Kisah nyata, (mereka yang disebut di sini, mengizinkan kisah ini dimuat; sambil mereka ingin pendapat dari para pembaca); kemarin sore, 22 Februari 2012, di mulai dengan rangkaian pesan di inbox FB bersama seorang teman dari Indonesia Timur. Sebut saja namanya Masnana'ok, Usianya 10 tahun di bawah ku, ia seorang bangsawan, keturunan raja yang memerintah pada masa kolonial. Di Jakarta, cukup dikenal dikalangan komunitas sukunya.
Perjalanan hidup dan kehidupan sebelumnya, menjadikan ia cukup makmur, tetapi sayangnya tak mempunyai anak. Dan ini awalnya; karena agama - imannya atau agama yang ia anut,  (walau/karena tidak punya anak) ia tidak mungkin berpisah dari/dengan isterinya.  Padahal, ingin mempunyai keturunan. Masnana'ok dan isterinya, sudah menjalani terapi ke berbagai dokter, dan memang isterinya yang mandul.
Masnana'ok datang kepada ku, sambil bercerita dan meminta pendapat; lucunya ia bukan meminta pendapat pada ku, tetapi meminta agar mengiyakan - mendukung pilihan yang (akan) diambilnya (cukup aneh bukan .....!?). Masnana'ok  ingin kawin lagi untuk mendapat keturunan namun tak mau berpesah dengan isterinya (menurutnya, karena mereka masih saling mencintai dan menyatu dalam/di usaha sejak kecil hingga sukses).
Menurut Masnana'ok, perempuan yang hendak dinikahinya, (menurutnya) seseorang yang (walau tidak begitu cantik) bisa memberi dia anak, beragama Islam; ia memberi syarat, jika Masnana'ok pindah agama, maka bersedia menikah. Sementara itu, ketika Masnana'ok sampaikan kepada isterinya, ia boleh menikah, setelah bercerai. Inilah problem juga baginya.
Menurut Masnana'ok, pada satu sisi, ia hanya bisa poligami jika telah menjadi (pindah) (ber)Agama Islam; dan isterinya juga, agar bisa poligami (demi adanya keturunan). Di Di sisi lain, karena tuntutan adat, ia sulit untuk tidak makan daging babi; ia juga akan mendapat benturan sosial (dari komunitasnya serta masalah besar dari suku - sub-suku - klan), Â jika mempunyai lebih dari satu isteri. Mohon para pembaca memberi saran (semuanya akan terbaca oleh Masnana'ok).
Cases di atas, memang tak saja di alami oleh Masnana'ok, namun ada di mana-mana; dan memang akan mengalami problem untuk mengambiil (pengambilan) keputusan etis. Â Dampak dari pengambilan keputusan (yang telah/akan) diambil pun) menyangkut banyak hal.
Saya pun, belum memberi Masnana'ok apa pun (mengiyakan - mendukung maupun tidak menyetujui), karena ini merupakan sesuatu yang membutuhkan pertimbangan matang - dewasa - etis - moral - nilai-nilai - adat - dan lain sebagainya.
.... adakah pembaca yang mau memberi saran ....!?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H