Dan dengan model seperti itu, Nuansa Desember yang selalu berhubungan dengan perayaan peristiwa kelahiran Yesus [karena Yesus, yang dilahirkan itu, sebagai ada atau hadirnya Sang Khalik menjadi manusia], maka harus ada pemberitaan dari Surgawi oleh makhluk-2 dari sana; dan mereka adalah Sang Malaikat.
Malaikat, sang imajiner itu telah menjadi real, seiring dengan Nuansa Keilahian - Nuansa Desember - Nuansa perayaan Kelahiran Yesus Kristus, di mana pun. Malaikat dijadikan ada, agar bisa terlihat, terpampang, terpandang, dan terus menerus terjangkau mata selama Masa Nuansa Ilahi.
Sayangnya, keberanian manusia mengrealkan Sang Malaikat dari ruang imajinasinya, secara relatif hanya sampai di/pada Nuansa Desember; dengan penggambaran ada singgahan ilahi di/pada ruang-ruang hidup dan kehidupannya.Setelah itu, sesudah Desember berlalu, aura bawaan Sang Malaikat, yang penuh senyum-damai-peneduh-tentram, menjadi [berangsur] lenyap, dan akhirnya hilang serta menghilang.
Sehingga, MALAIKAT ada dan terlihat sebatas butuh dan dibutuhkan; sebatas waktu dan masa; sebatas ingin ia harus ada di sini dan ada di situ. MALAIKAT, yang katanya makhluk sorgawi, ternyata [paling mudah] diatur oleh manusia; diatur sesuai kehendak pikirannya. Â Malaikat pun tak pernah protes serta demo, karena mungkin ia tak mau memperlihatkan dirinya yang sebenarnya kepada mereka yang berimajinasi tentangnya.
Akhirnya kita menyadari bahwa Mengapa Ada Malaikat di situ!? Karena memang kita - manusia- yang menempatkan dia/ia di situ.