Dengan demikian, pada hakekatnya, kebenaran mempunyai dimensi manusiawi dan Ilahi. Dimensi manusiawi, adalah bersifat moral, etika, hukum, serta berhubungan dengan pembuktian-pembuktian iptek, menyangkut bidang eksata maupun sosial. Sedangkan dimensi Ilahi, menyangkut formula-formula keagamaan, yang harus diterima atau dipercayai apa adanya sesuai teks atau ayat-ayat Kitab Suci. Misalnya, kesaksian Kitab Suci tentang adanya TUHAN - Allah, penciptaan alam semesta dan manusia, Surga, Neraka, hidup setelah kematian, penebusan, dan lain-lain. Kebenaran Ilahi tidak perlu pembuktian tetapi iman atau percaya pada diri seseorang atau umat beragama.
Melihat dari sudut mana pun (Ilahi dan manusiawi), tetap TIDAK ADA celah dan peluang jika seseorang mau/ingin memperjuangkan adanya kebenaran di/dalam hidup dan kehidupan - masyarakat - dunia - sosial - komunitas - dan seterusnya, maka harus DILAKUKAN dengan cara kekerasan - kebrutalan - kejahatan -kriminal - darah, dan seterusnya.
TETAPI, jika mau berjuang untuk itu maka harus juga dilakukan dengan cara benar: benar berpikir - benar berkata - benar bertindak, (termasuk di dalamnya tak melakukan kejahatan - kriminal - kekerasan - kebrutalan - pertumpahan darah).
Abbah Jappy P
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H