Dalam negara yang menganut dan menjalankan konsep Agama Negara, maka yang terjadi adalah negara tidak memberi hak hidup serta melakukan penghambatan dan penindasan terhadap Agama-agama yang lain dan umatnya. Pemimpin-pemimpin Agama Negara pun tidak perlu terlalu melelahkan diri dengan mengembangkan misi dan visi Agama, karena seluruh rakyat mau tidak mau memeluk Agama Negara. Karena orang menjadi beragama karena memang harus beragama berdasarkan undang-undang dan pengakuan Negara terhadap satu Agama saja.
Agama Negara. Artinya, ada salah satu agama atau hanya ada satu agama yang diakui oleh negara, sebagai Agama Negara secara resmi. Agama-agama di luar agama resmi atau agama negara tersebut, tidak diakui keberadaannya. Pada konteks ini, Negara hanya memberikan fasilitas kepada agama tersebut, serta kemudahan-kemudahan tertentu bagi penganutnya. Dan jika ada agama lain dalam negara tersebut, maka akan mengalami penghambatan, larangan, tekanan dan berbagai kesulitan lainnya.
Negara Agama. Artinya, semua tatanan hidup dan kehidupan dalam negara harus sesuai dengan hukum-hukum atau ajaran-ajaran agama yang diakui negara. Undang-undang dan peraturan negara serta keputusan dan kebijakan negara didasari ajaran-ajaran agama dan teks dan pandangan serta ajaran Kitab Suci. Para pengelola negara atau pemerintah harus tunduk kepada pandangan-pandangan atau ajaran agama jika mau mengambil suatu keputusan atau kebijakan dalam menjalankan tugasnya, termasuk dalam peraturan dan undang-undang, keputusan-keputusan lokal, wilayah, maupun nasional.
Dalam Negara Agama, akan terjadi semacam “pemaksaan” terhadap rakyat agar memeluk Agama Negara. Para penganut agama yang “tidak diakui sebagai agama negara” harus menjadi pemeluk Agama Negara. Hal ini terjadi karena negara tidak mengakui eksistensi agama-agama lain. Dan juga akan terjadi, orang menjadi beragama hanya karena ingin diakui sebagai warga negara, memperoleh kedudukan, jabatan, keuntungan materi, dan lain-lain, bukan karena kesadaran pribadinya serta panggilan Ilahi dan keinginan untuk berhubungan dengan Yang Ilahi.
Bagian-bagian dari pembukaan UUD 45 antara lain berbunyi, " ... untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, ... " Sangat jelas bahwa pada pembukaan UUD 45, termuat tujuan membangun pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia.
Ini juga bisa bermakna, Negara melakukan perlindungan secara menyeluruh atau holistik terhadap semua anak bangsa, suku, dan sub-suku tanpa memandang agama serta kepercayaan mereka. Ini adalah amanat dan perintah konstitusi.
Bahkan, pemerintah juga membiarkan serta mendiamkan [atau sengaja!?] berbagai tindakan kekerasan oleh preman-preman atas nama agama terhadap pemeluk agama, aliran keagamaan, serta kepercayaan minoritas.
TETAPI, realitanya, pada sikon sekarang ini, tidak seperti itu. Fakta menunjukan, banyak daerah [propinsi, kabupaten, kotamadya] telah melakukan-mengeluarkan perda-perda yang mencerminkan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari Negara Agama [Islam]; dan itu didiamkan serta direstui pemerintah pusat.
Melihat realita tersebut, maka, menurut saya, TELAH ADA AGAMA NEGARA DI NKRI; oleh sebab itu, harus ada keputusan politik [dan politis] oleh parlemen. Dengan demikian, pemerintah pusat dan daerah, tak perlu malu-malu kucing mengakui [hanya] ada satu agama, sebagai Agama Negara secara resmi. Agama-agama di luar agama resmi atau agama negara tersebut, tidak diakui keberadaannya. Pemerintah juga tak perlu setengah hati memberi fasilitas kepada agama-agama yang lain, karena memang tak diakui negara; dan cukup atau hanya memberikan fasilitas kepada agama tertentu, serta kemudahan-kemudahan bagi penganutnya.
Dan juga, semakin banyak kebijakan yang membuka peluang agar rakyat dan/di daerah yang mayoritas Muslim, semakin menjadi seperti dalam Negara Agama serta ada Agama Negara. Sebaliknya, ada kesunyian keputusan dan kebijakan politik yang mampu membuka peluang serta mengayomi rakyat yang beragama minoritas; ini adalah marjanilisasi politik terhadap minoritas.
Dan dengan itu, maka aparat pemerintah pusat sampai daerah SANGAT MUDAH melakukan penghambatan, larangan, tekanan, dan pengusiran, pembunuhan, dan kebrutalan lainnya kepada rakyat NKRI yang agamanya-kepercayaannya tidak diakui oleh negara.
Kelanjutan dari adanya agama negara tersebut, maka dengan cepat akan tercipta Negara Agama; dengan ciri-ciri khas, antara lain:
- semua tatanan hidup dan kehidupan dalam negara harus sesuai dengan hukum-hukum atau ajaran-ajaran agama yang diakui Negara
- para pengelola negara atau pemerintah harus tunduk kepada pandangan-pandangan atau ajaran agama
- negara dan para tokoh agama negara mudah melakukan pemaksaan terhadap rakyat agar memeluk Agama Negara
- para penganut agama yang “tidak diakui sebagai agama negara” harus menjadi pemeluk Agama Negara, jika tidak maka kepala pisah dengan badan
- orang menjadi beragama hanya karena ingin diakui sebagai warga negara, memperoleh kedudukan, jabatan, keuntungan materi, dan lain-lain, bukan karena kesadaran pribadinya serta panggilan Ilahi dan keinginan untuk berhubungan dengan Yang Ilahi
JAPPY PELLOKILA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H