Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kapan Kita, Menjadi Masyarakat Sejahtera!?

4 Februari 2012   07:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:04 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada masa lalu, telah ada orang-orang kaya di tengah masyarakat (karena berbagai usaha dan kerja keras) serta menghasilkan masyarakat yang mempunyai kekuasaan, kekuatan dan kekayaan. Pada masa itu, kekuasaan diidentik dengan penguasaan wilayah dan sekaligus orang-orang yang ada di dalamnya; kekuatan diidentik dengan kemampuan melindungi serta mempertahankan diri dari berbagai serangan binatang buas dan tindak kejahatan; sedangkan kekayaan, ditandai dengan banyak ternak, perak, emas, tembaga, besi dan dengan pakaian yang sangat banyak, sejumlah besar budak, serta mempunyai isteri lebih dari satu. Semuanya itu sebagai tanda-tanda ataulambang-lambang kesejahteraan.

Identifikasi itu, menjadikan hanya sedikit manusia yang bisa dikategorikan sebagai masyarakat sejahtera. Mereka adalah para pemuka (pemimpin dan pahlawan) lokal, bangsawan, para raja dan keluarganya; ataupun masyarakat (rakyat) biasa, akibat kerja keras. Kesejahteraan juga diidentik dengan luasnya pengaruh dan adanya loyalitas, keseganan dari orang lain; umur panjang, mendapat penghormatan dan kehormatan. Adanya orang kaya harus dikaitkan dengan perhatian mereka kepada masyarakat miskin atau kemiskinan. Dengan demikian, masyarakat sejahtera [terutama secara materi] diharapkan dapat membuka peluang agar orang lain keluar dari keadaannya yang kekurangan.

Pada umumnya, keadaan masyarakat sejahtera (dengan ukuran tertentu) adalah mereka yang berada atau berdiam di pusat-pusat perdagangan dan politik; atau mereka yang tinggal atau berada di perkotaan; serta menjadi bagian dari masyarakat kota dan industri. Pandangan seperti itu, menjadikan banyak sekali masyarakat desa [ataupun mereka yanng miskin] menuju ke kota dengan tujuan meningkatkan taraf hidup dan kehidupannya.

Padahal, dalam kenyataanya, tidak semua masyarakat kota dan industri atau berdiam di pusat-pusat politik dan ekonomi mempunyai taraf hidup lebih baik dari penduduk desa. Masyarakat perkotaan pun penuh dengan pelbagai permasalahn sosial, kebudayaan, benturan nilai, hukum, politik, kriminal dan lain sebagainya.

Pada sikon kekinian, identifikasi masyarakat sejahtera masih tetap sama seperti masa lalu. Artinya, seseorang akan mengalami sejahtera jika ia bisa mempengaruhi orang lain, mendapat loyalitas, disegani, berumur panjang, mendapat penghormatan dan kehormatan, dan seterusnya.

Dan keadaanya tetap sama, yaitu adanya kaitan dengan harta benda atau kekayaan. Akan tetapi, umumnya masyarakat sejahtera atau orang-orang kaya (hampir) tidak mempunyai perhatian kepada kaum miskin dan kemiskinannya; padahal, secara teologis dan sosiologis, mereka diharapkan dapat membuka peluang agar orang lain keluar dari keadaannya yang kekurangan.

Di negeri ini, NKRI tercinta, terlalu banyak orang kaya (mereka adalah anggota parlemen, pejabat, penguasa, pengusaha, dan seterusnya) dan juga tidak sedikit orang-orang yang belum sejahtera (dan ini tak terhitung) ... keduanya ada dalam local yang sama, sama-sama di Nusantara. Tetapi, mereka terpisah oleh jurang yang terseberangi; ada gap yang menganga di antara keduanya, mereka saling melihat, namun tangannya tak saling menjulur, untuk membantu.

Ku membayangkan, cuma sedikit mengharapkan, mereka yang ada  dalam/pada terlalu banyak itu, bisa membuka peluang agar orang-orang yang tak sedikit tersebut mampu terangkat taraf hidup dan kehidupannya. 

... Walau ku cuma berharap, namun ku tak mau tetap sebagai pengharapan, sehingga doaku, adalah pengharapan itu menjadi nyata; nyata di tengah-tengah bangsa ini ...

13256807581442499837
13256807581442499837
GUBUG CITRA DIRI CINTA - KASIH - SAYANG PACARAN dan PERTUNANGAN FUNGSI SEKS DALAM PERKAWINAN CIRI ABG YANG SUDAH SEX PRA-NIKAH GAYA HIDUP HEDONIS HAPPY BIRTHDAY FRAGMENTASI RISENSI BUKU MALU dan TAK TAHU MALU PRIBUMI - NON PRIBUMI SENTIMEN SARA PANIK - KEPANIKAN SUSNO DUADJI: “BHAYANGKARA SEJATI SETIA DAN LOYAL“ PEMIKIRAN MODERAT DAN LIBERAL PENYUSUNAN PERDA FUNGSI SEKS GEJALA PENGGUNA NARKOBA MAKNA POLITIK DEKADENSI MORAL HAKIKAT KERJA - PEKERJAAN HUBUNGAN MANUSIA - ALAM ORIENTASI DAN DISORIENTASI SHOLAT KRISTEN LAMBANG SEX E-BOOK INTERNET FM RADIO

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun