Kekerasan merupakan tindakan seseorang (gerombolan, kelompok), dengan menggunakan berbagai alat bantu [misalnya senjata tajam dan api, bom bunuh diri, dan lain-lain], kepada orang lain dan masyarakat, yang berdampak kehancuran dan kerusakan harta benda serta penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis bahkan kematian.13362648971580932872
Sedangkan, kerusuhan merupakan suatu sikon kacau-balau, rusuh dan kekacauan, yang dilakukan [oleh pergerakan dan tindakan] oleh seseorang maupun kelompok massa berupa pembakaran serta pengrusakkan sarana-sarana umum, sosial, ekonomi, milik pribadi, bahkan fasilitas keagamaan.
Dengan demikian, kekerasan dan kerusuhan sosial, adalah rangkaian tindakan seseorang [dan kelompok massa] berupa pengrusakan dan pembakaran sarana dan fasilitas umum, sosial, ekonomi, hiburan, agama-agama, dan lain-lain. Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat terjadi di wilayah desa maupun perkotaan.  Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat dilakukan oleh masyarakat berpendidikan maupun yang tak pernah mengecap pendidikan; mereka yang beragama maupun tanpa agama.
Gaya Hidup merupakan suatu rangkaian tindakan - kata - cara - kebiasaan (yang kontemporer maupun terus menerus), yang dilakukan oleh seseorang (kelompok - komunitas) pada/di suatu wilayah tertentu; dan biasanya terlihat - terpancar (keluar)Â oleh orang lain (di dalam maupun di luar komunitas).
Bisa juga terjadi, ada orang-orang (dalam suatu komunitas) tidak terpengaruh oleh gaya hidup sesamanya (dalam/pada komunitas - kelompok bersangkutan). Dan bisa juga atau seringkali terjadi, pada suatu komunitas, ada (cukup banyak atau pun  sedikit orang) yang tidak terpengaruh pada gaya hidup yang muncul dari luar atau pun sementara diikuti oleh yang lainnya. Dan dengan itu, tak menutup kemungkinan, orang-orang yang ada pada kelompok - komunitas masyarakat (pada/di wilayah tertentu) mengikuti gaya hidup yang berbeda - beda.
Melompat ke sikon kekinian kita, di negeri ini, Nusantara tercinta, orang-orangnya mengikuti berbagai gaya hidup. Misalnya, banyak orang Indonesia ada pada gaya hidup tradisional-agraris - modern - post modern (dan seterusnya) serta varian-variannya.
Secara khusus, di Nusantara (pada masyarakat tertentu dan di wilayah tertentu), Â telah ada gaya hidup yang baru; yaitu gaya hidup kekerasan atas nama agama.
Segar dalam ingatan dan hangat dalam kata-kata serta terbaru di sekitar kita, satu kasus di Solo Jawa Tengah dan satunya lagi di Jakarta Selatan. Sangat nampak - sangat kentara - sangat mudah terlihat, orang-orang yang gunakan agama sebagai alat kekerasan - alat untuk membuat rusuh. Dan dari tayangan televisi, terlihat dengan jelas bahwa, mereka lakukan semuanya itu dengan wajah-wajah kebanggaan - wajah-wajah biasa serta menunjukkan diri sebagai kekuatan yang tak bisa dilawan oleh siapa dan apa pun.
Agaknya, itu bukan lagi perilaku penyimpangan sosial serta akibat radikalisme (seperti dilansir oleh Setara Institut), melainkan telah menjadi gaya hidup kekerasan atas nama agama. Suatu gaya hidup yang menjadikan agama sebagai kendaraan (tanpa kemudi) yang mudah digunakan oleh siapa pun untuk menabrak yang lain - yang berbeda - yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai moral keagamaan yang berlaku (menurut mereka).
Pada sikon itu, mereka para pelaku tersebut, melakukan tindakan kekerasan untuk memenuhi - memuaskan keinginannya; yaitu meniadakan segalanya yang berbeda dan tak sejalan - sealur dengan mereka. Dan dengan itu, isu atau melanggar HAM, menjadi tak penting;  tetapi yang utama adalah keinginan-keinginan yang tercapai; kepuasan karena berhasil menghalau, mengalahkan, menggagalkan, bahkan  merusak segala sesuatu yang berbeda serta tak sesuai dengan ukuran yang digunakan mereka (para pelaku gaya hidup kekerasan atas nama agama tersebut).
foto koleksi pribadi - kompasiana media library Abbah Jappy P [klik] LAPORAN SETARA INSTITUT LAPAK ARTIKEL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H