah. Di sinilah, semakin terbuka ruang-ruang dan kesempatan untuk korup. Apalagi, jika sampai pada tataran teknis, petugas yang berhubungan dengan mutu buku, kualitas kertas, dan seterusnya. ini pun bisa dikorup, dengan cara menurunkan standar.
Dan di mana peran anggota DPR yang terlibat!? Ini urutannya, penyimpangan - peluang korup sudah dimulai dari staf teknis, lanjut ke panitia pengadaan, naik lagi direktorat, diteruskan ke direktur, naik lagi ke Dirjen, Sekjen, dan Wakil Menteri dan Menteri. Di sini sudah dalam bentuk  proposal pengajuan anggaran. Di bawa ke DPR, agar lolos, maka ada negoisasi antara pembawa proposal pengajuan anggaran dan anggota DPR; Intinya, tolong loloskan, jika lolos maka sang anggota yang berjuang untuk meloloskan anggaran tersebut kebagian sekian persen.
Nah, untungnya hanya seperti itu atau peluang korup hanya pada hal-hal seperti itu. Ku bayangkan, jika para koruptor tersebut sudah benar-benar gelap mata dan rakus uang, sehingga mereka juga mengurangi ayat-ayat atau kitab yang harus dicetak - harus ada di Al Quran. Â Jika terjadi ..... (tak ada kata yang bisa ku tulis).
Jadi, sebagai orang yang sudah lama di Tanah Jawa, ku ikuti teman-teman ku, yang sama-sama berkata, "Abbah tak usah risau, karena masih untung, mereka cuma korup biaya pengadaan Quran; jika ayat-ayat Quran yang mereka korup, wah lebih berbahaya" (Thank ya ... Pak Bambang Suseno, Pak Mamad Adioksa, Pak Sugeng, Pak Ahmad, yang memberi idea ini; bapak-bapak Haji ini juga prihatin, terhadap sikon korup di Kementerian Agama RI).
1340702337842289522Abbah Jappy P