Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peristiwa Sondang Hutagalung

12 Desember 2011   11:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:26 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13695794572108736677

Sondang Hutagalung, seseorang  yang tanpa nama besar,  namun ada dan hadir di antara aktivis bela rakyat, tiba-tiba banyak orang berbunyi menyerukan "SONDANG HUTAGALUNG."  Kisah heroik dan nasib tragis terdengar di Warteg, Warkop, Warok [Warung Rokok], Cafe, TV, FM Radio, Angkot, KRL, Commuter Train, dstnya; mungkin cuma ada satu tempat yang tak terdengar dentingan tentang Sang Sondang, yaitu di Istana Negara [mungkin, mereka yang ada di situ, tak peduli, dan tak punya akses untuk mendengar seruan dan teriakan di depan Istana].

Jauh sebelum PERISTIWA SONDANG, kita, rakyat negeri ini telah melihat tontonan yang dipertontonkan oleh para elite Nasional, tataran birokrat, politisi, pemegang kekuasaan, pemangku jabatan struktural maupun fungsional, bahkan keagamaan, dan seterusnya memperlihatkan tampilan diri ganda yang penuh kemunafikan; mereka telah dicengkram hedonisme - reifikasi -  dekadensi moral.

Pada satu sisi, ia adalah sosok idola yang bersih, ramah-tamah, baik hati, suku menolong, dan lain sebagainya. Namun, di sisi lain, ia mempunyai sikap serta tindakan dan perilaku moral yang jauh dari kejujuran, kesetiaan dan ketaatan kepada TUHAN, ia penuh dengan kemunafikan, serta kebusukan, penyimpangan, kkn, bahkan saling membunuh character musuh-musuhnya, dan lain-lain.

Sang  Sondang melihat semuanya itu, dan banyak Sondang yang lain pun ikut muak dengan segala hal tersebut. Di samping itu, mereka [dan banyak yang lain] juga melihat dengan jelas bahwa tak sedikit Anak Negeri yang kehilangan orientasi hidup dan kehidupan sehingga terjerumus ke dalam disorientasi.

Sikon campur baur Negeri ini, tentu saja  atau bisa saja, sebagian besar anak bangsa menjadi putus asa dan memberontak. Banyak yang menjadi lupa  bahwa ada pesan spritual dari masa lalu, yang berkata "Sebab Aku [TUHAN Allah] ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan, [Jeremiah, +/- 700 BC]"

Pada umumnya, semua manusia menginginkan masa depan yang gilang-gemilang, sejahtera, cerah, damai-sejahtera, bahagia, berkecukupan, dan sebagainya. Oleh sebab itu, manusia berusaha sekuat tenaga dan dengan cara apapun agar mencapai masa depan yang gilang-gemilang, damai sejahtera, tidak kekurangan, dan lain-lain. Untuk mencapai semuanya itu, manusia berusaha dengan berbagai cara, misalnya, berbuat baik, praktek atau perbuatan moral yang baik, pendidikan, kekayaan,  kerja keras, dan seterusnya

Sayangnya, di Negeri ini, semakin banyak jalan tertutup [atau bahkan tidak ada jalan yang terbuka] agar  Anak Negeri mencapai masa depan yang gilang gemilang.  Dan bisa jadi, cuma sedikit orang yang bisa mencapai masa depan seperti itu, yaitu mereka yang empunya uang, kuasa, dan kekuasaan; mereka yang tak ada semuanya itu, harus puas menjadi penonton dan mendapat sisa-sisa yang tercecer; banyak anak negeri masih dibungkus miskin dan kemiskinan.

Sosok  Sondang - Sondang [adalah] sosok Anak Bangsa yang  muncul dari antara mereka yang tidak mau menjadi penonton; namun ingin juga mempunyai masa depan gilang gemilang di Negeri ini. Akan tetapi, keinginan itu, sama dengan keinginan Anak Negeri yang lain, hanya tetap menjadi ingin. Harapan untuk mencapai keinginan masa depan, bagi Sondang dan sosok-sosok Sondang yang lain, pupus, sirna, dan tertelan masa, sehingga menjadi ketiadaan pengharapan.

Dan dalam ketiadaan itu, sosok-sosok Sondang meminta kepada para Hulubalang Negeri, agar memberi mereka kesempatan; mereka meminta dengan cara melawan; mereka berseru dengan cara dan gayanya sendiri; gaya yang biasa dan dan luar biasa.

Seruan dengan cara luar biasa itulah, yang dilakukan oleh Sondang Hutagalung. Sebagai mahasiswa yang cukup cemerlang [rekord IP terakhirnya, di atas 3,5], tentu ia tahu persis makna nilai-nilai hidup dan kehidupan. Dan bisa saja, Sondang  tahu persis, sesuai imannya, bahwa hidup dan mati ada di dalam tangan Tuhan; dan juga, mungkin ia pahami bahwa nyawa yang ada pada sosok dirinya adalah milik Sang Khalik. Dari hubungan sosialnya, tentu Sosok Sondang masih bertukar idea dan cerita; dan dari situ, ada idea-idea cemerlang untuk berseru kepada Pusat Kekuasaan Nergeri ini.

Ketika itu, di saat mendekati heroiknya Sondang, ia masih menitip benda-benda yang ada padanya kepada teman-temanya; dan ini salah satu indikasi bahwa "suara diri Sondang dengan cara unggun," ia lakukan dengan penuh kesadaran serta terencana.

Sekarang unggun itu telah tiada, tak berbekas, dan menyisakan HEROIK serta CERITA diri Sang SONDANG. Tapi, adakah Pusat Kekuasaan dan Hulubalang Negeri melihat cahaya yang bersinar serta asap yang mengepul, juga suara yang terdengar dari unggun yang tergeletak!? Adakah hati mereka terbuka untuk semuanya itu itu!?

Mungkin kita, Anak Negeri ini, hanya bisa berseru dengan kata-kata, dan juga harus rela jika tak di dengar oleh Hulubalang Negeri. Berseru seperti yang lain pernah berseru, "Dengarkanlah, hai orang-orang tuli pandanglah dan lihatlah, hai orang-orang buta!" Siapakah yang buta, siapa yang tuli, selain mereka yang kini berkuasa di negeri ini. Jika mereka melihat, maka melihat banyak, tetapi tidak memperhatikan,  memasang telinga, tetapi tidak mendengar.

Kata-kata, gerakan, bahasa tubuh, asap, cahaya, sinar, dari  Sang Sondang telah tiada tak berbekas, tak tersisa, tak terlihat didepan Medan Merdeka Tetapi Nyalanya masih ada di banyak hati Suaranya masih terdengar dan terus menerus terdengar Semangatnya masih menjiwai Selamat Jalan

Jappy Pellokila

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun