Perbedaan SUKU - AGAMA - RAS - GOLONGAN adalah kekayaan dan bukan kesalahan apalagi dosa tak berampun. Semua manusia, terlahir di/dalam sikon atau pun frame SARG tersebut; siapa pun dia dan dari latar atau strata mana pun.
Tak ada seorang pun, mampu untuk memilih untuk dilahirkan dan ada, di luar konteks SARG orang tuanya.
Akan tetapi, ketika SARG diberi muatan (baru) serta dikaitkan dengan kata-kata  sentimen dan antar sehingga menjadi SUKU-AGAMA-RAS-ANTARGOLONGAN; maka makna dan konotasinya menjadi lain serta sangat berbeda.
SARA bukan lagi menjadi kekayaan dan kekuatan perbedaan antar manusia yang bisa difungsikan untuk saling melengkapi, saling membangun, saling menolong, saling meperhatikan, serta saling-saling yang lainnya; melainkan merupakan alat pembeda yang bisa menghancurkan serta merusak hubungan hidup dan kehidupan manusia, bahkan menghancurkan peradaban.
Sentimen SARA merupakan perilaku manusia, khususnya umat beragama [yang diwujudkan melalui kata, tindakan, kebijakan, keputusan] yang merendahkan, membatasi, dan meremehkan [termasuk tidak memberi kesempatan dan peluang], agar orang yang berbeda agama mendapatkan hak-haknya serta mampu mengaktualisasi dirinya secara kreatif.
Umumnya, faktor utama yang menunjang sentimen SARA adalah masukan-masukan dari pihak luar pada seseorang. Pihak luar yang dimaksud antara lain [bisa saja], para tokoh-tokoh atau pemimpin Agama, politik, penguasa, pengusaha, pemerintah, kepala suku ataupun sub-suku. Mereka adalah orang-orang yang ingin meraih keuntungan dari suatu perbedaan. Bagi mereka, perbedaan merupakan suatu kesalahan dan ketimpangan sosial, sehingga perlu diperbaiki melalui pemurnian dengan cara menghilangkan atau menghancurkan semua hal yang berbeda.
Dengan itu, mudah dimengerti jika ada perusakan tempat usaha etnis tertentu; tempat ibadah agama-agama; rekayasa sosial dan membangun opini publik melalui media massa, agar seseorang yang berbeda SARA tidak menduduki jabatan struktural, fungsional, dan politik di lingkungan pemerintah maupun bidang-bidang terkait lainnya
Sentimen SARA, bisa juga terjadi akibat kemunculan aliran-aliran yang bersifat sekterian pada agama-agama. Pada umumnya, sekte atau mazhab tersebut mempunyai karakteristik yang hampir sama. Yaitu, bersifat sempalan atau skismatik dari arus utama agama; adanya tokoh kharismatik yang menguasai bagian-bagian tertentu dari ajaran agamanya, kemudian mengklaim diri sebagai pemegang ajaran yang benar; sang tokoh mewariskan ajaran-ajaran kepada para pengikutnya, sangat menekankan satu atau dua ajaran agama, sambil mengkesampingkan yang lain; jika mendapat nasehat atau masukan untuk perbaikan, maka dianggap sebagai perlawan terhadap ajaran agama, dan oleh sebab itu patut dilawan, bila perlu dengan kekerasan.
Dengan sikon seperti itu, maka biasanya, orang-orang [umat beragama] yang mempunyai sifat sentimen keagamaan, muncul dari sekte-sekte atau mazhab-mazhab keagamaan. Dan hampir semua agama di dunia, mempunyai sekte atau mazhab seperti itu. Mereka biasanya mempunyai corak keberagamaan yang tertutup dan mempunyai militansi keagamaan sangat tinggi.
Selain itu, faktor penunjang sentimen SARA, adalah kemiskinan; kurangnya pendidikan; tidak ada kesempatan kerja atau pengangguran; perbedaan gaya hidup dan kehidupan, serta adanya provokator atau pengumpul dan penggerak massa yang dibayar. Dan lebih diperparah oleh adanya pembiaran-pembiaran yang dilakukan pemerintah dan tokoh politik demi mempertahankan kedudukan serta jabatan; serta sikap egoistik masyarakat [terutama orang-orang kaya yang angkuh] yang tidak mau memperhatikan dan menolong sesamanya, agar mengalami peningkatan kualitas hidup dan kehidupannya. Di samping itu, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam oleh konspirasi penguasa-pengusaha terhadap milik suatu komunitas budaya [pada suatu wilayah budaya tertentu], akan memicu sentimen dan kerusuhan berdasarkan sentimen SARA.
Hal tersebut terjadi karena komunitas budaya yang merasa sebagai pemilik sumber daya alam, melihat dan merasakan bahwa hasil-hasil alam diambil oleh mereka yang berasal dari luar. Sedangkan mereka sendiri hanya sebagai penonton yang baik. Dan jika terus menerus dibiarkan, akan menjadi suatu bahaya laten, dan jika tak tertangani, maka menimbulkan disintegrasi sosial-politik yang berujung pada [keinginan] pemisahan dari negara.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!