Usia ku, sudah mendekati 6 dekade, dan kini menikmati hidup dan kehidupan sebagai rakyat biasa di pelosok Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi), sebutan untuk kampung-kampung di Wilayah Metropolitan dan sekitarnya. Salah satu kota terdekat dengan tempat tinggal ku adalah Bogor, yang masa lalu menjadi pusat Kolonial, ramah, dingin, sejuk, dan aneka suku, sub-suku, ras, berdiam dengan damai serta rukun. Â Bahkan, sempat (pada masa lalu) direncanakan menjadi pusat pendidikan, wisata, serta kiblat study flora dan fauna Tropis di Dunia. ... entah sekarang, masih ada seperti itu atau tidak ... dan rencana manis masa lalu tersebut, Â terwujud atau tidak ...
Kini, di Bogor, telah menjadi PUSAT kuasa dan kekuasaan di NKRI. Sang wali kota bogor, entah siapa namanya (buat ku, tak penting, nama makhluk yang jadi wali kota itu), Â adalah orang yang PALING BERKUASA di Negeri ini.
Melalui peristiwa sekitar carut marut (pembangunan) Gedung Gereja GKI TAMAN YASMIN, nama Bogor dan (juga) walikotanya mejadi TERKENAL di berbagai PELOSOK DUNIA Â (dan ini, ku salut padanya, Â karena melalui GKI YASMIN, ia berhasil mempopulerkan dirinya; ia menjadi terkenal sampai di mana-mana).
Dan dengan peristiwa GKI YASMIN, walikota Bogor membuktikan bahwa ia (makhluk yang jadi walikota itu), Â ia lebih berkuasa daripada Presiden RI - Ketua MPR - Ketua DPR Panglima TNI - Kapolri - Ketua MA - Jaksa Agung - dan semua menteri kabinetnya SBY; ia lebih berkuasa dari siapa pun yang mempunyai kekuasaan di negeri ini.
Si walikota itu, telah membuktikan diri, bahwa ia tidak takut kepada siapa pun; ia bisa melawan siapa dan apa saja yang berani menantangnya.  Sang walikota,  dengan Kuasa - Kekuasan  - serta berkomplotan dengan ormas-ormas radikal - manusia-manusia rasis-rasialis, membuktikan diri bahwa dirinya sangat kuat dan tak bisa di lawan - tak bisa di tekan - tak bisa menjadi rendah hati - tak bisa lunak - tak bisa berubah pikiran; ia tegar dan kokoh hadapi semua yang mau melawan dirinya. ... hebat - hebat - hebat ....
LIHAT PAGE FACEBOOK GKI YASMIN
LIHAT ALBUM IBADAH DI JALAN RAYA
Abbah Jappy
LIHAT ARTIKEL http://www.tempo.co/read/news/2012/02/05/063381857/Agamawan-Bilang-GKI-Yasmin-Cuma-Butuh-Ketegasan Romo Benny Susatyo menilai berlarut-larutnya masalah GKI Yasmin karena tidak ada ketegasan dari pemerintah. Benny juga menilai jika pemerintah tegas dalam menegakkan hukum, persoalan GKI Yasmin sudah bisa terselesaikan. "Masalahnya pemerintah juga tidak tegas menegakkan konstitusi," kata Benny di acara "Sarasehan Tokoh Muda Lintas Agama" di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Minggu, 5 Februari 2012.
Menurut Benny, permintaan Wali Kota Bogor kepada jemaat GKI Yasmin untuk merelokasi rumah ibadah tersebut bisa saja dilakukan. Namun Benny juga meminta agar putusan MA yang memenangkan tuntutan GKI Yasmin untuk dilaksanakan, yaitu mengembalikan gereja milik jemaat GKI Yasmin. "Laksanakan dulu keputusan MA agar ada kepastian hukum," kata Benny.
Benny mengkhawatirkan ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan konstitusi tersebut akan berdampak luas bagi masyarakat. Masyarakat, kata Benny, bisa mempersepsikan bahwa hukum bisa ditegakkan melalui kekuatan otot dan modal. "Imbasnya bisa terkena kepada masyarakat di daerah lain di mana minoritas bisa saja tertindas, dan kita hidup dalam curiga," kata Benny.
Ketakutan pemerintah dalam menjalankan keputusan MA juga dikatakan Benny karena selama ini pemerintah terkesan antara ada dan tiada. Pemerintah dinilai Benny hanya ada ketika dalam acara-acara yang bersifat seremonial. "Tapi ketika ada masalah, pemerintah tidak ada dan lari dari masalah," ujar Benny.
Soal pembangkangan Wali Kota Bogor terhadap keputusan MA, Benny melihat hal itu harusnya bisa disikapi oleh Kementerian Dalam Negeri. Menteri Dalam Negeri pun disebut Benny bisa saja memaksa Wali Kota Bogor untuk menjalankan keputusan MA. "Kalau Mendagri punya kewibawaan karena itu (sikap Wali Kota) sudah melawan hukum," kata Benny.
Permasalahan GKI Yasmin dinilai Benny bisa saja diselesaikan dengan cepat jika pemerintah memang memiliki kemauan untuk menyelesaikannya. "Jadi intinya tinggal political will dari pemerintah saja, mau atau tidak menyelesaikan kasus itu," kata Benny menjelaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H